Pengantar Ilmu Hukum – Introduction to Law

LATAR BELAKANG DAN ISTILAH:

  • Apa sih Pengantar ilmu hukum itu?
  • Pengantar ilmu hukum adalah suatu ilmu yang bertujuan untuk memperkenalkan ilmu hukum dasar secara umum yang menjadi pengantar ke cabang-cabang ilmu hukum lainnya.
  • Darimana adanya Istilah Pengantar Ilmu Hukum?
  • Istilah Pengantar ilmu Hukum (“PIH”) pertama lahir di Jerman di akhir Abad 19 dengan istilah Einfuhrung in die Rechtswissenschaft yang mana di Belanda dipergunakan istilah Encyclopaedie der Rechtswetenschap dan di Indonesia istilah PIH pertama kali digunakan di tahun 1924 di Recht Hoge School dengan istilah Inleiding tot de Rechtswetenschap.

  • Apa bedanya PIH dan PHI?
    Seperti disebutkan di atas PIH adalah pengantar pada ilmu hukum umum sedangkan PHI merupakan pengantar pada ilmu hukum sebagai sistem hukum Positif di Indonesia.
    a
  • Apa bedanya PIH dan PHI?
    Seperti disebutkan di atasPIH adalah pengantar pada ilmu hukum umum sedangkan PHI merupakan pengantar pada ilmu hukum sebagai sistem hukum Positif di Indonesia.
  • Hubungan antara PIH dan PHI ?
    PIH dan PHI sendiri merupakan sebagai ilmu pengantar cabang-cabang ilmu Hukum lebih spesifik, dimana keduanya saling melengkapi.
    PIH mempelajari pengertian-pengertian dasar Ilmu hukum secara keseluruhan, sedangkan PHI adalah bagian dari PIH yang memiliki kekhususan mengenai hukum positif di Indonesia.

DEFINISI:

Cicero:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Aristoteles:
Particular law is that which it’s community lies down and applies to its on member. (Hukum yang khusus adalah hukum yang ditemukan dan diterapkan dilaksanakan di dalam suatu masyarakat tertentu, jadi hukum yang universal adalah hukum yang umum.

Hugo Grotius (Belanda):
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.

Thomas Hobbes (Inggris):
Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.

Rudolf van Jhering (Jerman):
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.

Oliver Wendel Holmes Jr (US):
Hukum adalah ramalan tentang apa yang akan diputuskan pengadilan dalam kenyataan yang sungguh-sungguh.

Van vollenhoven:
Hukum adalah gejala sosial dalam pergaulan hidup yang saling bentur-membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala-gejala sosial lainnya.

Philip S. James:
Hukum adalah suatu bentuk ketetapan yang digunakan untuk pedoman tingkah laku masyarakat dan mempunyai sifat memaksa yang diterapkan masyarakat.

E.Utrecht:
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang bersangkutan, dan seharusnya ditaati oleh anggota msyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran terhadap petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah masyarakat itu.

Van Kant:
Hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

Carl von safigny:
Hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh bersama masyarakat (Das Recht wird nicht gemacht, aber ist und wird mit dem Volke).

A.H.Post:
Tidak ada suatu bangsa yang mempunyai hukumnya sendiri (Est gibt kein volk der erde, welches nicht die anfange eines rechtes bessase).

Immanuel Kant:
Hukum itu banyak seginya dan meliputi segala macam hal, maka tak mungkin orang dapat membuat definisi apa sebenarnya hukum itu (Noch suches in die juristen eine definition zuihrem begriffe von recht).

Van Apeldoorn:
Pergaulan hidup sebagai masyarakat yang teratur adalah penjelmaan hukum, adalah sesuatu dari hukum yang terlihat dari luar.

Mochtar Kusumaatmadja:
Hukum adalah asas-asas atau norma-norma yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat mencakup pula lembaga-lembaga atau institusi dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.

JENIS-JENIS HUKUM :

  1. Ius constitutum
    Hukum Positif, yaitu hukum yang berlaku pada saat ini atau hukum yang berlaku pada waktu tertentu.
  2. Ius constituendum,
    Hukum yang diinginkan atau hukum yang akan datang.
  3. Hukum Alam
    Hukum yang berlaku secara universal dan abadi.

Apa yang membedakan Hukum Positif dari setiap Bangsa:

  1. adanya perbedaan dasar-dasar pokok pemikiran:
        (a) Individualisme;
        (b) Kolektivisme.
  2. Situasi dan kondisi suatu bangsa;
        (a) Pandangan Hidup;
        (b) Sifat-sifat Bangsa;
        (c) Lingkungan Hidup;
  3. Bahan-bahan Hukum:
        (a) Idiil
             (1) Kesusilaan
             (2) Pemikiran
        (b) Riil
             (1) Alam;
             (2) Manusia;
             (3) Tradisi.

TUJUAN:

Teori tujuan Hukum adalah sebagai berikut:

  1. Teori etis (keadilan)

Menurut teori etis maka tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan.
Teori ini lebih mementingkan keadilan (summinius summainuria).
Keadilan terdiri dari:

  • Keadilan komutatif,
    Adalah kesenilaian antara prestasi dan kontra prestasi antara jasa dan imbalan jasa dalam hubungan antara warga masyarakat.
  • Keadilan distributif,
    Adalah keadilan yang memberikan kepada warga masyarakat beban sosial, fungsi  imbalan, balas jasa sesuai dengan kecakapan dan jasanya.
  • Keadilan vindikatif,
    Adalah memberikan ganjaran/hukuman yang sesuai dengan kesalahan yang  dilakukan.
  • Keadilan protektif,
    Adalah memberikan perlindungan kepada setiap manusia sehingga tidak seorangpun akan mendapat tindakan sewenangwenang.

2. Teori Manfaat / kegunaan

Teori ini menerangkan bahwa tujuan hukum adalah mewujudkan apa yang berfaedah/berguna, yakni mewujudkan kebahagiaan sebanyakbanyaknya bagi sebanyak-banyak mungkin orang (The greatest happiness for the greatest number).
Teori ini lebih mementingkan kegunaan (lex derosed tamen scripta).
Penganutnya antara lain: J. Benthams, J Austin, dan J. S. Mill. 

3.  Teori gabungan/jalan tengah
Teori ini menerangkan bahwa tujuan hukum adalah
keadilan dan ketertiban.
Penganutnya antara lain: Mochtar Kusumaatmadja, Subekti, van Kan, Apeldoorn, J. Schrassert, dan Bellefroid.
Dengan pendekatan Filsafat Hukum yang didukung dengan berbagai Teori Hukum maka secara garis besar, tujuan hukum meliputi:
1. Keadilan (hukum alam),
2. Kepastian hukum (positivisme),
3. Kegunaan (pragmatic legal realism),
4. Kebahagiaan (utilitarian).


KAIDAH-KAIDAH.
Norma adalah perintah hidup yang mempengaruhi tingkah laku di dalam masyarakat.
Kebiasaan adalah pola tindak yang berulang mengenai peristiwa yang sama yang berkenaan dengan hal yang sama pula, baru mengikat jika orang yang bersangkutan itu merasa bahwa kebiasaan itu harus ditaati.
Kewajiban moral baru mengikat jika kewajiban moral itu oleh masyarakat harus ditaati, jika ditaati maka kewajiban moral itu menjadi moral positif, yaitu kaidah moral yang telah berlaku sebagai kaidah yang mengikat, hal ini dapat berlainan menurut tempat dan waktu. Sedangkan kaidah moral yang mengikat di suatu tempat menurut waktu tertentu tetapi tidak di tempat lain adalah janji.

Norma berisi 2 hal yaitu :

1. Perintah : Yaitu keharusan untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.

2. Larangan : Yaitu keharusan untuk tidak berbuat
sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Kegunaan norma adalah untuk memberikan petunjuk bagi manusia tentang apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan norma adalah memelihara dan menjamin kepentingan warga masyarakat dan ketentraman dalam masyarakat.
Norma dapat dipertahankan dengan sanksi, yaitu ancaman hukuman terhadap siapa saja yang melanggar.
Sanksi merupakan pengukuh berlakunya norma-norma tersebut dan merupakan reaksi terhadap pelanggaran norma.

Norma terdiri dari:
1. Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan atau anjuran yang berasal dari Tuhan,
  
Bersifat umum dan universal; sanksi berupa hukuman dari Tuhan kelak di akhirat.
2. Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia, Bersifat umum dan universal; sanksi berupa perasaan cemas, dsb.
3. Norma Kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia, Bersifat khusus dan regional; sanksi berupa celaan atau pengasingan dari lingkungan masyarakat.
4. Norma hukum, yaitu peraturan hidup yang dibuat oleh penguasa negara, Bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar yaitu kekuasaan negara.

 Perbedaan antara norma hukum dengan norma lainnya:
1. Tujuan;

norma hukum; melindungi kepentingan anggota masyarakat itu sendiri.
norma lain; menghendaki kesempurnaan
hidup.
2. Isi;
norma hukum; bersifat lahiriah saja.
norma lain; rohaniah.
3. Sifat;
norma hukum; dipaksakan.
norma lain; tidak dipaksakan/sukarela.
4. Perlindungan;
norma hukum; melindungi secara langsung.
norma lain; melindungi secara tidak langsung.
5. Asal usul;
norma hukum; diletakkan oleh masyarakat untuk melindungi kepentingan orang lain. norma lain; dilakukan sendiri karena merupakan kewajiban pribadi.

Hubungan antar kaidah-kaidah tersebut di atas adalah:

  1. Saling memperkuat;
  2. Saling mengisi;

Norma hukum diberlakukan oleh karena:
1. Masih banyak kepentingan masyarakat yang belum diatur dalam norma lain.
2. Meskipun norma lain juga memiliki sanksi tetapi belum tentu dilakukan.

SUMBER HUKUM:

Apa sih sumber hukum itu ?
Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang paling sering dilontarkan oleh para mahasiswa semester awal dan juga orang orang pada umumnya dan juga pertanyaan ikutannya yaitu kenapa hukum bisa mengikat ?

 Orang mentaati hukum karena orang taat kepada yang baik dan yang buruk/dikembalikan kepada kemampuan manusia membedakan baik dan buruk.
 Orang mentaati hukum karena pengaruh masyarakat di sekitarnya, dalam hal ini timbul penilaian bahwa lebih baik mentaati hukum daripada melanggarnya.
 Ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa orang taat kepada hukum yaitu dalam hal ini tak lepas dari teori-teori antara lain:
1. Teori alam,
2. Teori kedaulatan rakyat,
3. Teori kedaulatan Tuhan,
4. Teori kedaulatan negara,
5. Teori kedaulatan hukum.

Sumber hukum dibagi menjadi dua yaitu:

1. Sumber hukum formil;

Sumber hukum formil menjelaskan kepada kita dimana saja kita dapat menemukan ketentuan-ketentuan hukum/kaidah-kaidah hukum, untuk dapat mengetahui apa yang menjadi Hukum Positif.

Termasuk namun tidak terbatas pada:
A. Sumber-sumber hukum langsung, antara lain:
1. Undang-undang,
Adalah setiap peraturan tertulis yang dibuat oleh badan berwenang dan ditaati oleh setiap warga yang menjadi masyarakat itu (badan berwenang di sini adalah legislatif dan eksekutif):

a. UU dalam arti formil, adalah keputusan penguasa yang diberi nama UU disebabkan bentuk
yang menjadikan UU, UU dalam arti formil adalah
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan eksekutif dan legislatif.

b. UU dalam arti materiil, adalah keputusan penguasa yang dilihat dalam segi isinya mempunyai
kekuatan mengikat umum.

UU dalam arti materiil adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang yang berisi aturan yang bersifat mengikat secara umum.

2. Kebiasaan dan adat,

Kebiasaan adalah pola tindak yang berulang mengenai suatu hal/peristiwa yang sama/memiliki kesamaan yang terjadi dalam masyarakat dalam bidang kegiatan tertentu. Apabila kebiasaan tersebut oleh masyarakat telah dianggap sebagai suatu yang mengikat, maka timbulah kaidah hukum yang bersumber dari kebiasaan.

Kebiasaan harus memenuhi 2 syarat, yaitu:
a. Suatu perbuatan yang terus menerus dilakukan,
b. Kegiatan itu dirasakan sebagai suatu kewajiban (peraturan yang terikat diterima oleh masyarakat / opinio necesitatis).

Perlu tidaknya pola kebiasaan diterima sebagai sesuatu yang mengikat dan perlu untuk ditaati adalah tergantung pada apa yang diinginkan oleh masyarakat yang menjadi tujuan hidup masyarakat,
yang jelas bahwa kebiasaan sebagai pola tindak yang berulang tidak cukup untuk melahirkan kaidah.

Adat adalah suatu perbuatan yang terus dilakukan dan dirasakan sebagai suatu kewajiban, syaratnya
yaitu;
a. secara turun-temurun,
b. mempunyai sifat yang suci.

Perbedaan antara kebiasaan dengan adat: adalah

a. Kebiasaan tidak tertulis
sedangkan adat ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.

b. Kebiasaan tidak bersifat sakral sedangkan adat bersifat sakral.

c. Kebiasaan tidak diwariskan turun menurun sedangkan adat diwariskan secara turun menurun.

3. Traktat / treaty / perjanjian antar negara,

Adalah perjanjian antara dua atau lebih negara, dimana isinya mengikat negara yang mengadakan
perjanjian tersebut.

Berlaku prinsip pacta sunt servanda bahwa setiap perjanjian harus ditepati.

Macam-macam traktat meliputi:
(1) 
traktat bilateral, (2) traktat multilateral, (3) traktat kolektif (4) dan jenis lainnya bila ada seiring dengan perkemabangan hukum.

B. Sumber-sumber hukum tidak langsung:
1. Yurisprudensi/keputusan hakim,
Adalah putusan hakim yang tertinggi (MA) yang diikuti oleh hakim-hakim di pengadilan lainnya mengenai kasus yang hampir sama.

Yurisprudensi dapat merupakan hukum formal karena didasarkan pada suatu kenyataan bahwa sering terjadi hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan keputusan yang telah ada.

Dalam sistem hukum Anglo Saxon, yurisprudensi dapat memiliki dua pengertian;
a. Teori hukum,
b. General principal of law (case law – judge made law).

Roscoe Pound: Law is a tool of social engineering, bahwa hukum bisa merekayasa masyarakat dengan
dibuat konstruksi hukum.

Di Negara penganut Anglo Saxon; yurisprudensi berarti teori-teori Ilmu Hukum, sedangkan keputusan hakim disebut case law atau judge made law.

Subekti: Undang-undang bersifat abstrak, umum dan mengikat semua pihak.

Mengikat yang berperkara (inconcrito) dan mengikat umum/setiap orang (inabstrakto).

Hakim pengadilan lain (di Indonesia) tidak wajib mengikuti putusan hakim sebelumnya tersebut tetapi diikuti atas dasar;
a. tekanan psikologis,
b. kebutuhan praktis.

Alasan mengapa hakim mengikuti keputusan hakim sebelumnya:
1. Hakim sebelumnya lebih senior.
2. Pertimbangan bahwa jika dilakukan upaya hukum, maka hukumannya akan sama.
3. Merasa cocok; alasan No. (3) inilah yang paling tepat dalam menerapkan asas the binding force of precedent (di Indonesia).
Contoh arrest (kasus) yang menjadi standar arrest:

 Linden Bow vs Cohen:
→ Percetakan Cohen maju, Leiden iri kemudian mengirim pegawainya untuk bekerja di percetakan Cohen dan setelah cakap ia kembali lagi dengan membawa segenap keahliannya dan memajukan
percetakan Leiden.

Hal ini diketahui Cohen dan ia merasa dirugikan dan mengajukan tuntuntannya ke pengadilan.
Perbuatan Melawan Hukum dengan ketentuan bahwa adanya suatu Ganti Rugi jo: Pasal 1365 BW, yang prinsipnya:

persaingan tidak jujur dan perbuatan melawan hukum yang diajukan Leiden kalah dan Cohen menang dimana menurut pengadilan tak ada peraturan yang dilanggar.

Leiden mengajukan banding ke Pengadilan
Tinggi dan tetap kalah, selanjutnya ia mengajukan ke MA dan Leiden dimenangkan dengan pertimbangan (oleh Mollengraaf selaku hakim)
bahwa perbuatan melawan hukum tidak hanya melanggar undang-undang saja melainkan dapat pula timbul jika melanggar kesusilaan dan kepatutan.

→ Selanjutnya pada perkara berikutnya ketentuan ini berlaku.
2. Doktrin/ilmu pengetahuan,
Adalah anggapan seorang ahli hukum atau pendapat para sarjana hukum terkemuka sebagai sumber tambahan kemudian pendapatnya itu dijadikan dasar untuk memutuskan suatu perkara. Misal; mengenai batas territorial laut adalah 3 mil laut.
C. Sumber-sumber hukum yang abnormal (tidak umum):
1. Proklamasi Kemerdekaan,
2. Revolusi,
3. Cup d’etat yang berhasil,
4. Takluknya suatu negara terhadap negara lain

2. Sumber hukum materiil.

Sumber hukum materiil lebih merupakan suatu usaha pendalaman teoritis tentang hukum karena jawabannya tergantung pada pendekatan yang kita gunakan apakah itu pendekatan sejarah, falsafah, sosiologi, ekonomi, agama, hukum itu sendiri, pragmatis atau kombinasi dari pendekatan-pendekatan tersebut.
 Persoalan hukum dalam arti materiil merupakan persoalan yang bersifat metayuridis, yaitu meliputi:
1. Segi sejarah/historis,
2. Segi falsafah,
3. Segi sosiologi,
4. Segi ekonomi,
5. Segi agama,
6. Segi hukum itu sendiri.

TEORI BERLAKUNYA HUKUM
Teori-teori berlakunya hukum antara lain meliputi:
1. Stufen bau Theorie (teori tingkatan),

 Berdasarkan teori Stufen bau maka membuat
undang-undang yang baik adalah memperhatikan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu meliputi; kaidah dasar, kaidah antara dan kaidah pelaksana.

2. Gelding Theorie (teori berlakunya hukum),

 Berdasarkan gelding theorie, maka undangundang yang baik ialah undang-undang yang berlaku baik secara yuridis, sosiologis maupun
filosofis.

3. Sphere of Validity (teori lingkungan berlakunya hukum).

 Berdasarkan sphere of validity, maka undang-undang itu berlaku baik kepada;

1. orangnya (personal sphere),
2. isinya (material sphere),
3. tempatnya (territorial sphere),
4. waktunya (temporal sphere).

PENGERTIAN HUKUM
Subjek Hukum
Subjek hukum adalah orang dan badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum, dapat dikuasai oleh subjek hukum, dapat dijadikan pokok objek dalam suatu hubungan hukum.

Peristiwa Hukum
Adalah peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum, dibagi menjadi:

1. Perbuatan subjek hukum,

Perbuatan subjek hukum adalah setiap perbuatan manusia dan badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban.

a. Perbuatan hukum,
Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum karena akibat itu boleh dianggap menjadi kehendak dari yang melakukan perbuatan itu dimana unsur kehendak merupakan anasir utama dari perbuatan tersebut.

Terdiri dari:

i. Perbuatan hukum bersegi satu,
Yaitu setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh satu pihak saja.
Misal; perbuatan hukum dalam pasal 875 KUHPdt → Adapun yang dinamakan surat wasiat ialah suatu
akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendaki akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali.

ii. Perbuatan hukum bersegi dua,
Yaitu setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua buah pihak atau lebih. Misal; 1313 KUHPdt → Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih

b. Perbuatan yang bukan perbuatan hukum,
Adalah setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum dimana unsur
kehendak tidak menjadi anasir utama sebagai syarat agar akibatnya diatur oleh hukum. Terdiri dari:
a. Zaakwarneming,
Yaitu perbuatan memperhatikan kepentingan orang dengan tidak
diminta oleh orang itu untuk memperhatikan kepentingannya.
Misal; diatur pada pasal 1354 KUHPdt, dsb.
b. Onrechtmatige Daad,
Yaitu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Misal; diatur pada pasal 1365 KUHPdt.

2. Peristiwa hukum bukan perbuatan subjek hukum
 Peristiwa hukum bukan perbuatan subjek hukum adalah setiap peristiwa yang timbul bukan karena perbuatan tetapi kehendak yang didasarkan pada kemampuan subjek hukum tetapi segala akibatnya yang timbul diatur oleh
hukum, misal; kelahiran, kematian dan lewat waktu.

Lewat waktu:
1. Lewat waktu akuisitif,
2. Lewat waktu ekstinktif.

RESEPSI HUKUM

 Ialah penerimaan hukum negara lain oleh  hukum suatu negara yang kemudian digunakan sebagai hukumnya sendiri.
Contoh:
– Resepsi hukum Romawi olah negaranegara di Eropa,
– Resepsi hukum Francis (Code Civil, Code Penal, Code de Commerce) oleh hukum Belanda,
– Resepsi hukum Belanda oleh hukum Indonesia (KUHP, KUHPdt, KUHD).

 Tingkat/tahap resepsi hukum:

1. Resepsi teori,
Pada tahap ini para ahli hukum Eropa baru mulai mempelajari hukum Romawi
hanya secara teori saja, dalam hal ini pengaruh hukum Romawi pada hukum
Eropa masih pada tingkatan pelajaran teori saja.

2. Resepsi ilmu pengetahuan,
Pada tahap ini hukum Romawi sudah diajarkan di universitas-universitas di
Eropa.

3. Resepsi praktis,
Pada tahap ini para ahli hukum Eropa mempraktekkannya di negaranya masingmasing.

4. Resepsi positif,
Pada tahap ini para ahli menggunakan hukum Romawi di dalam undang-undang masing-masing negara.

HAK DAN KEKUASAAN
 Hak ialah ijin/kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang sebagai subjek hukum.

 Hak mempunyai fungsi sosial sehingga penggunaannya jangan sampai merugikan kepentingan umum, hal ini dapat kita lihat misalnya pada suatu aturan yang berbunyi Memberikan seseorang untuk berbuat sesuatu/mengerjakan sesuatu yang tidak bertentangan dengan peraturan lainnya dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

 Fungsi sosial merupakan suatu dasar dari tata hukum dalam masa kini yang berjiwa selain kepentingan seseorang juga kepentingan masyarakat harus diperhatikan, jadi harus ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.

 Apabila seseorang sebagai subjek hukum menggunakan haknya tidak sesuai dengan tujuan untuk apa hak itu diberikan hingga menimbulkan kerugian pada pihak lain maka orang tersebut melakukan penyalahgunaan hak (misbruk van recht), contoh kasus yaitu pada kasus Arrest Cerobong Asap Palsu:

A dan B bertetangga. Rumah A berada di tanah
yang lebih tinggi daripada rumah B. Rumah A memberi jendela yang dapat memberi pemandangan pada rumah B. Untuk mengesalkan A maka B membangun cerobong
asap guna menghalangi pandangan dari jendela A.  A menuntut B ke pengadilan dan A memenangkan perkara dengan pertimbangan
penyalahgunaan hak oleh B.

 Penyalahgunaan hak tidak terjadi di bidang Hukum Perdata saja tetapi juga di bidang Hukum Publik, khususnya dalam Hukum Tata Usaha Negara ataupun Hukum Administrasi Negara.

 Penyalahgunaan hak seorang pejabat negara apabila melakukan kewenangan yang diberikan karena jabatannya tetapi dengan cara atau tujuan yang bertentangan dengan tujuan pemberian wewenang itu atau bertentangan dengan aturan hukum yang tertulis maka penyalahgunaan hak tersebut dinamakan penyalahgunaan kekuasaan.
Contoh:

Seorang kepala bagian keuangan suatu departemen pemerintah menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memperkaya diri dengan merugikan negara.

 Penyalahgunaan kekuasaan tidak sama dengan penyalahgunaan hak karena kekuasaan tidak selalu mempunyai kewenangan.

 Hukum merupakan hubungan subjektif;

Suatu peraturan dari hukum objektif yang dikaitkan dengan subjek hukum. Apeldorn menyatakan bahwa Hukum subjektif timbul bila hukum objektif bergerak, jadi hak itu sama dengan hukum subjektif karena mempunyai kewenangan hukum sedang kekuasaan tidak selalu mempunyai kewenangan hukum.

Contoh:
Pencuri sepeda bisa menguasai sepeda yang dicuri itu tetapi ia tidak berhak atas hak kepemilikan sepeda tersebut.

 Suatu hak selalu disertai kekuasaan sedangkan kekuasaan tidak selalu disertai hak.

 Perbedaan hak dan kekuasaan:
–   Hak timbul disertai kewenangan hak sedangkan kekuasaan timbul tidak disertai kewenangan hak,

– Hak selalu disertai kekuasaan sedangkan kekuasaan tidak selalu disertai hak.

 Kepastian hukum adalah suatu pegangan yang pasti bagi setiap orang dengan adanya rumusan yang tegas dalam suatu ketentuan tertulis yang didasarkan pada kaidah dan ajaran-ajaran hukum normatif dan dogmatif yang disesuaikan dengan fungsi hukum itu sendiri untuk melaksanakan ketertiban dalam masyarakat.

PENEMUAN HUKUM

Penafsiran Hukum/Interpretasi Hukum:

 Interpretasi adalah suatu alat yang diberikan kepada seorang hakim/fungsionaris hukum untuk menjelaskan arti kata atau kalimat dari suatu peraturan yang kurang jelas untuk menyesuaikan peraturan itu dengan hal-hal yang konkrit yang terjadi dalam masyarakat.

 Interpretasi adalah suatu cara untuk mempelajari arti maksud ketentuan perundangundangan karena tidak selalu undang-undang itu jelas, karena itu harus ditafsirkan.

 Dasar hukumnya yaitu pasal 22 AB (Algemen Bepalingen van Wetgeving):
Hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut atau dihukum karena menolak mengadili (Rv 859).

 Pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970,
menyatakan kewajiban hakim untuk menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam masyarakat.

 Hakim turut serta menemukan hukum dengan menjalankan rechtsvinding – Prof. Paul Scholten.

 Ada beberapa metode penafsiran yang kita kenal antara lain:
1. Metode penafsiran tata bahasa (gramatikal),

Di sini ketentuan/kaidah hukum tertulis diartikan menurut arti kalimat/bahasa sebagaimana diartikan oleh orang biasa yang menggunakan bahasa sehari-hari.
Biasanya metode penafsiran tata bahasa didasarkan pada tata bahasa dari undangundang itu sendiri, misalnya dalam penjelasaan undang-undang.
Misal; angkutan air adalah segala angkutan orang/barang yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain di atas/di bawah permukaan air.

2. Metode penafsiran sejarah,

Apabila metode penafisran tata bahasa tidak bisa, maka dilihat dari sejarah hukum undang-undang itu, baik secara sejarah hukum maupun sejarah
perundang-undangan.

Metode penafsiran sejarah hukum didasarkan pada waktu/masa pada saat hukum itu terbentuk, misal; pada saat UUD 1945 terbentuk maka yang melakukan perancangannya oleh BPUPKI dan sekarang dirancang untuk diamandemen oleh MPR karena dianggap sudah tidak relavan.

Tetapi umumnya penafsiran sejarah ini dilihat dari sejarah perundang-undangan,
misal; UU Agraria.
Metode penafsiran sejarah perundangundangan menyangkut terbentuknya suatu UU mulai dari RUU (Rancangan UndangUndang) termasuk pernyataan pemerintah yang mengajukan RUU kepada DPR, sampai risalah-risalah perdebatan dalam komisi pun dilibatkan.

3. Metode penafsiran sistematis,
Yaitu penafsiran UU atau pasal-pasalnya dalam hubungan keseluruhan, antara pasal UU yang satu dengan yang lainnya.

Contoh:
a. (Dalam Hukum Perdata) maka pengertian dewasa/di bawah umur harus diartikan dalam hubungan sistem Hukum Perdata dalam bidang hukum, sama halnya dengan istilah dalam Hukum Pidana yaitu penafsiran dengan cara menghubung-hubungkan pasal/ayat dalam ketentuan perundangundangan terhadap pasal atau ayat lain dengan anggapan pasal-pasal tadi berhubungan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan
tanpa pertentangan.

b. Dihubung-hubungkan atau dikombinasikan dengan cara tafsir lain misal tafsir sejarah, sosiologi
dan atau teologis supaya diperoleh hasil yang memuaskan.

Contoh; orang menyatakan bahwa kita di Indonesia tidak mengenal HAM karena UUD 1945 tidak mengenal/tidak mencantumkan HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Right 1948 melainkan hanya hakhak warga negara karena dalam UUD 1945 tidak mungkin pernyataan HAM itu dicantumkan didalamnya. Jadi bukan sama sekali suatu ketidaktahuan atau tidak adanya kemauan politik, buktinya dalam UUDS 1950 jelas tercantum secara rinci dalam Bab V pasal 7 – pasal 34 dengan adanya aturan peralihan pasal 2 UUD 1945 tidak bisa dikatakan secara mutlak UUD 1945 tidak mengenal HAM.

Penafsiran sistematik melihat semua UUD termasuk yang pernah kita miliki sebagai suatu suatu sistem hukum konstitusi, apalagi dengan adanya aturan peralihan, kadangkadang interpretasi bahasa setelah ditunjang dengan penafsiran sistematika belum juga cukup sehingga penafsiran sosiologi dan filosofi juga sangat diperlukan.

4. Metode penafsiran sosiologi dan teologis,
Perlu diselidiki sebab-sebab/faktor-faktor dalam masyarakat/perkembangan masyarakat yang bisa memberikan penjelasan mengapa perundangundangan/pemerintah mengambil inisiatif UU/DPR tergerak untuk mengajukan UU itu didasarkan pada pandangan masyarakat luas mengenai ketentuan perundang-undangan.

Metode ini menafsirkan apa yang menjadi maksud dan tujuan UU tersebut dibentuk.

Misal; UU. No. 1 Tahun 1974 dengan asas monogaminya (merupakan pembatasan) dengan maksud untuk mensukseskan pembangunan.

5. Metode penafsiran otentik,
Adakalanya UU sendiri yang menafsirkan dalam ketentuan UU itu sendiri mengenai arti kata/istilah yang digunakan.

Maksud memuat tafsiran istilah yang otentik/resmi/asli/sohih adalah supaya tafsiran itu mengikat karena dengan menjadikan suatu pengertian/keterangan sebagai suatu istilah dalam pasal maka istilah itu mengikat seperti ketentuan pasal-pasal lain.

Misal; UU No. 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, misal tentang ketentuan pangkal garis lurus (straight base line) bisa juga termuat dalam bagian penjelasan.

6. Metode keleluasaan interpretasi,
Kebalikan dari metode penafsiran otentik dimana kebebasan hakim untuk menafsirkan teks/UU sangat dibatasi karena UU sendiri telah memberikan interpretasi otentik atas ketentuanketentuan tersebut, maka adakalanya UU
memberikan keleluasan bagi hakim untuk menginterpretasikan suatu ketentuan undang-undang, dan keleluasaan yang besar ini dilakukan dengan merumuskan ketentuan itu sedemikian rupa sehingga tidak ada jalan lain bagi hakim kecuali menetapkan yang bersangkutan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta pendapat dan keyakinannya dari hakim itu sendiri.

Contoh; ketentuan yang mengandung kata-kata yang bertentangan dengan kepentingan umum seperti melanggar etika, susila, dsb.

7. Metode Penafsiran Nasional.
Yaitu penafsiran dengan menilik sesuai atau tidaknya dengan sistem hukum yan berlaku.

Misal; hak milik pada pasal 570 KUH
sekarang harus ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia (Pancasila).

 Berdasarkan sifatnya maka penafsiran dibagi
menjadi:
1. Penafsiran subjektif : penafsiran sosiologi,
2. Penafsiran objektif : penafsiran otentik,
3. Penafsiran restriktif : penafsiran yang sifatnya mempersempit pengertian sesuatu, misalnya; kerugian tidak termasuk kerugian yang tak berwujud seperti sakit, cacat, dsb.
4. Penafsiran ekstentif :  penafsiran yang sifatnya memperluas pengertian sesuatu, misal; aliran arus
listrik termasuk benda.

KONSTRUKSI HUKUM

 Adalah pembentukan pengertian-pengertian
hukum yang dilakukan oleh hakim dan fungsionaris hukum untuk mengisi kekosongan hukum yang ada di dalam sistem UU.

 Konstruksi hukum merupakan salah satu alat untuk mengisi kekosongan hukum, disebabkan karena peraturan perundang-undangan sifatnya statis/tetap sedangkan masyarakat selalu berubah/dinamis, maka akan terjadi kekosongan hukum dalam masyarakat.

 Berdasar pada asas non liquet bahwa hakim harus memeriksa perkara yang diserahkan kepadanya dan harus memberi keputusan, namun bagaimana apabila ketentuannya tidak ada/tak jelas maka dalam keadaan inilah hakim melakukan konstruksi hukum.

 Terdiri dari:
1. Analogi/abstraksi/pengluasan berlakunya undang-undang,

Yaitu mempergunakan undang-undang untuk suatu peristiwa yang tidak disebutkan dalam undang-undang tersebut, dengan jalan lain mengabstraksikan/meluaskan isi atau makna undang-undang yang merumuskan suatu peristiwa hukum tertentu menjadi perumusan yang bersifat luas, supaya dapat dipergunakan untuk mencakup
peristiwa-peristiwa lainnya (dari khusus ke hal yang lebih luas).

Analogi merupakan penerapan suatu ketentuan hukum bagi keadaan yang pada dasarnya sama tetapi penampakan atau bentuk perwujudannya dalam bentuk hukum lain.

Metode analogi dilakukan oleh seorang hakim bilamana ia harus menyelesaikan suatu perkara yang pada mulanya tidak dapat dibawa secara langsung ke dalam lingkungan suatu ketentuan UU.

Analogi tidak dapat dipakai dalam Hukum Pidana karena ada asas legalitas (Nullum delictum nulla poena sine proevina lege poenali).

Contoh analogi; Arrest Hoge Raad (HR) tanggal 9 November 1906 mengenai pasal 1612 KUHS Belanda/NBW → pasal 1576 KUHS Indonesia, yaitu
mengabstraksikan:
Jual beli tidak memutuskan sewa-menyewa diperluas menjadi sama dengan pemindahan hak antara lain hibah dan tukar-menukar.

Ketentuan ini bermaksud melindungi penyewa apabila suatu saat rumah dipindahtangankan dengan jual beli maka janji sewa-menyewa yang telah diadakan antara pemilik dan penyewa tetap berlaku bahwa dalam pemindahtanganan pemilik
dengan jalan jual beli tadi, si penyewa dilindungi karena memiliki kedudukan yang kuat.

Bagaimana jika pemindahtanganan kepemililikan dengan hibah baik hibah wasiat ataupun karena warisan, apakah memutuskan sewamenyewa atau tidak, maka karena walau terjadi pemindahan hak milik sewanya jalan terus. Dengan kata lain bahwa jual beli, hibah, hadiah, warisan tidak memutuskan hubungan sewa menyewa.
2. Determinatie/pengkhususan/ penghalusan,
Yaitu membuat pengkhususan dari suatu asas dalam undang-undang yang mempunyai arti luas (dari luas ke khusus).

Misal; Arrest HR tanggal 4 Februari 1916 mengenai pasal 1401 NBW → pasal 1365 KUHP; putusan HR memuat pengkhususan dari asas: siapa bersalah (penuh) wajib menganti kerugian (penuh) menjadi siapa yang bersalah sebagian wajib mengganti sebagian.

Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat, sehingga ketentuan hukum tertulis itu tidak diterapkan atau
diterapkan dengan cara lain apabila hendak tercapai keadilan.

Penghalusan yaitu dengan tidak atau menerapkan hukum secara lain daripada ketentuan hukum tertulis yang ada, misal;
apabila pajak PBB diterapkan kepada seorang janda yang ditinggalkan oleh suaminya, karena rumah besar maka pajak besar, maka janda tersebut dapat
mengajukan keberatan untuk pajak rumah besar tersebut kepada kantor pelayanan pajak/pada hakim, untuk meminta keringanan membayar pajak.

Kewajiban pembayaran nafkah oleh lakilaki pengangguran, karena cacat atau di PHK kepada istrinya yang menjadi wiraswasta yang berhasil.

3. Argumentum Contrario,
Yaitu menerapkan hukum dengan cara mempertentangkan (sebaliknya) terhadap suatu peristwa hukum (ketentuan) dalam suatu UU. Atau suatu cara menafsirkan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian/peringkaran soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal undang-undang (soal yang dihadapi di luar pasal tersebut).

Misal; pasal 34 KUH menentukan bahwa seorang wanita yang telah bercerai dari suaminya tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain sebelum masa idahnya berakhir yaitu 300 hari, merupakan syarat untuk mengadakan pernikahan baru dengan sah lagi menurut hukum ini. Bagaimana dengan seorang laki-laki maka jawabnya adalah tidak berlaku (ketentuan yang ada tidak berlaku sebaliknya), karena pasal 34 KUH ini
tidak menyebutkan apa-apa tentang seorang laki-laki dan khususnya ditujukan kepada perempuan.

 Penafsiran dan konstruksi merupakan alat penting bagi hakim untuk memutus suatu perkara karena UU itu sempit dan dalam memutus maka seorang tidak harus hanya melihat UU saja tetapi harus menggali nilainilai yang terkandung di dalam masyarakat.

KLASIFIKASI HUKUM

Menurut sumbernya:

1. Hukum UU,

2. Hukum Kebiasaan,

3. Hukum Traktat,

4. Hukum Yurisprudensi.

Menurut bentuknya:

1. Hukum tertulis;

a. Hukum tertulis yang dikodifikasi,

b. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi.

2. Hukum tak tertulis;
Hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat → Hukum Kebiasaan.

Menurut tempat berlakunya:

1. Hukum Nasional,

2. Hukum Internasional.

Menurut waktu berlakunya:

1. Ius Constitutum/Hukum Positif,

2. Ius Constituendum,

3. Hukum Alam.

Menurut cara mempertahankannya:

1. Hukum materiil,

2. Hukum formil/hukum acara.

Menurut sifatnya:

1. Hukum memaksa,

2. Hukum mengatur.

 Menurut wujudnya:

1. Hukum objektif (untuk umum),

2. Hukum subjektif (untuk orang/golongan tertentu).

Munurut isinya:

1. Hukum Privat/Hukum Sipil/Hukum Perdata (mengatur hubungan orang dengan orang lain),

a. Hukum Sipil dalam arti luas;

1. Hukum Perdata,

2. Hukum Dagang.

b. Hukum Sipil dalam arti sempit; Hukum Perdata.

2. Hukum Publik/hukum negara (mengatur hubungan orang dengan negara).

a. Hukum Tata Negara (HTN),

b. Hukum Administrasi Negara (HAN),

c. Hukum Pidana,

d. Hukum Internasional,

1. Hukum Perdata Internasional,

2. Hukum Publik Internasional.

Menurut bentuknya:

1. Hukum yang terlukis,

2. Hukum yang tidak terlukis.

KODIFIKASI

 Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam satu kitab undang-undang secara lengkap dan sistematis.

 Tujuannya adalah:

– Kepastian hukum,

– Kesatuan hukum,

– Penyederhanaan hukum.

ALIRAN-ALIRAN HUKUM

 Berbicara tentang kedudukan undangundang, hakim dan hukum, maka terdapat beberapa aliran hukum, yang secara umum maka aliran-aliran tersebut digolongkan menjadi 5 aliran, yaitu antara lain:

1. Aliran Legisme,

 Aliran ini berpendapat bahwa tidak ada hukum kecuali hukum undang-undang; hukum kebiasaan hanya ada, apabila diperbolehkan oleh hukum undang-undang.
 Pandangan ini cocok dengan ajaran hukum kodrat.
 Aliran ini juga berpendapat bahwa kedudukan pengadilan adalah pasif saja, ia hanya terompet undang-undang.
 Penganut teori ini antara lain adalah; Rudolf
v. Jhering, G. Jellineck, Carre de Malberg, H. Nawiaski, dan Hans Kelsen.

2. Aliran Begriffsjurisprudenz,

 Aliran ini memperbaiki kelemahankelemahan dari aliran legisme.

 Kekurangan-kekurangan tersebut diperbaiki dengan adanya daya meluas dari undangundang, yaitu dengan cara normlogisch dan dipandang secara dogmatik sebab hukum adalah suatu kesatuan yang tertutup.

 Kesalahan dari aliran ini adalah terlalu mendewa-dewakan rasio dan logika dalam meluaskan undang-undang sampai terbentuknya hukum.

3. Aliran Freirechtsschule,

 Aliran ini berpendapat bahwa undang-undang itu tidak lengkap, ia bukanlah satusatunya sumber hukum, sedangkan hakim dan para pejabat lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam menemukan hukum itu.

4. Aliran Soziologische Rechtsshule,

 Pokok pikiran dari aliran ini ialah terutama hendak menahan dan menolak kemungkinan sewenang-wenang dari hakim, berhubung dengan freies ermessen menurut aliran Freirechtsschule.

 Aliran ini tidak setuju adanya kebebasan bagi para pejabat hukum untuk mengenyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaannya.

 Undang-undang harus tetap dihormati, sebaliknya memang benar hakim mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, akan tetapi kebebasan tersebut terbatas dalam rangka undang-undang 

 Hakim hendaknya mendasarkan  putusan putusannya pada peraturan undang-undang, tapi tidak kurang pentingnya supaya putusanputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat.

 Pengikutnya diantaranya; A. Auburtin, G.
Gurvitch, dan J. Valkhof.

5. Aliran Open Systeem van het Rechts (Sistem Hukum Terbuka).

 Aliran ini berpendapat bahwa pandangan dari semua aliran-aliran terdahulu adalah berat sebelah, kadang-kadang terlalu mengutamakan dogma, kepastian hukum, dengan mendudukan hakim sebagai otomat susuban saja, dan kadang-kadang sebaliknya terlalu mementingkan peranan hakim atau kenyataankenyataan sosial.

 Aliran ini berpendapat bahwa hukum itu suatu sistem, dan sistem itu adalah dinamis bukan saja karena pembentukkan baru secara sadar oleh badan perundang-undangan, tetapi juga karena pelaksanannya di dalam masyarakat.

 Aliran ini diwakili oleh Paul Scholten

 

Referensi:

  • Hukum dan Masyarakat (buku I). Pembinaan hukum dalam rangka Pembangunan nasional (buku II), Fungsi dan perkembangan Hukum di Indonesia (Buku III), Prof. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M.
  • Pengantar Ilmu Hukum, Prof Mr. Dr.L.J van Apeldoorn,
  • Dll.

 

 

Frequently Asked Questions

[QUESTION]
[Answer]
[Question]
[Answer]
[QUESTION]
[Answer]
[QUESTION]
[Answer]
[QUESTION]
[Answer]
error: Content is protected !!
Subscribe To Our Newsletter (Legal Alert and News)

Subscribe To Our Newsletter (Legal Alert and News)

Join our mailing list to receive the latest news and updates from our team.

You have Successfully Subscribed!