Full Trilingual Legal Memorandum
Analisis Hukum Komprehensif atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 341.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)
I. PENDAHULUAN DAN RINGKASAN EKSEKUTIF
Memorandum hukum ini bertujuan untuk menyajikan analisis hukum yang komprehensif dan mendalam atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 341.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ("Kepmen 341/2025").1
Secara fundamental, Kepmen 341/2025 mentransformasi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari sekadar dokumen perencanaan prosedural menjadi instrumen sentral kendali negara dan sebuah audit kepatuhan korporat yang menyeluruh. Peraturan ini memperkenalkan format yang sangat terperinci dan terstandarisasi untuk pengajuan, evaluasi, dan persetujuan RKAB, yang secara drastis meningkatkan pengawasan regulasi. Implikasi utamanya mencakup peningkatan signifikan risiko hukum yang terkait dengan ketidakpatuhan, tantangan mendasar terhadap model pembiayaan proyek tradisional akibat larangan penjaminan izin usaha pertambangan, serta formalisasi komitmen korporat yang mengikat secara hukum dengan pertanggungjawaban langsung bagi direksi perusahaan dan Kepala Teknik Tambang (KTT). Memorandum ini akan membedah perubahan-perubahan tersebut, menganalisis implikasi hukum dan strategisnya, serta memberikan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti untuk mitigasi risiko.
II. KERANGKA HUKUM DAN KEDUDUKAN KEPUTUSAN MENTERI ESDM 341/2025
A. Hirarki Peraturan Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara
Kedudukan dan kekuatan mengikat Kepmen 341/2025 berasal dari hirarki peraturan perundang-undangan yang jelas dan terstruktur dalam sektor pertambangan Indonesia.
- Undang-Undang (UU): Landasan hukum utama adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025.2 Undang-undang ini menegaskan penguasaan negara atas sumber daya mineral dan menggariskan kewajiban-kewajiban utama pemegang izin, termasuk kewajiban untuk menyampaikan rencana kerja.7
- Peraturan Pemerintah (PP): Peraturan pelaksana utama adalah Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ("PP 96/2021").8 Pasal 177 PP 96/2021 secara eksplisit mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk menyusun dan menyampaikan RKAB tahunan guna mendapatkan persetujuan Menteri. Pasal ini juga mendelegasikan kewenangan kepada Menteri untuk mengatur tata cara lebih lanjut melalui Peraturan Menteri.13
- Peraturan Menteri (Permen): Kepmen 341/2025 merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ("Permen 17/2025").14 Permen 17/2025 menetapkan prosedur tingkat tinggi untuk penyampaian RKAB, dan Pasal 15 dari peraturan tersebut mengamanatkan penerbitan pedoman teknis, yang dipenuhi oleh Kepmen 341/2025. Hal ini membentuk rantai pendelegasian wewenang yang jelas dan sah secara hukum.
B. Kedudukan Hukum Keputusan Menteri (Kepmen)
Dalam sistem hukum administrasi negara Indonesia, Keputusan Menteri (Kepmen) adalah instrumen pengaturan (regeling) yang berfungsi memberikan rincian teknis pelaksanaan untuk peraturan yang lebih tinggi (dalam hal ini, Permen 17/2025). Kepmen ini bersifat mengikat bagi semua pihak yang tunduk pada peraturan induknya, yaitu seluruh pemegang izin usaha pertambangan. Fungsinya bukan untuk menciptakan norma hukum baru, melainkan untuk menstandarisasi dan mengoperasionalkan norma yang sudah ada. Oleh karena itu, format-format terperinci dalam lampiran-lampiran Kepmen 341/2025 bukanlah pedoman opsional, melainkan persyaratan wajib untuk pengajuan RKAB yang sah.
C. Pencabutan Peraturan Terdahulu dan Perbandingan
Diktum KEENAM Kepmen 341/2025 secara tegas mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Keputusan Menteri ESDM Nomor 373.K/30/MEM/2023 dan perubahannya, yaitu Kepmen ESDM Nomor 84.K/30/MEM/2024.1 Tindakan ini menandakan penggantian total kerangka teknis sebelumnya. Seluruh pengajuan RKAB yang tertunda maupun yang akan datang wajib mematuhi persyaratan baru yang lebih ketat dalam Kepmen 341/2025. Perusahaan tidak dapat lagi mengandalkan praktik atau format yang telah usang.
Tabel Perbandingan: Kepmen ESDM 341/2025 vs. Kepmen ESDM 373/2023
| Aspek | Kepmen ESDM 373.K/30/MEM/2023 (Dicabut) | Kepmen ESDM 341.K/MB.01/MEM.B/2025 (Berlaku) | Implikasi Strategis |
|---|---|---|---|
| Struktur dan Format | Format lebih kompleks dengan banyak matriks terpisah untuk berbagai aspek (misalnya, Rencana Strategis Lima Tahun, Penggunaan Dana, Tenaga Kerja Asing).17 | Format lebih ringkas dan terintegrasi. Beberapa matriks yang sebelumnya terpisah kini digabungkan atau dihilangkan untuk efisiensi.1 | Proses penyusunan lebih terfokus, namun setiap data yang dimasukkan menjadi lebih krusial karena keterpaduannya. |
| Kriteria Keuangan | Tidak secara eksplisit mensyaratkan profitabilitas. Evaluasi keuangan lebih umum.16 | Mensyaratkan Net Profit Margin (NPM) positif sebagai salah satu kriteria evaluasi utama, dengan beberapa pengecualian terbatas.1 | Peningkatan pengawasan terhadap kesehatan finansial perusahaan; perusahaan yang merugi secara struktural berisiko tinggi mendapatkan penolakan RKAB. |
| Komitmen Hukum (Agunan) | Tidak ada larangan eksplisit dan surat pernyataan khusus mengenai penjaminan IUP/IUPK. | Memperkenalkan Surat Pernyataan yang mengikat secara hukum yang secara tegas melarang penjaminan IUP/IUPK dan komoditas tambang sebagai agunan.1 | Perubahan fundamental pada model pembiayaan proyek (project financing), menuntut struktur jaminan alternatif dan meningkatkan peran jaminan korporat. |
| Pelaporan Cadangan | Pernyataan Competent Person (CP) merupakan matriks terpisah.18 | Mewajibkan pelaporan sumber daya dan cadangan didasarkan pada Studi Kelayakan yang telah disetujui dan harus disertifikasi oleh Competent Person (untuk mineral dan batubara) sebagai bagian integral dari matriks neraca sumber daya.1 | Menstandarisasi data geologis dan cadangan, meningkatkan akurasi, dan mencegah klaim produksi yang berlebihan atau tidak berdasar. |
| Kewajiban Sosial (PPM) | Rencana PPM dilaporkan secara umum dalam matriks terpisah.18 | Mewajibkan adanya Surat Pernyataan Komitmen Pelaksanaan PPM dengan rincian anggaran spesifik sebagai syarat mutlak persetujuan RKAB.1 | Mengintegrasikan kinerja sosial sebagai syarat operasional yang tidak dapat ditawar, memperkuat pertanggungjawaban sosial perusahaan. |
| Pertanggungjawaban KTT | Komitmen KTT bersifat umum. | Memperkenalkan pernyataan komitmen yang spesifik dan mengikat secara hukum, menempatkan pertanggungjawaban pribadi pada KTT atas program keselamatan pertambangan.1 | Peningkatan risiko dan pertanggungjawaban hukum personal bagi individu yang menjabat sebagai Kepala Teknik Tambang. |
III. ANALISIS MENDALAM ATAS KETENTUAN POKOK DALAM KEPUTUSAN MENTERI ESDM 341/2025
A. Analisis Format Penyusunan RKAB (Lampiran I & II)
Lampiran I dan II Kepmen 341/2025 menyajikan matriks pengajuan data yang sangat komprehensif, mencakup setiap tahapan kegiatan usaha pertambangan, mulai dari Eksplorasi (Lampiran I) hingga Operasi Produksi (Lampiran II).1
- Data Legal dan Administratif (Matrik 1): Matriks ini menuntut informasi terperinci mengenai perizinan, status penggunaan lahan (termasuk Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan/PPKH), dan penunjukan Kepala Teknik Tambang (KTT). Hal ini secara langsung menghubungkan validitas RKAB dengan kepatuhan terhadap perizinan kritis lainnya.
- Data Teknis dan Finansial: Peraturan ini mensyaratkan rincian granular mengenai rencana kegiatan (misalnya, kedalaman dan spasi pengeboran, target produksi per pit) beserta anggaran biayanya. Ini memungkinkan pemerintah untuk melakukan verifikasi silang antara rencana produksi dengan cadangan yang disetujui dan kapasitas finansial perusahaan.
- Pelaporan Sumber Daya dan Cadangan (Matrik 3): Diwajibkan pelaporan sumber daya dan cadangan yang didasarkan pada Studi Kelayakan yang telah disetujui, dan untuk sebagian besar komoditas mineral, harus disertifikasi oleh seorang Competent Person. Ketentuan ini menstandarisasi data geologi dan mencegah perusahaan melebih-lebihkan kapasitas produksi yang tidak didukung oleh data yang valid.
IV. IMPLIKASI HUKUM DAN STRATEGIS BAGI PEMEGANG IUP/IUPK
A. RKAB sebagai Instrumen Pengendalian Negara
Kepmen 341/2025 mengukuhkan peran RKAB sebagai titik sentral di mana seluruh aspek operasional pertambangan—teknis, finansial, lingkungan, sosial, dan fiskal—diintegrasikan dan ditundukkan pada persetujuan negara. Dokumen ini tidak lagi berfungsi sebagai rencana operasional semata, melainkan telah menjadi alat utama bagi pemerintah untuk menegakkan kebijakan pengelolaan produksi nasional, stabilisasi harga komoditas, dan optimalisasi penerimaan negara (PNBP). Peralihan kebijakan untuk menggunakan RKAB guna mengendalikan kelebihan pasokan dan menstabilkan harga telah dikonfirmasi melalui pernyataan-pernyataan Menteri ESDM dan anggota DPR RI.19 Kriteria evaluasi dalam Lampiran III Kepmen 341/2025 secara langsung mengimplementasikan tujuan ini dengan mengaitkan persetujuan volume produksi dengan Studi Kelayakan, batas daya dukung lingkungan, dan kesehatan finansial perusahaan. Lebih jauh lagi, integrasi kepatuhan PNBP dan pajak ke dalam proses evaluasi menunjukkan bahwa RKAB adalah gerbang penegakan hukum utama negara.20 Kegagalan dalam satu aspek saja (misalnya, royalti yang belum dibayar) dapat memicu penghentian operasional total melalui penolakan RKAB, memberikan daya tawar yang sangat besar kepada negara.
B. Konsekuensi Hukum atas Ketidakpatuhan
Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap rezim RKAB yang baru ini sangat berat dan dapat mengancam kelangsungan usaha.
- Larangan Operasi: Konsekuensi paling serius adalah larangan eksplisit untuk melakukan kegiatan pertambangan apapun tanpa RKAB yang telah disetujui. Hal ini ditegaskan dalam berbagai peraturan dan pernyataan resmi.22 Beroperasi tanpa RKAB yang disetujui bukan lagi sekadar pelanggaran administratif; hal tersebut dapat ditafsirkan sebagai kegiatan penambangan ilegal.
- Sanksi atas Kelebihan Kuota: Melakukan produksi yang melebihi kuota yang disetujui dalam RKAB akan memicu sanksi administratif, yang dimulai dengan penghentian sementara kegiatan.22
- Pelanggaran Komitmen: Melanggar komitmen yang dinyatakan dalam pengajuan RKAB (misalnya, menjaminkan IUP, menggunakan kontraktor tidak berizin) dapat mengakibatkan sanksi administratif dan berpotensi menimbulkan pertanggungjawaban direksi karena memberikan pernyataan yang tidak benar.
Tabel Skema Sanksi Administratif Terkait Pelanggaran RKAB
| Dasar Hukum | ||||
|---|---|---|---|---|
| Tidak menyampaikan RKAB | Peringatan Tertulis | Penghentian Sementara | Pencabutan Izin | Permen ESDM 10/2023 (diubah oleh Permen ESDM 15/2024) 23 |
| Melakukan kegiatan tanpa persetujuan RKAB | Penghentian Sementara (tanpa peringatan) | Pencabutan Izin | - | Permen ESDM 10/2023 22 |
| Produksi melebihi kuota RKAB | Penghentian Sementara (tanpa peringatan) | - | - | Permen ESDM 10/2023 22 |
| Tidak melaksanakan kewajiban dalam RKAB | Peringatan Tertulis | Penghentian Sementara | Pencabutan Izin | Permen ESDM 10/2023 25 |
C. Potensi Sengketa dan Upaya Hukum
Risiko hukum yang laten bersumber dari sengketa yang sedang berlangsung mengenai legalitas pendelegasian wewenang persetujuan RKAB dari Menteri kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. Ombudsman RI telah menemukan praktik ini sebagai bentuk maladministrasi, dengan argumen bahwa pendelegasian tersebut memerlukan dasar hukum yang lebih tinggi (Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden) daripada Peraturan Menteri yang ada saat ini.26 Argumentasi hukum Ombudsman adalah bahwa pendelegasian wewenang sepenting ini harus diamanatkan secara eksplisit oleh peraturan setingkat PP atau Perpres, karena kewenangan Menteri itu sendiri berasal dari PP 96/2021.26 Sebaliknya, argumen Kementerian ESDM bersandar pada prinsip-prinsip umum pendelegasian dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.28 Hal ini menciptakan area abu-abu hukum. Apabila pengadilan menguatkan pandangan Ombudsman, setiap RKAB yang disetujui oleh Direktur Jenderal dapat dinyatakan tidak sah secara hukum. Konsekuensinya, kegiatan operasional perusahaan secara retroaktif dapat dianggap ilegal, menciptakan liabilitas kontinjen yang masif. Risiko ini diperparah oleh penyelidikan kasus korupsi yang sedang berlangsung terkait proses persetujuan RKAB.30
Jika permohonan RKAB ditolak secara tidak wajar, perusahaan dapat menempuh upaya hukum administratif, termasuk mengajukan keberatan kepada Menteri atau gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dengan dalih bahwa penolakan tersebut bersifat sewenang-wenang atau bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).32 Catatan pengadilan menunjukkan bahwa dokumen terkait RKAB sering menjadi bukti sentral dalam sengketa pertambangan.33
V. YURISPRUDENSI DAN PRESEDEN HUKUM TERKAIT
Meskipun yurisprudensi yang secara spesifik menafsirkan penolakan RKAB berdasarkan Kepmen 341/2025 belum terbentuk mengingat kebaruannya, preseden dari sengketa administrasi pertambangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memberikan panduan yang jelas mengenai potensi upaya hukum.
Peran Sentral PTUN dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)
PTUN merupakan forum yudisial utama untuk menantang keputusan pejabat administrasi negara (beschikking), termasuk penolakan permohonan RKAB. Dalam mengadili sengketa, PTUN tidak hanya menguji kepatuhan keputusan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tekstual, tetapi juga terhadap Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).32 Asas-asas ini, seperti asas kepastian hukum, asas kecermatan, dan larangan bertindak sewenang-wenang, menjadi dasar bagi hakim untuk menilai kewajaran dan keabsahan suatu keputusan.
Preseden dari Sengketa IUP
Yurisprudensi terkait pencabutan atau sengketa Izin Usaha Pertambangan (IUP) sangat relevan. Dalam beberapa kasus, pengadilan telah membatalkan keputusan pencabutan IUP yang dianggap sewenang-wenang atau tidak memiliki dasar yang kuat.
- Putusan PTUN Jakarta Nomor 3/G/2023/PTUN.JKT: Dalam kasus ini, PTUN Jakarta membatalkan pencabutan IUP milik PT Karya Murni Sejati 27. Majelis Hakim berpendapat bahwa perusahaan telah membuktikan pemenuhan kewajiban-kewajibannya sesuai peraturan, sehingga tindakan pencabutan izin oleh pemerintah dianggap tidak cermat dan tidak adil.32 Putusan ini menjadi preseden penting yang menunjukkan bahwa pemegang izin yang patuh memiliki perlindungan hukum terhadap tindakan administratif yang tidak berdasar.
- Putusan PTUN Kendari Nomor 22/G/2021/PTUN.KDI: Kasus ini menyoroti sengketa tumpang tindih wilayah izin usaha pertambangan. Meskipun tidak secara langsung terkait RKAB, putusan ini menegaskan peran pengadilan dalam meninjau secara cermat proses dan dasar penerbitan izin oleh pemerintah.34 Hal ini mengindikasikan bahwa proses evaluasi RKAB, yang merupakan bagian dari pelaksanaan izin, juga dapat ditinjau secara yudisial untuk memastikan tidak ada cacat prosedur atau penyalahgunaan wewenang.
RKAB sebagai Objek Bukti dalam Perkara Hukum
Signifikansi hukum dokumen RKAB ditegaskan oleh penggunaannya sebagai alat bukti utama dalam berbagai proses peradilan, termasuk perkara pidana. Dalam Putusan PN Kendari Nomor 7/Pid.Pra/2021/PN Kdi, dokumen RKAB, notulen rapat evaluasi, serta surat-surat persetujuan dan pembatalan RKAB menjadi barang bukti sentral dalam penyelidikan.33 Hal ini menunjukkan bahwa setiap catatan terkait proses pengajuan dan evaluasi RKAB memiliki bobot hukum yang tinggi dan dapat menjadi penentu dalam sengketa di kemudian hari.
Berdasarkan preseden-preseden ini, dapat disimpulkan bahwa penolakan RKAB yang didasarkan pada evaluasi yang tidak cermat, diskriminatif, atau melanggar AUPB memiliki potensi besar untuk dibatalkan melalui gugatan di PTUN. Kunci keberhasilan upaya hukum tersebut terletak pada kemampuan perusahaan untuk mendokumentasikan secara teliti dan komprehensif pemenuhan seluruh kriteria yang disyaratkan dalam Kepmen 341/2025.
VI. REKOMENDASI STRATEGIS DAN LANGKAH-LANGKAH MITIGASI RISIKO
A. Panduan Praktis Penyusunan Dokumen RKAB
- Penyelarasan Dokumen: Pastikan keselarasan yang cermat antara data dalam RKAB, Studi Kelayakan yang disetujui, dan AMDAL. Setiap diskrepansi akan menjadi sinyal bahaya bagi evaluator.
- Sertifikasi Competent Person: Libatkan Competent Person bersertifikat sejak dini untuk menyusun pernyataan sumber daya dan cadangan.
- Proyeksi Keuangan: Siapkan model keuangan yang kuat untuk membenarkan proyeksi NPM dan kelayakan finansial operasi.
- Audit Kewajiban: Lakukan audit internal penuh atas seluruh pembayaran PNBP dan penerimaan negara lainnya untuk memastikan tidak ada kewajiban yang terutang sebelum pengajuan.
B. Strategi Proaktif dalam Proses Evaluasi
- Pendekatan Proaktif: Perlakukan pengajuan RKAB bukan sebagai formalitas administratif, melainkan sebagai awal dari proses interaksi regulasi.
- Komunikasi Terbuka: Jaga jalur komunikasi yang terbuka dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk menjawab pertanyaan dari evaluator secara cepat dan akurat.
- Dokumentasi: Dokumentasikan semua komunikasi dan revisi untuk membangun rekam jejak administratif yang jelas.
C. Rekomendasi Tata Kelola Internal
- Pengawasan Direksi: Dewan Direksi harus mendapatkan pengarahan penuh dan memberikan persetujuan atas isi RKAB, terutama terkait komitmen-komitmen yang mengikat.
- Sistem Pemantauan: Bentuk sistem pemantauan internal untuk melacak kinerja terhadap RKAB yang disetujui, khususnya volume produksi dan realisasi anggaran PPM.
- Pemberdayaan KTT: Pastikan KTT didukung dengan sumber daya yang memadai dan diberdayakan untuk memenuhi tanggung jawab keselamatan yang telah dideklarasikannya.
D. Mitigasi Risiko Hukum Terkait Pembiayaan Proyek
Larangan mutlak untuk menggunakan IUP/IUPK sebagai agunan secara fundamental mengubah kelayakan pendanaan (bankability) proyek pertambangan di Indonesia dan menuntut pergeseran paradigma dalam struktur pembiayaan. Pembiayaan proyek pertambangan bersifat padat modal, dan lembaga pemberi pinjaman memerlukan paket jaminan yang kuat, dengan aset utama—yaitu hak menambang (IUP)—sebagai agunan inti. Klausul Non-Agunan dalam Kepmen 341/2025 1 menghilangkan agunan inti ini. Pemberi pinjaman sekarang harus mengandalkan bentuk-bentuk jaminan alternatif yang seringkali lebih lemah. Hal ini meningkatkan profil risiko mereka, yang akan berujung pada biaya pinjaman yang lebih tinggi, perjanjian kredit (covenants) yang lebih ketat, atau bahkan penolakan langsung untuk mendanai proyek tanpa sponsor yang kuat.
Strategi mitigasi yang direkomendasikan meliputi:
- Pembiayaan Korporat: Mengalihkan ketergantungan pada pembiayaan di tingkat perusahaan induk, berdasarkan kekuatan neraca korporat.
- Jaminan Perusahaan Induk: Pemberi pinjaman hampir pasti akan mensyaratkan jaminan tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali (unconditional and irrevocable guarantees) dari perusahaan induk.
- Perjanjian Off-take: Menyusun struktur pembiayaan berbasis perjanjian jual-beli jangka panjang yang bankable dengan pembeli bereputasi, di mana hasil penjualan dapat dialihkan kepada pemberi pinjaman.
- Asuransi Risiko Politik: Memperoleh asuransi risiko politik yang komprehensif untuk menutupi potensi masalah terkait perizinan.
Penasihat hukum harus dilibatkan untuk merestrukturisasi perjanjian pembiayaan yang ada dan merancang struktur pembiayaan baru yang sesuai dengan regulasi ini untuk proyek-proyek di masa depan.
Comprehensive Legal Analysis of the Decree of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 341.K/MB.01/MEM.B/2025 regarding Technical Guidelines for the Implementation of the Work Plan and Budget (RKAB)
I. INTRODUCTION AND EXECUTIVE SUMMARY
This legal memorandum aims to present a comprehensive and in-depth legal analysis of the Decree of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 341.K/MB.01/MEM.B/2025 concerning Technical Guidelines for the Implementation of the Preparation, Evaluation, and Approval of Work Plans and Budgets for Mineral and Coal Mining Business Activities ("Kepmen 341/2025").1
Fundamentally, Kepmen 341/2025 transforms the Work Plan and Budget (RKAB) from a mere procedural planning document into a central instrument of state control and a comprehensive corporate compliance audit. This regulation introduces a highly detailed and standardized format for the submission, evaluation, and approval of RKABs, drastically increasing regulatory oversight. The main implications include a significant increase in legal risks associated with non-compliance, a fundamental challenge to traditional project financing models due to the prohibition on collateralizing mining business licenses, and the formalization of legally binding corporate commitments with direct accountability for company directors and Mine Technical Heads (KTT). This memorandum will dissect these changes, analyze their legal and strategic implications, and provide actionable recommendations for risk mitigation.
II. LEGAL FRAMEWORK AND POSITION OF MEMR DECREE 341/2025
A. Hierarchy of Regulations in the Mineral and Coal Mining Sector
The position and binding force of Kepmen 341/2025 derive from a clear and structured hierarchy of laws and regulations in Indonesia's mining sector.
- Law (Undang-Undang): The primary legal basis is Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, as amended several times, most recently by Law Number 3 of 2020 and Law Number 2 of 2025.2 This law affirms state control over mineral resources and outlines the main obligations of license holders, including the obligation to submit work plans.7
- Government Regulation (Peraturan Pemerintah - PP): The main implementing regulation is Government Regulation Number 96 of 2021 concerning the Implementation of Mineral and Coal Mining Business Activities ("PP 96/2021").8 Article 177 of PP 96/2021 explicitly requires holders of Mining Business Licenses (IUP) and Special Mining Business Licenses (IUPK) to prepare and submit an annual RKAB to obtain Ministerial approval. This article also delegates authority to the Minister to regulate further procedures through a Ministerial Regulation.13
- Ministerial Regulation (Peraturan Menteri - Permen): Kepmen 341/2025 is an implementing regulation for the Minister of EMR Regulation Number 17 of 2025 concerning the Procedures for Preparation, Submission, and Approval of Work Plans and Budgets and Procedures for Reporting the Implementation of Mineral and Coal Mining Business Activities ("Permen 17/2025").14 Permen 17/2025 establishes high-level procedures for RKAB submission, and Article 15 of this regulation mandates the issuance of technical guidelines, which is fulfilled by Kepmen 341/2025. This forms a clear and legally valid chain of authority delegation.
B. Legal Position of a Ministerial Decree (Kepmen)
In the Indonesian state administrative legal system, a Ministerial Decree (Kepmen) is a regulatory instrument (regeling) that provides technical implementation details for a higher regulation (in this case, Permen 17/2025). This decree is binding on all parties subject to its parent regulation, i.e., all mining business license holders. Its function is not to create new legal norms, but to standardize and operationalize existing norms. Therefore, the detailed formats in the appendices of Kepmen 341/2025 are not optional guidelines, but mandatory requirements for a valid RKAB submission.
C. Revocation of Previous Regulations and Comparison
The SIXTH dictum of Kepmen 341/2025 explicitly revokes and declares no longer valid the Minister of EMR Decree Number 373.K/30/MEM/2023 and its amendment, Minister of EMR Decree Number 84.K/30/MEM/2024.1 This action signifies a total replacement of the previous technical framework. All pending and future RKAB submissions must comply with the new, stricter requirements in Kepmen 341/2025. Companies can no longer rely on outdated practices or formats.
Comparison Table: MEMR Decree 341/2025 vs. MEMR Decree 373/2023
| Aspect | MEMR Decree 373.K/30/MEM/2023 (Revoked) | MEMR Decree 341.K/MB.01/MEM.B/2025 (In Effect) | Strategic Implication |
|---|---|---|---|
| Structure and Format | More complex format with many separate matrices for various aspects (e.g., Five-Year Strategic Plan, Use of Funds, Foreign Labor).17 | More concise and integrated format. Some previously separate matrices are now combined or eliminated for efficiency.1 | The preparation process is more focused, but each data point entered becomes more crucial due to its integration. |
| Financial Criteria | Did not explicitly require profitability. Financial evaluation was more general.16 | Requires a positive Net Profit Margin (NPM) as one of the main evaluation criteria, with some limited exceptions.1 | Increased scrutiny of the company's financial health; structurally unprofitable companies are at high risk of RKAB rejection. |
| Legal Commitment (Collateral) | No explicit prohibition and no specific statement regarding the collateralization of IUP/IUPK. | Introduces a legally binding Statement Letter that explicitly prohibits the collateralization of IUP/IUPK and mining commodities as security.1 | Fundamental change to the project financing model, demanding alternative collateral structures and increasing the role of corporate guarantees. |
| Reserve Reporting | Competent Person (CP) statement was a separate matrix.18 | Requires resource and reserve reporting to be based on an approved Feasibility Study and must be certified by a Competent Person (for minerals and coal) as an integral part of the resource balance matrix.1 | Standardizes geological and reserve data, improving accuracy and preventing excessive or unfounded production claims. |
| Social Obligations (PPM) | PPM plan was reported generally in a separate matrix.18 | Requires a Commitment Statement for PPM Implementation with specific budget details as an absolute condition for RKAB approval.1 | Integrates social performance as a non-negotiable operational requirement, strengthening corporate social responsibility. |
| KTT Accountability | KTT commitment was general. | Introduces a specific and legally binding commitment statement, placing personal accountability on the KTT for the mining safety program.1 | Increased legal risk and personal liability for individuals serving as the Mine Technical Head. |
III. IN-DEPTH ANALYSIS OF KEY PROVISIONS IN MEMR DECREE 341/2025
A. Analysis of RKAB Preparation Format (Appendices I & II)
Appendices I and II of Kepmen 341/2025 present a highly comprehensive data submission matrix, covering every stage of mining business activities, from Exploration (Appendix I) to Production Operation (Appendix II).1
- Legal and Administrative Data (Matrix 1): This matrix demands detailed information regarding licenses, land use status (including Forest Area Use Permit/PPKH), and the appointment of the Mine Technical Head (KTT). This directly links the validity of the RKAB to compliance with other critical permits.
- Technical and Financial Data: The regulation requires granular details on planned activities (e.g., drilling depth and spacing, production targets per pit) along with their budgets. This allows the government to cross-verify production plans against approved reserves and the company's financial capacity.
- Resource and Reserve Reporting (Matrix 3): Resource and reserve reporting is required to be based on an approved Feasibility Study, and for most mineral commodities, must be certified by a Competent Person. This provision standardizes geological data and prevents companies from exaggerating production capacity not supported by valid data.
IV. LEGAL AND STRATEGIC IMPLICATIONS FOR IUP/IUPK HOLDERS
A. RKAB as an Instrument of State Control
Kepmen 341/2025 solidifies the role of the RKAB as the central point where all aspects of mining operations—technical, financial, environmental, social, and fiscal—are integrated and subjected to state approval. This document no longer functions merely as an operational plan; it has become the primary tool for the government to enforce national production management policies, commodity price stabilization, and optimization of state revenue (PNBP). The policy shift to use the RKAB to control oversupply and stabilize prices has been confirmed through statements by the Minister of EMR and members of the DPR RI.19 The evaluation criteria in Appendix III of Kepmen 341/2025 directly implement this objective by linking production volume approval to Feasibility Studies, environmental carrying capacity limits, and the company's financial health. Furthermore, the integration of PNBP and tax compliance into the evaluation process shows that the RKAB is the state's main enforcement gateway.20 A failure in just one aspect (e.g., unpaid royalties) can trigger a total operational halt through RKAB rejection, giving the state immense bargaining power.
B. Legal Consequences of Non-Compliance
The consequences of non-compliance with this new RKAB regime are severe and can threaten business continuity.
- Prohibition on Operations: The most serious consequence is the explicit prohibition on conducting any mining activities without an approved RKAB. This is affirmed in various regulations and official statements.22 Operating without an approved RKAB is no longer just an administrative violation; it can be interpreted as illegal mining activity.
- Sanctions for Exceeding Quotas: Producing in excess of the quota approved in the RKAB will trigger administrative sanctions, starting with a temporary suspension of activities.22
- Breach of Commitment: Breaching commitments made in the RKAB submission (e.g., collateralizing an IUP, using unlicensed contractors) can result in administrative sanctions and potentially lead to directors' liability for providing false statements.
Table of Administrative Sanction Scheme Related to RKAB Violations
| Legal Basis | ||||
|---|---|---|---|---|
| Failure to submit RKAB | Written Warning | Temporary Suspension | License Revocation | Permen ESDM 10/2023 (amended by Permen ESDM 15/2024) 23 |
| Conducting activities without RKAB approval | Temporary Suspension (without warning) | License Revocation | - | Permen ESDM 10/2023 22 |
| Production exceeding RKAB quota | Temporary Suspension (without warning) | - | - | Permen ESDM 10/2023 22 |
| Failure to implement obligations in RKAB | Written Warning | Temporary Suspension | License Revocation | Permen ESDM 10/2023 25 |
C. Potential Disputes and Legal Remedies
A latent legal risk arises from the ongoing dispute regarding the legality of the delegation of RKAB approval authority from the Minister to the Director-General of Mineral and Coal. The Ombudsman of the Republic of Indonesia has found this practice to be a form of maladministration, arguing that such delegation requires a higher legal basis (a Government Regulation or Presidential Regulation) than the current Ministerial Regulation.26 The Ombudsman's legal argument is that the delegation of such an important authority must be explicitly mandated by a PP or Perpres-level regulation, as the Minister's authority itself originates from PP 96/2021.26 Conversely, the Ministry of EMR's argument rests on general principles of delegation in the Law on Government Administration.28 This creates a legal gray area. If a court upholds the Ombudsman's view, every RKAB approved by the Director-General could be declared legally invalid. Consequently, the company's operational activities could retroactively be deemed illegal, creating massive contingent liabilities. This risk is compounded by ongoing corruption investigations related to the RKAB approval process.30
If an RKAB application is unreasonably rejected, the company can pursue administrative legal remedies, including filing an objection to the Minister or a lawsuit at the State Administrative Court (PTUN), on the grounds that the rejection was arbitrary or contrary to the General Principles of Good Governance (AUPB).32 Court records show that RKAB-related documents often become central evidence in mining disputes.33
V. JURISPRUDENCE AND RELATED LEGAL PRECEDENTS
Although jurisprudence specifically interpreting RKAB rejections under Kepmen 341/2025 has not yet been established given its novelty, precedents from mining administrative disputes in the State Administrative Court (PTUN) provide clear guidance on potential legal remedies.
Central Role of PTUN and General Principles of Good Governance (AUPB)
PTUN is the primary judicial forum for challenging decisions of state administrative officials (beschikking), including the rejection of RKAB applications. In adjudicating disputes, PTUN not only tests the decision's compliance with applicable laws and regulations textually, but also against the General Principles of Good Governance (AUPB).32 These principles, such as the principle of legal certainty, the principle of carefulness, and the prohibition against arbitrary action, form the basis for judges to assess the reasonableness and legality of a decision.
Precedents from IUP Disputes
Jurisprudence related to the revocation or dispute of Mining Business Licenses (IUP) is highly relevant. In several cases, courts have annulled IUP revocation decisions deemed arbitrary or lacking a strong basis.
- PTUN Jakarta Decision Number 3/G/2023/PTUN.JKT: In this case, PTUN Jakarta annulled the revocation of PT Karya Murni Sejati 27's IUP. The panel of judges held that the company had proven its compliance with its obligations under the regulations, thus the government's action of revoking the license was deemed not careful and unfair.32 This decision sets an important precedent showing that compliant license holders have legal protection against baseless administrative actions.
- PTUN Kendari Decision Number 22/G/2021/PTUN.KDI: This case highlighted a dispute over overlapping mining license areas. Although not directly related to RKAB, this decision affirms the court's role in carefully reviewing the process and basis for the issuance of licenses by the government.34 This indicates that the RKAB evaluation process, which is part of the license implementation, can also be judicially reviewed to ensure there are no procedural flaws or abuses of power.
RKAB as an Object of Evidence in Legal Cases
The legal significance of RKAB documents is underscored by their use as primary evidence in various judicial proceedings, including criminal cases. In the Kendari District Court Decision Number 7/Pid.Pra/2021/PN Kdi, RKAB documents, evaluation meeting minutes, as well as RKAB approval and cancellation letters became central pieces of evidence in the investigation.33 This demonstrates that all records related to the RKAB submission and evaluation process carry high legal weight and can be decisive in future disputes.
Based on these precedents, it can be concluded that an RKAB rejection based on an incautious, discriminatory, or AUPB-violating evaluation has a high potential to be annulled through a lawsuit at PTUN. The key to the success of such legal action lies in the company's ability to meticulously and comprehensively document its fulfillment of all criteria required in Kepmen 341/2025.
VI. STRATEGIC RECOMMENDATIONS AND RISK MITIGATION MEASURES
A. Practical Guidance for RKAB Document Preparation
- Document Alignment: Ensure meticulous alignment between the data in the RKAB, the approved Feasibility Study, and the AMDAL. Any discrepancy will be a red flag for evaluators.
- Competent Person Certification: Engage a certified Competent Person early on to prepare the resource and reserve statement.
- Financial Projections: Prepare a robust financial model to justify NPM projections and the financial viability of the operation.
- Obligation Audit: Conduct a full internal audit of all PNBP payments and other state revenues to ensure no outstanding obligations exist before submission.
B. Proactive Strategy in the Evaluation Process
- Proactive Approach: Treat the RKAB submission not as an administrative formality, but as the beginning of a regulatory interaction process.
- Open Communication: Maintain open lines of communication with the Directorate General of Mineral and Coal to answer evaluators' questions quickly and accurately.
- Documentation: Document all communications and revisions to build a clear administrative record.
C. Internal Governance Recommendations
- Board Oversight: The Board of Directors must be fully briefed on and provide approval for the RKAB content, especially regarding binding commitments.
- Monitoring System: Establish an internal monitoring system to track performance against the approved RKAB, particularly production volumes and PPM budget realization.
- KTT Empowerment: Ensure the KTT is supported with adequate resources and empowered to fulfill their declared safety responsibilities.
D. Mitigating Legal Risks Related to Project Financing
The absolute prohibition on using IUP/IUPK as collateral fundamentally changes the bankability of mining projects in Indonesia and demands a paradigm shift in financing structures. Mining project financing is capital-intensive, and lenders require a strong security package, with the primary asset—the right to mine (IUP)—as the core collateral. The Non-Collateral Clause in Kepmen 341/2025 1 eliminates this core collateral. Lenders must now rely on alternative, often weaker, forms of security. This increases their risk profile, which will lead to higher borrowing costs, stricter loan covenants, or even outright refusal to finance projects without a strong sponsor.
Recommended mitigation strategies include:
- Corporate Financing: Shifting reliance to financing at the parent company level, based on the strength of the corporate balance sheet.
- Parent Company Guarantees: Lenders will almost certainly require unconditional and irrevocable guarantees from the parent company.
- Off-take Agreements: Structuring financing based on bankable long-term sales agreements with reputable buyers, where sales proceeds can be assigned to the lender.
- Political Risk Insurance: Obtaining comprehensive political risk insurance to cover potential licensing-related issues.
Legal counsel must be involved to restructure existing financing agreements and design new financing structures that comply with this regulation for future projects.
关于能源和矿产资源部长第 341.K/MB.01/MEM.B/2025 号关于工作计划和预算 (RKAB) 实施技术指南的法令的综合法律分析
I. 引言和执行摘要
本法律备忘录旨在对能源和矿产资源部长第 341.K/MB.01/MEM.B/2025 号关于矿产和煤炭开采业务活动工作计划和预算的编制、评估和批准实施技术指南的法令("Kepmen 341/2025")1 进行全面而深入的法律分析。
从根本上说,Kepmen 341/2025 将工作计划和预算 (RKAB) 从一个单纯的程序性规划文件转变为国家控制的核心工具和全面的企业合规审计。该法规为 RKAB 的提交、评估和批准引入了一种高度详细和标准化的格式,极大地加强了监管监督。其主要影响包括:与不合规相关的法律风险显著增加;由于禁止将采矿业务许可证作为抵押,对传统的项目融资模式构成了根本性挑战;以及具有法律约束力的公司承诺的正式化,公司董事和矿山技术负责人 (KTT) 将承担直接责任。本备忘录将剖析这些变化,分析其法律和战略影响,并为风险缓解提供可操作的建议。
II. 法律框架和能源与矿产资源部第 341/2025 号法令的地位
A. 矿产和煤炭开采部门的法规层级
Kepmen 341/2025 的地位和约束力源于印度尼西亚采矿业清晰且结构化的法律法规层级。
- 法律 (Undang-Undang): 主要法律依据是 2009 年第 4 号关于矿产和煤炭开采的法律,该法律经过多次修订,最近一次是 2020 年第 3 号法律和 2025 年第 2 号法律。2 该法律确认了国家对矿产资源的控制权,并规定了许可证持有者的主要义务,包括提交工作计划的义务。7
- 政府条例 (Peraturan Pemerintah - PP): 主要的实施条例是 2021 年第 96 号关于实施矿产和煤炭开采业务活动的政府条例 ("PP 96/2021")。8 PP 96/2021 第 177 条明确要求采矿业务许可证 (IUP) 和特殊采矿业务许可证 (IUPK) 的持有者编制并提交年度 RKAB 以获得部长批准。该条款还授权部长通过部长条例进一步规范程序。13
- 部长条例 (Peraturan Menteri - Permen): Kepmen 341/2025 是能源与矿产资源部长 2025 年第 17 号条例的实施条例,该条例涉及工作计划和预算的编制、提交和批准程序以及矿产和煤炭开采业务活动实施情况的报告程序 ("Permen 17/2025")。14 Permen 17/2025 确立了 RKAB 提交的高级别程序,该条例第 15 条授权发布技术指南,Kepmen 341/2025 即履行了这一授权。这构成了一个清晰且合法的授权链。
B. 部长令 (Kepmen) 的法律地位
在印度尼西亚的国家行政法律体系中,部长令 (Kepmen) 是一种监管工具 (regeling),为更高级别的法规(在本例中为 Permen 17/2025)提供技术实施细则。该法令对其母法规所约束的所有各方(即所有采矿业务许可证持有者)具有约束力。其功能不是创造新的法律规范,而是将现有规范标准化和可操作化。因此,Kepmen 341/2025 附录中的详细格式不是可选指南,而是有效提交 RKAB 的强制性要求。
C. 以往法规的废除与比较
Kepmen 341/2025 的第六项指令明确废除并宣布能源与矿产资源部长第 373.K/30/MEM/2023 号法令及其修正案,即能源与矿产资源部长第 84.K/30/MEM/2024 号法令,不再有效。1 这一行动标志着对先前技术框架的彻底替代。所有待处理和未来的 RKAB 提交都必须遵守 Kepmen 341/2025 中更严格的新要求。公司不能再依赖过时的做法或格式。
比较表:MEMR 第 341/2025 号法令 vs. MEMR 第 373/2023 号法令
| 方面 | MEMR 第 373.K/30/MEM/2023 号法令 (已废除) | MEMR 第 341.K/MB.01/MEM.B/2025 号法令 (生效) | 战略影响 |
|---|---|---|---|
| 结构和格式 | 格式更复杂,有许多针对不同方面的独立矩阵(例如,五年战略计划、资金使用、外籍劳工)。17 | 格式更简洁、更集成。一些以前独立的矩阵现在被合并或删除以提高效率。1 | 编制过程更加集中,但由于其集成性,输入的每个数据点都变得更加关键。 |
| 财务标准 | 没有明确要求盈利能力。财务评估更为笼统。16 | 要求正的净利润率 (NPM) 作为主要评估标准之一,只有少数有限的例外。1 | 加强对公司财务健康的审查;结构性亏损的公司将面临 RKAB 被拒的高风险。 |
| 法律承诺(抵押) | 没有明确禁止,也没有关于 IUP/IUPK 抵押的具体声明。 | 引入具有法律约束力的声明书,明确禁止将 IUP/IUPK 和矿产品作为担保品。1 | 对项目融资模式的根本性改变,需要替代性担保结构,并增加了公司担保的作用。 |
| 储量报告 | 合资格人士 (CP) 声明是一个独立的矩阵。18 | 要求资源和储量报告必须基于已批准的可行性研究,并且必须由合资格人士(针对矿产和煤炭)认证,作为资源平衡矩阵的一个组成部分。1 | 标准化地质和储量数据,提高准确性,防止过度或无根据的生产声明。 |
| 社会义务 (PPM) | PPM 计划在独立的矩阵中进行一般性报告。18 | 要求提供具有具体预算细节的 PPM 实施承诺声明,作为 RKAB 批准的绝对条件。1 | 将社会绩效作为一项不可协商的运营要求进行整合,加强了企业社会责任。 |
| KTT 问责制 | KTT 的承诺是一般性的。 | 引入了具体且具有法律约束力的承诺声明,将采矿安全计划的个人责任归于 KTT。1 | 担任矿山技术负责人的个人的法律风险和个人责任增加。 |
III. 对 MEMR 第 341/2025 号法令关键条款的深入分析
A. RKAB 编制格式分析(附录 I 和 II)
Kepmen 341/2025 的附录 I 和 II 提供了一个非常全面的数据提交矩阵,涵盖了采矿业务活动的每个阶段,从勘探(附录 I)到生产运营(附录 II)。1
- 法律和行政数据(矩阵 1): 该矩阵要求提供有关许可证、土地使用状况(包括林区使用许可证/PPKH)和矿山技术负责人 (KTT) 任命的详细信息。这直接将 RKAB 的有效性与对其他关键许可证的遵守情况联系起来。
- 技术和财务数据: 该法规要求提供有关计划活动(例如,钻井深度和间距,每个采场的生产目标)及其预算的详细信息。这使得政府能够将生产计划与批准的储量和公司的财务能力进行交叉验证。
- 资源和储量报告(矩阵 3): 资源和储量报告必须基于已批准的可行性研究,并且对于大多数矿产品,必须由合资格人士认证。该规定规范了地质数据,防止公司夸大没有有效数据支持的生产能力。
IV. 对 IUP/IUPK 持有者的法律和战略影响
A. RKAB 作为国家控制的工具
Kepmen 341/2025 巩固了 RKAB 作为中心点的作用,采矿作业的所有方面——技术、财务、环境、社会和财政——都在此整合并接受国家批准。该文件不再仅仅作为运营计划;它已成为政府执行国家生产管理政策、稳定商品价格和优化国家收入 (PNBP) 的主要工具。能源与矿产资源部长和国会议员的声明证实了利用 RKAB 控制供应过剩和稳定价格的政策转变。19 Kepmen 341/2025 附录 III 中的评估标准通过将生产量批准与可行性研究、环境承载能力限制和公司的财务健康状况相联系,直接实施了这一目标。此外,将 PNBP 和税务合规性纳入评估过程表明,RKAB 是国家的主要执法门户。20 仅在一个方面出现问题(例如,未支付特许权使用费)就可能通过拒绝 RKAB 引发全面停产,这给了国家巨大的议价能力。
B. 不合规的法律后果
不遵守这一新 RKAB 制度的后果是严重的,并可能威胁到业务的连续性。
- 禁止运营: 最严重的后果是明确禁止在没有批准的 RKAB 的情况下进行任何采矿活动。各项法规和官方声明都证实了这一点。22 在没有批准的 RKAB 的情况下运营不再仅仅是行政违规;它可能被解释为非法采矿活动。
- 对超额生产的处罚: 生产超过 RKAB 批准的配额将引发行政处罚,首先是暂时停止活动。22
- 违反承诺: 违反在 RKAB 提交中所做的承诺(例如,抵押 IUP、使用未经许可的承包商)可能导致行政处罚,并可能因提供虚假陈述而导致董事承担责任。
与 RKAB 违规相关的行政处罚方案表
| 法律依据 | ||||
|---|---|---|---|---|
| 未提交 RKAB | 书面警告 | 暂时中止 | 吊销许可证 | Permen ESDM 10/2023 (由 Permen ESDM 15/2024 修订) 23 |
| 未经 RKAB 批准进行活动 | 暂时中止 (无警告) | 吊销许可证 | - | Permen ESDM 10/2023 22 |
| 生产超过 RKAB 配额 | 暂时中止 (无警告) | - | - | Permen ESDM 10/2023 22 |
| 未履行 RKAB 中的义务 | 书面警告 | 暂时中止 | 吊销许可证 | Permen ESDM 10/2023 25 |
C. 潜在争议和法律补救措施
一个潜在的法律风险来自于目前关于将 RKAB 批准权从部长下放给矿产和煤炭总司长的合法性的持续争议。印度尼西亚共和国监察员发现这种做法是一种渎职行为,认为这种授权需要比现行部长条例更高的法律依据(政府条例或总统条例)。26 监察员的法律论点是,如此重要权力的下放必须由 PP 或 Perpres 级别的法规明确授权,因为部长本身的权力也源于 PP 96/2021。26 相反,能源与矿产资源部的论点则基于《政府行政法》中关于授权的一般原则。28 这就造成了一个法律灰色地带。如果法院支持监察员的观点,那么总司长批准的每一份 RKAB 都可能被宣布为法律上无效。因此,公司的运营活动可能会被追溯为非法,从而产生巨大的或有负债。与 RKAB 批准过程相关的持续腐败调查加剧了这一风险。30
如果 RKAB 申请被不合理拒绝,公司可以寻求行政法律补救措施,包括向部长提出异议或向国家行政法院 (PTUN) 提起诉讼,理由是该拒绝是任意的或违反了善政的一般原则 (AUPB)。32 法院记录显示,与 RKAB 相关的文件经常成为采矿纠纷的核心证据。33
V. 相关的判例和法律先例
尽管鉴于 Kepmen 341/2025 的新颖性,尚未形成专门解释根据该法令拒绝 RKAB 的判例,但国家行政法院 (PTUN) 的采矿行政纠纷先例为潜在的法律补救措施提供了明确的指导。
PTUN 的核心作用与善政的一般原则 (AUPB)
PTUN 是质疑国家行政官员决定 (beschikking) 的主要司法论坛,包括拒绝 RKAB 申请。在裁决纠纷时,PTUN 不仅从文本上审查该决定是否符合适用的法律法规,还会根据善政的一般原则 (AUPB) 进行审查。32 这些原则,如法律确定性原则、审慎原则和禁止任意行事原则,是法官评估决定合理性和合法性的基础。
IUP 纠纷的先例
与采矿业务许可证 (IUP) 撤销或纠纷相关的判例具有高度相关性。在一些案件中,法院撤销了被认为是任意或缺乏充分依据的 IUP 撤销决定。
- PTUN 雅加达法院第 3/G/2023/PTUN.JKT 号判决: 在此案中,PTUN 雅加达法院撤销了对 PT Karya Murni Sejati 27 的 IUP 的撤销。合议庭认为,该公司已证明其履行了法规规定的义务,因此政府撤销许可证的行为被认为是不审慎和不公平的。32 该判决开创了一个重要先例,表明合规的许可证持有者享有免受无根据的行政行为侵害的法律保护。
- PTUN 肯达里法院第 22/G/2021/PTUN.KDI 号判决: 此案突显了关于采矿许可证区域重叠的争议。虽然与 RKAB 没有直接关系,但该判决确认了法院在仔细审查政府颁发许可证的过程和依据方面的作用。34 这表明,作为许可证实施一部分的 RKAB 评估过程,也可以受到司法审查,以确保没有程序缺陷或滥用权力。
RKAB 作为法律案件中的证据对象
RKAB 文件在各种司法程序(包括刑事案件)中被用作主要证据,这突显了其法律重要性。在肯达里地方法院第 7/Pid.Pra/2021/PN Kdi 号判决中,RKAB 文件、评估会议纪要以及 RKAB 批准和取消函成为调查的核心证据。33 这表明,与 RKAB 提交和评估过程相关的所有记录都具有很高的法律分量,并可能在未来的纠纷中起决定性作用。
基于这些先例,可以得出结论,基于不审慎、歧iscriminatory, 或违反 AUPB 的评估而拒绝 RKAB,很有可能通过向 PTUN 提起诉讼而被撤销。此类法律行动成功的关键在于公司是否有能力一丝不苟地、全面地证明其满足了 Kepmen 341/2025 中规定的所有标准。
VI. 战略建议和风险缓解措施
A. RKAB 文件编制实用指南
- 文件一致性: 确保 RKAB 中的数据、批准的可行性研究和 AMDAL 之间保持严格一致。任何差异都将成为评估者的危险信号。
- 合资格人士认证: 尽早聘请经过认证的合资格人士来编制资源和储量声明。
- 财务预测: 准备一个强有力的财务模型,以证明 NPM 预测和运营的财务可行性。
- 义务审计: 对所有 PNBP 付款和其他国家收入进行全面的内部审计,确保在提交前不存在任何未尽义务。
B. 评估过程中的主动策略
- 主动方法: 将 RKAB 提交视为监管互动过程的开始,而不仅仅是行政手续。
- 开放沟通: 与矿产和煤炭总局保持开放的沟通渠道,以便快速准确地回答评估者的问题。
- 文件记录: 记录所有沟通和修订,以建立清晰的行政记录。
C. 内部治理建议
- 董事会监督: 董事会必须充分了解并批准 RKAB 的内容,特别是关于具有约束力的承诺。
- 监控系统: 建立内部监控系统,以跟踪对照批准的 RKAB 的绩效,特别是产量和 PPM 预算的实现情况。
- KTT 赋权: 确保 KTT 获得足够的资源支持,并被授权履行其已声明的安全责任。
D. 缓解与项目融资相关的法律风险
绝对禁止使用 IUP/IUPK 作为抵押品,这从根本上改变了印度尼西亚采矿项目的可融资性 (bankability),并要求融资结构发生范式转变。采矿项目融资是资本密集型的,贷方需要强大的担保方案,其中主要资产——即采矿权 (IUP)——是核心抵押品。Kepmen 341/2025 1 中的非抵押条款取消了这一核心抵押品。贷方现在必须依赖其他形式的担保,而这些担保往往较弱。这增加了他们的风险状况,将导致更高的借贷成本、更严格的贷款契约,甚至在没有强大发起人的情况下直接拒绝为项目融资。
推荐的缓解策略包括:
- 公司融资: 转向依赖母公司层面的融资,基于公司资产负债表的实力。
- 母公司担保: 贷方几乎肯定会要求母公司提供无条件且不可撤销的担保。
- 承购协议: 基于与信誉良好的买方签订的可融资的长期销售协议来构建融资结构,其中销售收益可以转让给贷方。
- 政治风险保险: 获得全面的政治风险保险,以覆盖与许可相关的潜在问题。
必须让法律顾问参与进来,重组现有的融资协议,并为未来的项目设计符合该法规的新融资结构。
-
Bilingual Regulation
Peraturan OJK No. 44 tahun 2024 – Bilingual – Indonesia-English Version – Rahasia Bank
Rp400,000.00Original price was: Rp400,000.00.Rp100,000.00Current price is: Rp100,000.00.
Link to ESDM Regulation below in blue (click)
Contact us should you have any further queries
via Whatsapp (call or chat), or email contact@andzaribrahim.com

