KONSOLIDASI Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (trilingual, EN-ID-CH)

KONSOLIDASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018

KONSOLIDASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2018

TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Update: Mei 2025

SEBAGAIMANA DIUBAH OLEH:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 20211
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 20252

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

  1. bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah;
  2. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;
  3. bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Ini merupakan Konsiderans dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang telah mengalami perubahan.

Mengingat:

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601).

Ini merupakan Dasar Hukum dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang telah mengalami perubahan.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:

  1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa yang dibiayai oleh APBN/APBD/APB Desa yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
  2. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
  3. Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
  4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
  5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  6. 5a. Institusi Lainnya adalah institusi yang menggunakan APBN dan/atau APBD selain Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa.
  7. 5b. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.
  8. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  9. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
  10. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
  11. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
  12. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
  13. 10a. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
  14. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
  15. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
  16. Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
  17. Dihapus.
  18. Dihapus.
  19. Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
  20. Penyelenggara Swakelola adalah tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola.
  21. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil Negara dan Non-Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  22. 18a. Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
  23. 18b. Personel selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya adalah prajurit Tentara Nasional Indonesia/anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia/Aparatur Sipil Negara pada Kementerian/Lembaga yang dikecualikan memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
  24. 18c. Sertifikat Kompetensi adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari proses penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.
  25. 18d. Sertifikat Kompetensi PPK adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari proses penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sebagai PPK yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.
  26. Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.
  27. Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan Barang/jasa pemerintah.
  28. Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
  29. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.
  30. Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh Barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian Lembaga/Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat.
  31. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
  32. Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD.
  33. Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh Barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha.
  34. Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  35. Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan Barang/jasa berdasarkan Kontrak.
  36. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna Barang.
  37. 29a. Produk adalah Barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha.
  38. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
  39. Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu di berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.
  40. Jasa Lainnya adalah jasa nonkonsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
  41. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga Barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai.
  42. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
  43. Pembelian secara Elektronik dari Pelaku Usaha atau Pelaksana Swakelola yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian/memperoleh Barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.
  44. Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
  45. Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
  46. Pengadaan Barang/Jasa Internasional adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD termasuk yang sumber pendanaannya baik sebagian atau seluruhnya melalui pinjaman luar negeri/hibah luar negeri yang terbuka bagi Pelaku Usaha nasional dan Pelaku Usaha asing.
  47. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
  48. Pengadaan Langsung Barang/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  49. 40a. Pengadaan Langsung Pekerjaan Konstruksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Pekerjaan Konstruksi yang bernilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  50. Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  51. E-reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang.
  52. Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia.
  53. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia atau pelaksana Swakelola.
  54. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
  55. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
  56. 46a. Produk Dalam Negeri adalah Barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, menggunakan seluruh atau sebagian tenaga kerja warga negara Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan baku atau komponen yang seluruh atau sebagian berasal dari dalam negeri.
  57. 46b. Produk Ramah Lingkungan Hidup adalah Barang dan jasa termasuk teknologi yang telah menerapkan prinsip pelestarian, perlindungan, dan pengelolaan lingkungan hidup.
  58. Dihapus.
  59. Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
  60. Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya dalam jangka waktu tertentu.
  61. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis dan menciptakan good corporate governance tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial dalam keseluruhan siklus penggunaannya.
  62. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa dengan menggabungkan kebutuhan Barang/jasa untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien.
  63. Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam Kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
  64. Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP.
  65. Dihapus.
Pasal 2
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:

  1. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa yang menggunakan anggaran belanja yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD/APB Desa;
  2. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD/APB Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri; dan/atau
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
Pasal 3
(1)
Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
  1. Barang;
  2. Pekerjaan Konstruksi;
  3. Jasa Konsultansi; dan
  4. Jasa Lainnya.
(2)
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3)
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
  1. Swakelola; dan/atau
  2. Penyedia.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, PRINSIP, DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Tujuan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 4
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021

Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:

  1. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
  2. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
  3. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi;
  4. meningkatkan peran Pelaku Usaha nasional;
  5. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
  6. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
  7. mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan berusaha; dan
  8. meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 5
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:

  1. meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif;
  3. memperkuat kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
  4. mengembangkan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa;
  5. menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik;
  6. mendorong penggunaan Barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia;
  7. memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan usaha menengah;
  8. mendorong pelaksanaan Penelitian dan industri kreatif serta memanfaatkan hasil invensi dan inovasi/hasil Penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
  9. melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan.
Bagian Ketiga
Prinsip Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 6

Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut:

  1. efisien;
  2. efektif;
  3. transparan;
  4. terbuka;
  5. bersaing;
  6. adil; dan
  7. akuntabel.
Bagian Keempat
Etika Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 7
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
  1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
  3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
  4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
  5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
  6. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
  7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
  8. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:
  1. direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama;
  2. konsultan perencana/pengawas dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya bertindak sebagai pelaksana Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;
  3. konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;
  4. pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya;
  5. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau
  6. beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama yang memenuhi kriteria Pemilik Manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
BAB III
PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 8
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021

Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

  1. PA;
  2. KPA;
  3. PPK;
  4. Pejabat Pengadaan;
  5. Pokja Pemilihan;
  6. Agen Pengadaan;
  7. dihapus;
  8. Penyelenggara Swakelola; dan
  9. Penyedia.
Bagian Kedua
Pengguna Anggaran
Pasal 9
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
  2. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan;
  3. menetapkan perencanaan pengadaan;
  4. menetapkan dan mengumumkan RUP;
  5. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
  6. menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal;
  7. f1. menetapkan pengenaan Sanksi Daftar Hitam;
  8. f2. menyesuaikan prosedur/tata cara/tahapan, metode, jenis Kontrak, dan/atau bentuk Kontrak pada proses pengadaan dengan pertimbangan untuk mengisi kekosongan hukum dan/atau mengatasi stagnasi pemerintahan guna kemanfaatan dan kepentingan umum;
  9. menetapkan PPK;
  10. menetapkan Pejabat Pengadaan;
  11. dihapus;
  12. menetapkan Penyelenggara Swakelola;
  13. menetapkan tim teknis;
  14. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui sayembara/kontes;
  15. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal;
  16. menetapkan pemenang untuk metode pemilihan:
    1. Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
    2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f2 kepada KPA.
Bagian Ketiga
Kuasa Pengguna Anggaran
Pasal 10
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai pelimpahan dari PA.
(2)
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab sanggah banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi.
(3)
KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
  2. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(4)
KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
(5)
KPA pada Pengadaan Barang/Jasa dapat melaksanakan tugas PPK.
(6)
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki pengetahuan tentang pengadaan barang dan jasa serta PPK.
Bagian Keempat
Pejabat Pembuat Komitmen
Pasal 11
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
  3. menetapkan spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja;
  4. menetapkan rancangan Kontrak;
  5. menetapkan HPS;
  6. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  7. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  8. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  9. menginput e-Kontrak dan mengendalikan Kontrak;
  10. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
  11. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
  12. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan;
  13. menilai kinerja Penyedia;
  14. menetapkan tim pendukung;
  15. menetapkan tim ahli atau tenaga ahli, dan
  16. menetapkan surat penunjukan Penyedia Barang/jasa.
(2)
Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPM melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
  2. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(2a)
PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memiliki Sertifikat Kompetensi PPM sesuai dengan tipologinya.
(3)
Dalam hal tidak ada penetapan PPM pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m.
(4)
PPTK yang melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPK.
(5)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyusun rencana aksi pemenuhan PPK ber-Sertifikat Kompetensi PPK sesuai tipologinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan rencana aksi pemenuhan PPK ber-Sertifikat Kompetensi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur bersama-sama oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan Kepala Lembaga.
Bagian Kelima
Pejabat Pengadaan
Pasal 12

Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d memiliki tugas:

  1. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
  2. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  3. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
  4. melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Bagian Keenam
Kelompok Kerja Pemilihan
Pasal 13
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas:
  1. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia kecuali Pengadaan Langsung dan E-purchasing dengan pembelian langsung;
  2. dihapus; dan
  3. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:
    1. Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
    2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai pagu anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang.
(3)
Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal.
(4)
Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim ahli atau tenaga ahli.
Bagian Ketujuh
Agen Pengadaan
Pasal 14
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan atau PPK.
(3)
Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedelapan
Pejabat/Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan
Pasal 15
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021

Dihapus.

Bagian Kesembilan
Penyelenggara Swakelola
Pasal 16
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas.
(2)
Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya.
(3)
Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran.
(4)
Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola.
(5)
Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
Bagian Kesepuluh
Penyedia
Pasal 17
(1)
Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas:
  1. pelaksanaan Kontrak;
  2. kualitas barang/jasa;
  3. ketepatan perhitungan jumlah atau volume;
  4. ketepatan waktu penyerahan; dan
  5. ketepatan tempat penyerahan.
BAB IV
PERENCANAAN PENGADAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan Pengadaan
Pasal 18
(1)
Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Perencanaan pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif.
(3)
Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
(4)
Perencanaan pengadaan terdiri atas:
  1. Perencanaan pengadaan melalui Swakelola; dan/atau
  2. Perencanaan pengadaan melalui Penyedia.
(5)
Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi:
  1. penetapan tipe Swakelola;
  2. penyusunan spesifikasi teknis/KAK; dan
  3. penyusunan perkiraan biaya/ Rencana Anggaran Biaya (RAB).
(6)
Tipe Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
  1. Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran;
  2. Tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
  3. Tipe III yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; atau
  4. Tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
(7)
Perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi:
  1. penyusunan spesifikasi teknis/KAK;
  2. penyusunan perkiraan biaya/RAB;
  3. pemaketan Pengadaan Barang/Jasa;
  4. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan
  5. penyusunan biaya pendukung.
(8)
Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP.
Bagian Kedua
Spesifikasi Teknis/Kerangka Acuan Kerja
Pasal 19
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
PPE dalam menyusun spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja Barang/jasa menggunakan:
  1. Produk Dalam Negeri;
  2. Produk bersertifikat Standar Nasional Indonesia;
  3. Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri; dan
  4. Produk Ramah Lingkungan Hidup.
(1a)
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja Barang/jasa menggunakan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menyesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri sebagaimana tercantum dalam daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
(2)
Dalam penyusunan spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja dimungkinkan penyebutan merek terhadap:
  1. komponen Barang/jasa;
  2. suku cadang;
  3. bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau
  4. Barang/jasa dalam katalog elektronik.
(3)
Pemenuhan penggunaan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang tersedia.
(4)
Produk Ramah Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menggunakan Barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup.
Bagian Ketiga
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 20
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada:
  1. keluaran atau hasil;
  2. volume Barang/jasa;
  3. ketersediaan Barang/jasa;
  4. kemampuan Pelaku Usaha; dan/atau
  5. ketersediaan anggaran belanja.
(2)
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang:
  1. menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;
  2. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dipisahkan;
  3. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh Usaha Kecil; dan/atau
  4. memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi.
(3)
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/jasa, PPK wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) nilai anggaran belanja Barang/jasa untuk menggunakan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
Pasal 20A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Strategi pemaketan untuk Pekerjaan Konstruksi dapat berupa penyediaan sumber daya oleh pemilik pekerjaan (supplied by owner).

Pasal 20B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Penyediaan sumber daya untuk Pekerjaan Konstruksi dapat disediakan oleh pemilik pekerjaan meliputi:
  1. bahan baku, material, dan Barang sudah terstandar;
  2. bahan baku, material, dan Barang untuk mendukung bangunan permanen;
  3. bahan baku, material, dan Barang untuk 1 (satu) paket atau beberapa paket Pekerjaan Konstruksi;
  4. peralatan untuk menunjang Pekerjaan Konstruksi; dan/atau
  5. Barang dan jasa dalam Pekerjaan Konstruksi yang ditangani oleh Penyedia jasa spesialis.
(2)
Penyediaan sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
  1. E-purchasing; dan/atau
  2. pemesanan berdasarkan Kontrak payung.
Bagian Keempat
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 21
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, dan/atau persiapan pemilihan Penyedia pada Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia.
(2)
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, dan/atau UKPBJ.
(3)
Kepala LKPP melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa secara nasional dan dapat menyerahkan tugas dan kewenangan kepada menteri kepala lembaga.
Bagian Kelima
Pengumuman Rencana Umum Pengadaan
Pasal 22
(1)
Pengumuman RUP Kementerian/ Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja.
(2)
Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3)
Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).
(4)
Pengumuman RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, surat kabar, dan/atau media lainnya.
(5)
Pengumuman RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) / Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
BAB V
PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Persiapan Swakelola
Pasal 23
(1)
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB.
(2)
Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA.
(3)
Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut:
  1. Tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/ KPA;
  2. Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
  3. Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan Ormas pelaksana Swakelola; atau
  4. Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
(4)
Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/ peralatan/ bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri.
(5)
Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I dan jumlah tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Tim Pelaksana.
(6)
Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam KAK kegiatan/ subkegiatan/ output.
(7)
Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK.
Pasal 24
(1)
Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola.
(2)
PA dapat mengusulkan standar biaya masukan/keluaran Swakelola kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau kepala daerah.
Bagian Kedua
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia
Pasal 25

Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh PPK meliputi kegiatan:

  1. menetapkan HPS;
  2. menetapkan rancangan kontrak;
  3. menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau
  4. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga.
Pasal 26
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2)
Nilai HPS bersifat tidak rahasia.
(3)
Rincian HPS bersifat rahasia.
(4)
Dihapus.
(5)
HPS digunakan sebagai:
  1. alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan;
  2. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya;
  3. penentuan besaran jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, dan jaminan sanggah banding;
  4. penentuan batasan persyaratan personel manajerial dan peralatan utama dalam Pekerjaan Konstruksi; dan
  5. penentuan penerbit jaminan.
(6)
HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara.
(7)
Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan pagu anggaran paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan Tender pekerjaan terintegrasi.
(8)
Dihapus.
Pasal 27
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Lainnya terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. harga satuan;
  3. gabungan lumsum dan harga satuan;
  4. Kontrak payung;
  5. biaya plus imbalan; dan
  6. Kontrak berbasis kinerja.
(2)
Jenis Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. harga satuan;
  3. gabungan lumsum dan harga satuan;
  4. putar kunci;
  5. biaya plus imbalan;
  6. modifikasi putar kunci;
  7. Kontrak payung; dan
  8. Kontrak berbasis kinerja.
(3)
Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. waktu penugasan;
  3. Kontrak payung; dan
  4. Kontrak berbasis kinerja.
(4)
Jenis Kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. putar kunci;
  3. modifikasi putar kunci; dan
  4. Kontrak berbasis kinerja.
(5)
Kontrak lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a merupakan Kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. risiko ditanggung oleh Penyedia;
  2. berorientasi kepada keluaran; dan
  3. pembayaran didasarkan pada tahapan Produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak.
(6)
Kontrak harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani;
  2. pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan
  3. nilai akhir Kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan.
(7)
Kontrak gabungan lumsum dan harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan lumsum dan harga satuan dalam 1 (saw) pekerjaan yang diperjanjikan.
(8)
Kontrak payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ayat (2) huruf g, dan ayat (3) huruf c dapat berupa Kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk:
  1. Barang/jasa yang dibutuhkan oleh beberapa PPK untuk Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya;
  2. Barang/jasa yang dibutuhkan secara berulang; dan/atau
  3. Barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengiriman/waktu pelaksanaan pada saat Kontrak ditandatangani.
(9)
Kontrak putar kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan ayat (4) huruf b merupakan suatu perjanjian mengenai pembangunan suatu proyek dalam hal Penyedia setuju untuk membangun proyek tersebut secara lengkap sampai selesai termasuk pemasangan semua perlengkapannya sehingga proyek tersebut siap dioperasikan atau dihuni.
(9a)
Kontrak modifikasi putar kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dan ayat (4) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit memuat:
  1. jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan
  2. pembayaran dapat dilakukan secara bertahap setelah Pekerjaan Konstruksi selesai termasuk pemasangan semua perlengkapan sehingga siap dioperasikan atau dimanfaatkan sesuai kesepakatan dalam Kontrak.
(10)
Kontrak biaya plus imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf e merupakan jenis Kontrak yang digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam rangka penanganan keadaan darurat dengan nilai Kontrak merupakan perhitungan dari biaya aktual ditambah imbalan dengan persentase tetap atas biaya aktual atau imbalan dengan jumlah tetap.
(10a)
Kontrak berbasis kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, ayat (2) huruf h, ayat (3) huruf d, dan ayat (4) huruf d merupakan Kontrak atas dicapainya suatu tingkat pelayanan tertentu.
(11)
Kontrak berdasarkan waktu penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan.
(12)
Kontrak tahun jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa:
  1. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan;
  2. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 1 (satu) tahun anggaran; atau
  3. pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan paling lama 3 (tiga) tahun anggaran.
Pasal 27A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
PPK dapat menggunakan selain jenis Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan.
(2)
PPK dalam menetapkan jenis Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan prinsip efisien, efektif dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Bentuk Kontrak terdiri atas:
  1. bukti pembelian/pembayaran;
  2. kuitansi;
  3. surat perintah kerja;
  4. surat perjanjian; dan
  5. surat/bukti pesanan.
(2)
Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(3)
Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(4)
Surat perintah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(5)
Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah), dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(6)
Surat/bukti pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing.
(6a)
Dalam hal Kontrak menggunakan Kontrak lumsum, bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan rincian dokumen pendukung kontrak.
(7)
Ketentuan mengenai bukti pendukung untuk masing-masing bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Pasal 29
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan.
(2)
Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi untuk nilai Kontrak antara Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  2. paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi dengan nilai Kontrak lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
  3. paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi dengan nilai kontrak lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
  4. paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari nilai Kontrak untuk non-Usaha Mikro dan Usaha Kecil dan Penyedia Jasa Konsultansi; atau
  5. paling tinggi 15% (lima belas persen) dari nilai Kontrak untuk Kontrak tahun jamak.
(3)
Pemberian uang muka dicantumkan pada rancangan Kontrak yang terdapat dalam Dokumen Pemilihan.
Pasal 30
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
  1. jaminan penawaran;
  2. jaminan sanggah banding;
  3. jaminan pelaksanaan;
  4. jaminan uang muka; dan
  5. jaminan pemeliharaan.
(2)
Jaminan penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pekerjaan terintegrasi.
(2a)
Jaminan sanggah banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pekerjaan terintegrasi.
(3)
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bank garansi atau surety bond.
(4)
Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat:
  1. tidak bersyarat;
  2. mudah dicairkan; dan
  3. harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima.
(5)
Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan jaminan penawaran, jaminan sanggah banding, jaminan pelaksanaan, dan jaminan pemeliharaan.
(6)
Jaminan dari bank umum, perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan.
(7)
Perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan perusahaan penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 31
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai HPS paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai HPS.
(3)
Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara terintegrasi, Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran.
Pasal 32
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai HPS.
(2)
Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran.
Pasal 33
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)
Jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal:
  1. Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia dikuasai oleh pengguna; atau
  2. dihapus.
(3)
Besaran nilai jaminan pelaksanaan sebagai berikut:
  1. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai HPS, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Kontrak; atau
  2. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai HPS.
(4)
Besaran nilai jaminan pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi sebagai berikut:
  1. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai pagu anggaran, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Kontrak; atau
  2. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai pagu anggaran, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai pagu anggaran.
(5)
Jaminan pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi.
Pasal 34
(1)
Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d diserahkan Penyedia kepada PPK senilai uang muka.
(2)
Nilai Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan sisa uang muka yang diterima.
Pasal 35
(1)
Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e diberlakukan untuk Pekerjaan Konstruksi atau Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan, dalam hal Penyedia menerima uang retensi pada serah terima pekerjaan pertama (Provisional Hand Over).
(2)
Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai.
(3)
Besaran nilai Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak.
Pasal 36
(1)
Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan barang hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.
(2)
Sertifikat Garansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh produsen.
Pasal 37
(1)
Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak dengan jenis Kontrak Harga Satuan atau Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan; dan
  2. tata cara penghitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kontrak.
(2)
Persyaratan dan tata cara penghitungan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan;
  2. penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada huruf a diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan;
  3. penyesuaian harga satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak;
  4. penyesuaian harga satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan, biaya tidak langsung (overhead cost), dan harga satuan timpang sebagaimana tercantum dalam penawaran;
  5. penyesuaian harga satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut;
  6. jenis pekerjaan baru dengan harga satuan baru sebagai akibat adanya adendum kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak adendum kontrak tersebut ditandatangani; dan
  7. indeks yang digunakan dalam hal pelaksanaan Kontrak terlambat disebabkan oleh kesalahan Penyedia adalah indeks terendah antara jadwal kontrak dan realisasi pekerjaan.
BAB VI
PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI SWAKELOLA
Bagian Kesatu
Pelaksanaan
Pasal 47
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. PA/ KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli;
  2. penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan
  3. dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
(2)
Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. PA/KPA dapat melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan
  2. PPK menandatangani Kontrak dengan ketua tim pelaksana Swakelola.
(3)
Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Ormas.
(4)
Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat.
(5)
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe III sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan Barang/jasa yang diperoleh melalui Penyedia.
(6)
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe I, tipe II, dan tipe III dapat dilakukan melalui E-purchasing.
(7)
Apabila dalam pelaksanaan Swakelola membutuhkan material/ bahan/alat, maka wajib menggunakan material/ bahan/alat yang merupakan Produk Dalam Negeri dan/atau Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
(8)
Pembelian material/ bahan/alat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan metode E-purchasing.
(9)
Pembelian material/ bahan/alat dengan metode E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (8), untuk Swakelola tipe III dan tipe IV dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesiapan pelaksanaan Swakelola.
(10)
Pembelian material/bahan/alat dengan metode E-purchasing pada Swakelola tipe III dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun setelah Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
Bagian Kedua
Pembayaran Swakelola
Pasal 48

Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Pasal 49
(1)
Tim Pelaksana melaporkan kemajuan pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan kepada PPK secara berkala.
(2)
Tim Pelaksana menyerahkan hasil pekerjaan Swakelola kepada PPK dengan Berita Acara Serah Terima.
(3)
Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Tim Pengawas secara berkala.
BAB VII
PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI PENYEDIA
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
Pasal 50
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/ Seleksi meliputi:
  1. pelaksanaan kualifikasi;
  2. pengumuman dan/atau undangan;
  3. pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pemilihan;
  4. pemberian penjelasan;
  5. penyampaian dokumen penawaran;
  6. evaluasi dokumen penawaran;
  7. penetapan dan pengumuman pemenang; dan
  8. sanggah.
(2)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan sanggah banding.
(3)
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai.
(4)
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender cepat dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. peserta telah terkualifikasi dalam sistem informasi kinerja Penyedia;
  2. peserta menyampaikan penawaran harga;
  3. evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan
  4. penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah.
(5)
Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Barang/jasa apabila tersedia dalam katalog elektronik.
(5a)
Pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam hal:
  1. tidak dapat memenuhi kebutuhan dari aspek volume, spesifikasi teknis, waktu, lokasi, dan/atau layanan; atau
  2. berdasarkan pertimbangan lebih efisien dan/atau efektif jika dilaksanakan dengan metode selain E-purchasing.
(5b)
Pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) dilakukan berdasarkan penilaian PPK.
(5c)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) dan ayat (5b) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(6)
Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai negosiasi teknis maupun harga.
(7)
Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:
  1. pembelian pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau
  2. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan surat perintah kerja.
(8)
Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan.
(9)
Untuk Barang/jasa yang Kontrak-nya harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah:
  1. penetapan pagu anggaran Kementerian/ Lembaga; atau
  2. persetujuan rencana kerja dan anggaran Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10)
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi sistem informasi RUP.
(11)
Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode E-reverse Auction.
Bagian Kedua
Tender/Seleksi Gagal
Pasal 51
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Prakualifikasi gagal dalam hal:
  1. setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau
  2. jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta.
(2)
Tender/Seleksi gagal dalam hal:
  1. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi;
  2. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;
  3. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran;
  4. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;
  5. seluruh peserta terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;
  6. seluruh peserta terindikasi melakukan persekongkolan/persaingan usaha tidak sehat;
  7. seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS;
  8. negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai;
  9. Pokja Pemilihan/PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme; dan/atau
  10. alokasi anggaran dalam dokumen anggaran yang telah disahkan tidak tersedia dalam daftar isian pelaksanaan anggaran/dokumen pelaksanaan anggaran tahun anggaran untuk pengadaan yang mendahului persetujuan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau rencana kerja dan anggaran Perangkat Daerah oleh dewan perwakilan rakyat daerah.
(3)
Tender cepat gagal dalam hal:
  1. tidak ada peserta atau hanya 1 (satu) peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;
  2. pemenang atau pemenang cadangan tidak ada yang menghadiri verifikasi data kualifikasi;
  3. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;
  4. seluruh peserta terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;
  5. seluruh peserta terindikasi melakukan persekongkolan/persaingan usaha tidak sehat; dan/atau
  6. Pokja Pemilihan/PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.
(4)
Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan.
(5)
Tender/ Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dan huruf j dinyatakan oleh PA/KPA.
(6)
Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan:
  1. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau
  2. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan seperti proses Penunjukan Langsung.
(7)
Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan:
  1. evaluasi ulang;
  2. a.1. penyampaian penawaran ulang; atau
  3. Tender/Seleksi ulang.
(8)
Evaluasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran.
(8a)
Penyampaian penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a1, dilakukan dalam hal Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d pada Tender dengan Prakualifikasi atau Seleksi Jasa Konsultansi badan usaha.
(9)
Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf i.
(10)
Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/ KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria:
  1. kebutuhan tidak dapat ditunda; dan
  2. tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/ Seleksi.
(11)
Tindak lanjut dari Tender cepat gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender cepat dan melakukan Tender cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1).
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Kontrak
Pasal 52
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pelaksanaan Kontrak terdiri atas:
  1. penetapan surat penunjukan Penyedia Barang/jasa;
  2. penandatanganan Kontrak;
  3. pemberian uang muka;
  4. pembayaran prestasi pekerjaan;
  5. perubahan Kontrak;
  6. penyesuaian harga;
  7. penghentian Kontrak atau berakhirnya Kontrak;
  8. pemutusan Kontrak;
  9. serah terima hasil pekerjaan; dan/atau
  10. penanganan Keadaan Kahar.
(2)
PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai APBN/APBD.
(3)
Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan membutuhkan material/ bahan/alat, maka wajib menggunakan material/bahan/alat yang merupakan Produk Dalam Negeri dan/atau Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri sesuai yang tercantum dalam dokumen penawaran.
Bagian Keempat
Pembayaran Prestasi Pekerjaan
Pasal 53
(1)
Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada Penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi, dan denda.
(2)
Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) digunakan sebagai Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi atau Jaminan Pemeliharaan Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan.
(3)
Dalam hal Penyedia menyerahkan sebagian pekerjaan kepada subkontraktor, permintaan pembayaran harus dilengkapi bukti pembayaran kepada subkontraktor sesuai dengan realisasi pekerjaannya.
(4)
Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk:
  1. pembayaran bulanan;
  2. pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan / termin; atau
  3. pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan.
(5)
Pembayaran dapat dilakukan sebelum prestasi pekerjaan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dilakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum barang/jasa diterima, setelah Penyedia menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan.
(6)
Pembayaran dapat dilakukan untuk peralatan dan/atau bahan yang belum terpasang yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang berada di lokasi pekerjaan dan telah dicantumkan dalam Kontrak.
(7)
Ketentuan mengenai pembayaran sebelum prestasi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Perubahan Kontrak
Pasal 54
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan Kontrak, yang meliputi:
  1. menambah atau mengurangi volume yang tercantum dalam Kontrak;
  2. menambah dan/atau mengurangi jenis kegiatan;
  3. mengubah spesifikasi teknis sesuai dengan kondisi lapangan; dan/atau
  4. mengubah jadwal pelaksanaan.
(2)
Dalam hal perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan penambahan nilai Kontrak, perubahan Kontrak dilaksanakan dengan ketentuan penambahan nilai Kontrak akhir tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam Kontrak awal.
(3)
Dalam hal perubahan Kontrak disebabkan adanya keadaan darurat, maka ketentuan penambahan nilai Kontrak akhir dapat melebihi 10% (sepuluh persen) berdasarkan persetujuan dari PA.
Bagian Keenam
Keadaan Kahar
Pasal 55
(1)
Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat dihentikan.
(2)
Dalam hal pelaksana dan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak.
(3)
Perpanjangan waktu untuk penyelesaian Kontrak disebabkan keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran.
(4)
Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam Kontrak.
Bagian Ketujuh
Penyelesaian Kontrak
Pasal 56
(1)
Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.
(2)
Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan.
(3)
Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran.
Bagian Kedelapan
Serah Terima Hasil Pekerjaan
Pasal 57
(1)
Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/jasa.
(2)
PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan.
(3)
PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima.
Pasal 58
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA.
(2)
Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
BAB VIII
PENGADAAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Penanganan Keadaan Darurat
Pasal 59
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Penanganan keadaan darurat dilakukan untuk keselamatan/perlindungan masyarakat atau warga negara Indonesia yang berada di dalam negeri dan/atau luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan harus dilakukan segera.
(2)
Keadaan darurat meliputi:
  1. bencana alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial;
  2. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan;
  3. kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik;
  4. bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri; dan/atau
  5. pemberian bantuan kemanusiaan kepada daerah di Indonesia atau negara lain yang terkena bencana.
(3)
Penetapan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.
(5)
Untuk penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menunjuk Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
(6)
Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi permanen, dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun waktu keadaan darurat.
(7)
Penanganan keadaan darurat yang hanya bisa diatasi dengan konstruksi permanen, penyelesaian pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat.
Bagian Kedua
Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri
Pasal 60
(1)
Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
(2)
Dalam hal ketentuan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di negara setempat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri setelah berkonsultasi dengan LKPP.
Bagian Ketiga
Pengecualian
Pasal 61
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini:
  1. Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum/badan layanan umum daerah;
  2. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan / atau
  4. Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
(1a)
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(2)
Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum/badan layanan umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2a)
Dalam hal badan layanan umum/badan layanan umum daerah belum memiliki peraturan Pengadaan Barang/Jasa tersendiri, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum/badan layanan umum daerah berpedoman pada Peraturan Presiden ini.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Keempat
Penelitian
Pasal 62
(1)
Penelitian dilakukan oleh:
  1. PA/ KPA pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penyelenggara penelitian; dan
  2. pelaksana penelitian.
(2)
Penyelenggara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kewenangan:
  1. menetapkan rencana strategis penelitian yang mengacu pada arah pengembangan penelitian nasional;
  2. menetapkan program penelitian tahunan yang mengacu pada rencana strategis penelitian dan/atau untuk mendukung perumusan dan penyusunan kebijakan pembangunan nasional; dan
  3. melakukan penjaminan mutu pelaksanaan penelitian.
(3)
Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
  1. Individu/kumpulan individu meliputi Pegawai Aparatur Sipil Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara;
  2. Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah;
  3. Perguruan Tinggi;
  4. Ormas; dan/atau
  5. Badan Usaha.
(4)
Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi atau penugasan.
(5)
Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui seleksi proposal penelitian.
(6)
Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh penyelenggara penelitian untuk penelitian yang bersifat khusus.
(7)
Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian.
(8)
Penelitian dapat dilakukan dengan kontrak penelitian selama 1 (satu) Tahun Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran.
(9)
Pembayaran pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kontrak penelitian.
(10)
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak penelitian.
(11)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.
Bagian Kelima
Pengadaan Barang/Jasa Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri
Pasal 63
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat dilaksanakan untuk:
  1. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
  2. Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
  3. Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); atau
  4. Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh lembaga penjamin kredit ekspor atau kreditor swasta asing.
(2)
Dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu dan memenuhi persyaratan, Pengadaan Barang/Jasa Internasional dilaksanakan untuk nilai kurang dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.
(2a)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan ketentuan mengenai:
  1. alih teknologi/pengetahuan;
  2. penggunaan tenaga ahli/tenaga teknis nasional; dan/atau
  3. penggunaan Barang/jasa lain dari dalam negeri.
(3)
Badan usaha asing yang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha nasional dalam bentuk konsorsium, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya.
(4)
Badan usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri meliputi namun tidak terbatas pada pembuatan suku cadang dan/atau pelaksanaan pelayanan purnajual.
(5)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional diumumkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan situs web komunitas internasional.
(6)
Dokumen Pemilihan melalui Pengadaan Barang/Jasa Internasional paling sedikit ditulis dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
(7)
Dalam hal terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dokumen yang ber-Bahasa Indonesia dijadikan acuan.
(8)
Pembayaran Kontrak melalui Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat menggunakan mata uang Rupiah dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri atau turunan perjanjian/dokumen lain yang berkaitan dengan perjanjian sebagai bagian dari persyaratan pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri serta ketentuan asal (country of origin) Barang dan jasa.
(2)
Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum disepakatinya perjanjian pinjaman luar negeri (advance procurement).
(3)
Dalam menyusun perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikonsultasikan kepada LKPP.
Bagian Keenam
Pengadaan Barang/Jasa Desa
Pasal 64A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa desa dilaksanakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa sesuai dengan kewenangan desa.
(2)
Kewenangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengutamakan Penyedia di desa setempat dan penggunaan material yang ada di desa.
Pasal 64B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa desa dilakukan melalui Swakelola dengan pemberdayaan masyarakat desa.
(2)
Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa desa tidak dapat dilaksanakan secara Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengadaan Barang/Jasa desa dilakukan melalui Penyedia dengan ketentuan:
  1. Penyedia merupakan Penyedia Barang/jasa di desa setempat;
  2. dalam hal Penyedia Barang/jasa di desa setempat tidak tersedia, maka dapat dilakukan melalui Penyedia Barang/jasa di desa sekitar dalam kabupaten/kota yang sama; atau
  3. dalam hal Penyedia Barang/jasa di desa sekitar tidak tersedia maka dapat dilakukan melalui Penyedia lainnya.
(3)
Pengadaan Barang/Jasa desa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui metode E-purchasing.
(5)
Dalam hal metode E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum dapat dilaksanakan, Pengadaan Barang/Jasa desa dapat dilakukan dengan metode pemilihan lainnya untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
Pasal 64C
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengadaan Barang/Jasa desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64A dan Pasal 64B diatur dengan peraturan bupati/wali kota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(2)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan mengenai tujuan, kebijakan, prinsip, etika, pelaku, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan pengadaan, sumber daya manusia dan kelembagaan, serta pembinaan dan pengawasan.
BAB IX
USAHA KECIL, PRODUK DALAM NEGERI, DAN PENGADAAN BERKELANJUTAN
Bagian Kesatu
Peran Serta Usaha Kecil dan Koperasi
Pasal 65
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya wajib menggunakan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
(2)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja Barang/jasa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya.
(3)
Paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) diperuntukkan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(4)
Nilai pagu anggaran pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(5)
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan Pemerintah Daerah memperluas peran serta Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dengan mencantumkan Barang/jasa produksi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dalam katalog elektronik.
(6)
Penyedia usaha non-Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi yang melaksanakan pekerjaan melakukan kerja sama usaha dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya, jika ada Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan.
(7)
Kerja sama dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan.
Bagian Kedua
Penggunaan Produk Dalam Negeri
Pasal 66
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya wajib menggunakan Produk Dalam Negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.
(2)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Produk industri dilakukan dengan ketentuan:
  1. menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) apabila terdapat Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai tingkat komponen dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40% (empat puluh persen);
  2. dalam hal Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai tingkat komponen dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40% (empat puluh persen) sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri paling sedikit 25% (dua puluh lima persen);
  3. dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri kurang dari 25% (dua puluh lima persen); atau
  4. dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri yang telah tercantum dalam sistem informasi industri nasional.
(3)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Produk non-industri, menggunakan Produk Dalam Negeri yang dinyatakan oleh Pelaku Usaha (self declare).
(4)
Dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, dapat menggunakan Produk impor.
(5)
Ketentuan mengenai pemenuhan kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan industri dalam negeri.
(6)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian menyediakan informasi terkait kemampuan industri dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7)
Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tersedia, maka penggunaan Produk impor dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari menteri/kepala lembaga/kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(8)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada industri tertentu di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(9)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jasa konstruksi berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian untuk menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada jasa konstruksi.
(10)
Nilai tingkat komponen dalam negeri dan bobot manfaat perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
(11)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, dan pemilihan Penyedia.
(12)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dicantumkan dalam RUP, spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja, dan/atau Dokumen Pemilihan.
Pasal 67
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Preferensi harga merupakan nilai penyesuaian harga terhadap harga penawaran dalam proses harga evaluasi akhir dalam Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan metode Tender atau E-purchasing dengan metode mini kompetisi:
  1. dengan nilai HPS paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
  2. dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk pekerjaan terintegrasi; atau
  3. dengan nilai pagu paket pengadaan paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk E-purchasing dengan metode mini kompetisi.
(3)
Preferensi harga diberikan pada Pengadaan Barang/Jasa Lainnya melalui metode Tender atau E-purchasing dengan metode mini kompetisi dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. preferensi harga Barang/Jasa Lainnya diberikan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen);
  2. preferensi diberikan terhadap Barang/Jasa Lainnya yang memiliki tingkat komponen dalam negeri paling rendah 25% (dua puluh lima persen);
  3. penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah hasil evaluasi akhir atau kombinasi nilai teknis dan nilai harga hasil evaluasi akhir; dan
  4. dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan nilai hasil evaluasi akhir terendah yang sama, penawaran dengan nilai tingkat komponen dalam negeri lebih besar ditetapkan sebagai pemenang.
(4)
Preferensi harga diberikan pada Pekerjaan Konstruksi melalui metode Tender dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diberikan pada penawaran dari peserta pemilihan terhadap komitmen untuk memenuhi ketentuan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. komitmen untuk memenuhi ketentuan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri hanya pada komponen Barang;
  3. preferensi harga diberikan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) terhadap komitmen tingkat komponen dalam negeri yang lebih besar atau sama dengan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri;
  4. penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah hasil evaluasi akhir atau kombinasi nilai teknis dan nilai harga hasil evaluasi akhir untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi; dan
  5. dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan nilai hasil evaluasi akhir terendah yang sama, penawaran dengan nilai tingkat komponen dalam negeri lebih besar ditetapkan sebagai pemenang.
(5)
Hasil evaluasi akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf d dihitung dengan rumus sebagai berikut:
$HEA = (1 - KP) \times HP$
dengan:
HEA merupakan hasil evaluasi akhir
KP merupakan koefisien preferensi
$KP = $ tingkat komponen dalam negeri x preferensi tertinggi
HP merupakan harga penawaran setelah koreksi aritmatik.
(6)
Untuk Pekerjaan Konstruksi pada Pengadaan Barang/Jasa Internasional, preferensi harga diberikan:
  1. sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) kepada badan usaha nasional di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing; dan
  2. tambahan 5% (lima persen) kepada badan usaha nasional yang melakukan konsorsium dengan badan usaha asing dengan persyaratan leadfirm merupakan badan usaha nasional.
Bagian Ketiga
Pengadaan Berkelanjutan
Pasal 68
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan.
(2)
Aspek berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/atau aspek institusional.
(2a)
Aspek lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. meliputi pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan, kualitas udara, kualitas tanah, kualitas air, dan menggunakan sumber daya alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  2. dituangkan dalam spesifikasi teknis dengan menggunakan Produk Ramah Lingkungan Hidup atau kriteria teknis yang mempertimbangkan aspek lingkungan.
(2b)
Aspek sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kepastian kondisi kerja yang adil, tidak mempekerjakan anak, pemberdayaan komunitas/usaha lokal, kesetaraan dan keberagaman, remunerasi/upah, serta jaminan kesehatan dan keselamatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2c)
Aspek ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penerapan/pencapaian value for money, pemberdayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi, dan pemberdayaan Produk Dalam Negeri.
(2d)
Aspek institusional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), etika bisnis, dan persaingan usaha yang sehat.
(2e)
Pemenuhan aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/atau aspek institusional sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), dan ayat (2d) dituangkan dalam dokumen pengadaan.
(3)
Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh:
  1. PA/KPA dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja dan rancangan Kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa; dan
  3. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen Pemilihan.
BAB X
PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik
Pasal 69
(1)
Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan secara elektronik menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung.
(2)
LKPP mengembangkan SPSE dan sistem pendukung.
Pasal 70
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Ruang lingkup sistem pengadaan secara elektronik terdiri atas:
  1. perencanaan pengadaan;
  2. persiapan pengadaan;
  3. pemilihan Penyedia;
  4. pelaksanaan Kontrak
  5. serah terima pekerjaan;
  6. pengelolaan Penyedia; dan
  7. katalog elektronik.
(2)
Sistem pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki interkoneksi dengan sistem informasi perencanaan, penganggaran, pembayaran, manajemen aset, dan sistem informasi lain yang terkait dengan sistem pengadaan secara elektronik.
(3)
Sistem pendukung sistem pengadaan secara elektronik meliputi:
  1. portal pengadaan nasional;
  2. pengelolaan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
  3. pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum;
  4. pengelolaan peran serta masyarakat;
  5. pengelolaan sumber daya pembelajaran; dan
  6. monitoring dan evaluasi.
Pasal 71
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dilaksanakan dengan memanfaatkan Lokapasar (E-marketplace).
(2)
Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Penyedia berupa katalog elektronik.
(3)
LKPP mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya, asosiasi/perkumpulan, dan/atau Pelaku Usaha.
Pasal 72
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Katalog elektronik merupakan platform elektronik yang memuat informasi Barang/jasa, harga, Penyedia atau pelaksana Swakelola, dan/atau informasi lainnya.
(2)
Pengelolaan katalog elektronik dilaksanakan oleh LKPP atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya.
(3)
Dalam pengelolaan katalog elektronik, Kementerian/Lembaga teknis dapat menilai dan memberikan rekomendasi penghentian dalam sistem transaksi E-purchasing terhadap Produk impor yang memiliki substitusi Produk Dalam Negeri.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Pasal 72A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dihapus.

Pasal 72B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Katalog elektronik dapat digunakan oleh instansi/institusi/Pelaku Usaha/Kelompok Masyarakat/orang perorangan di luar Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan katalog elektronik oleh instansi/institusi/Pelaku Usaha/Kelompok Masyarakat di luar Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedua
Layanan Pengadaan Secara Elektronik
Pasal 73
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik.
(2)
Fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pengelolaan seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa dan infrastrukturnya;
  2. pelaksanaan registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa; dan
  3. pengembangan sistem informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.
(3)
LKPP menetapkan standar layanan, kapasitas, dan keamanan informasi sistem pengadaan secara elektronik dan sistem pendukung.
(4)
LKPP melakukan pembinaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XI
SUMBER DAYA MANUSIA DAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 74
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
  1. sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa;
  2. sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa; dan
  3. sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(3)
Sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(4a)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib memiliki kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(5)
Ketentuan mengenai Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
  1. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa;
  2. Personel Lainnya; dan
  3. Aparatur Sipil Negara selain huruf a dan huruf b.
(2)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan.
(3)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA dalam perencanaan, pengelolaan Kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(3a)
Persyaratan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa memiliki kompetensi PPK diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
(4)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk Kementerian/Lembaga dalam hal:
  1. sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
  2. sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh pegawai Lembaga lainnya yang ditetapkan oleh Kepala LKPP.
(5)
Dalam hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(5a)
Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA dalam perencanaan, pengelolaan Kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(6)
Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki Sertifikat Kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
Dalam hal Personel Lainnya belum memiliki Sertifikat Kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki sertifikat Pengadaan Barang/Jasa tingkat dasar/level-1.
(8)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berkedudukan di UKPBJ.
(9)
Dihapus.
(10)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memprioritaskan dan mengoptimalkan penugasan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan.
(11)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan penghargaan dan pengakuan sebagai sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa menyusun rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
  1. pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
    1. Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; dan
    2. anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
  2. pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(3)
Dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh:
  1. Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa; dan/atau
  2. Agen Pengadaan.
(3a)
Kementerian/Lembaga yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74A ayat (5) menyusun rencana aksi pemenuhan Personel Lainnya.
(3b)
Dalam hal jumlah Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi pada Kementerian/Lembaga yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3a), maka:
  1. pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
    1. Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi; dan
    2. Anggota Pokja Pemilihan dilaksanakan oleh Personel Lainnya yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
  2. pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi, dilakukan oleh Personel Lainnya yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3a) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedua
Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 75
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk 1 (satu) UKPBJ yang memiliki tugas menyelenggarakan dukungan Pengadaan Barang/Jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(1a)
Kementerian/Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah atau luar negeri dapat membentuk satuan pelaksana di bawah UKPBJ sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1b)
Kementerian/Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas pokok di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) melaksanakan fungsi Pengadaan Barang/Jasa pada satuan pelaksana yang dibentuk oleh kementerian yang membidangi urusan luar negeri.
(2)
Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ memiliki fungsi:
  1. pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. pengelolaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik;
  3. pembinaan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa dan kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa;
  4. pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan
  5. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(3)
UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3a)
Kepala UKPBJ wajib memenuhi standar kompetensi jabatan yang mencakup kompetensi teknis di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(3b)
Tugas, fungsi, dan bentuk UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dalam peraturan tentang organisasi dan tata kerja Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(4)
Fungsi pengelolaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah.
(5)
Pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
  1. Kementerian/Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ; atau
  2. Lembaga yang berdasarkan rentang kendali membutuhkan lebih dari 1 (satu) UKPBJ.
(6)
UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melaksanakan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ untuk menuju pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan UKPBJ di Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kriteria pengecualian pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dan pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XII
PENGAWASAN, PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM
Bagian Kesatu
Pengawasan Internal
Pasal 76
(1)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah wajib melakukan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa melalui aparat pengawasan internal pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masing-masing.
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system.
(3)
Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sejak perencanaan, persiapan, pemilihan Penyedia, pelaksanaan Kontrak, dan serah terima pekerjaan.
(4)
Ruang lingkup pengawasan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
  1. pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya;
  2. kepatuhan terhadap peraturan;
  3. pencapaian TKDN;
  4. penggunaan produk dalam negeri;
  5. pencadangan dan peruntukan paket untuk usaha kecil; dan
  6. Pengadaan Berkelanjutan.
(5)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan bersama dengan kementerian teknis terkait dan/atau lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/ daerah dan pembangunan nasional.
(6)
Hasil pengawasan digunakan sebagai alat pengendalian pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Pasal 76A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan dan penggunaan anggaran dalam pelaksanaan program prioritas pemerintah, bantuan pemerintah, dan/atau bantuan Presiden berdasarkan arahan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (5) huruf a dan Pasal 41 ayat (5) huruf a, lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional melakukan pengawasan, menyampaikan rekomendasi perbaikan, dan/atau mengoordinasikan dan melaksanakan sinergi dengan APIP Kementerian/Lembaga.

Bagian Kedua
Pengaduan oleh Masyarakat
Pasal 77
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Masyarakat menyampaikan pengaduan kepada APIP disertai bukti yang faktual, kredibel, dan autentik.
(1a)
Dalam hal terdapat laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat kepada menteri/kepala lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota atau kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, penyelesaian dilakukan dengan mendahulukan proses administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan.
(2)
Aparat penegak hukum yang menerima pengaduan masyarakat berdasarkan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait proses Pengadaan Barang/Jasa wajib meneruskan pengaduan masyarakat kepada APIP untuk ditindaklanjuti sepanjang bukti awal yang disampaikan termasuk wilayah administrasi dan/atau perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya.
(4)
APIP melaporkan hasil tindak lanjut pengaduan kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(5)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah melaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal diyakini adanya indikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme yang merugikan keuangan negara.
(6)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
LKPP mengembangkan sistem pengaduan Pengadaan Barang/Jasa.
Bagian Ketiga
Sanksi
Pasal 78
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Dalam hal peserta pemilihan:
  1. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
  2. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;
  3. terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia;
  4. menawarkan Produk impor untuk Barang Produk Dalam Negeri dengan kategori self declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3); atau
  5. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan,
peserta pemilihan dikenai sanksi administratif.
(2)
Dalam hal pemenang pemilihan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi administratif.
(3)
Dalam hal Penyedia:
  1. tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan, atau dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/jasa;
  2. menyebabkan kegagalan bangunan;
  3. menyerahkan jaminan yang tidak dapat dicairkan;
  4. melakukan kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit;
  5. menyerahkan Barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil audit;
  6. terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak;
  7. menyerahkan Barang dengan nilai tingkat komponen dalam negeri lebih rendah dari nilai tingkat komponen dalam negeri yang tertuang dalam Kontrak;
  8. menyerahkan Barang impor untuk Barang yang seharusnya memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan yang tertuang dalam Kontrak; dan/atau
  9. menyerahkan Produk impor yang seharusnya Produk Dalam Negeri sesuai self declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3),
Penyedia dikenai sanksi administratif.
(4)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa:
  1. sanksi digugurkan dalam pemilihan;
  2. sanksi pencairan jaminan;
  3. Sanksi Daftar Hitam;
  4. sanksi ganti kerugian; dan/atau
  5. sanksi denda.
(4a)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan pada perorangan, badan usaha, dan/atau pengurus badan usaha.
(4b)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(5)
Dihapus.
Pasal 79
(1)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/ KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
(2)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/ KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/ Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
(3)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf c dan Pasal 78 ayat (5) huruf d, ditetapkan oleh PA/ KPA atas usulan PPK.
(4)
Pengenaan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf f ditetapkan oleh PPK dalam Kontrak sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
(5)
Nilai kontrak atau nilai bagian kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
(6)
Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku sejak ditetapkan.
Pasal 80
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Perbuatan atau tindakan Penyedia dalam proses pencantuman katalog berupa:
  1. tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam syarat dan ketentuan Penyedia;
  2. menayangkan Produk Dalam Negeri dengan sertifikat tingkat komponen dalam negeri yang tidak sesuai dengan daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
  3. menayangkan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai komitmen di bawah batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  4. menayangkan Produk impor sebagai Produk Dalam Negeri,
dikenakan sanksi administratif.
(2)
Perbuatan atau tindakan Penyedia dalam E-purchasing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) dan/atau tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam surat/bukti pesanan dikenakan sanksi administratif.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
  1. pemberian surat peringatan;
  2. penghentian dalam sistem transaksi E-purchasing; atau
  3. penurunan pencantuman Penyedia.
(4)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan pada perorangan, badan usaha, dan/atau pengurus badan usaha.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Pasal 80A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Perbuatan atau tindakan calon pelaksana Swakelola dalam proses pencantuman katalog berupa tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam syarat dan ketentuan pelaksana Swakelola dikenakan sanksi administratif.
(2)
Perbuatan atau tindakan calon pelaksana Swakelola dalam E-purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Kontrak Swakelola dikenakan sanksi administratif.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. penghentian dalam sistem transaksi E-purchasing; atau
  2. penurunan pencantuman calon pelaksana Swakelola.
(4)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembatalan sebagai Penyelenggara Swakelola dan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak.
Pasal 81
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c, UKPBJ dapat melaporkan secara pidana.

Pasal 81A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya diberikan penghargaan atau pengenaan sanksi dalam peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri sesuai dengan indeks kepatuhan Produk Dalam Negeri yang diterbitkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
(2)
Pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah merupakan bagian dari capaian atas pengelolaan anggaran pada aspek manfaat berupa kemanfaatan atas penggunaan anggaran terkait dengan peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri.
(3)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya yang tidak memenuhi target penggunaan Produk Dalam Negeri dikenakan sanksi administratif berupa pemberian teguran tertulis.
(4)
Pemberian teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
  1. menteri koordinator/menteri teknis yang memiliki kewenangan pembinaan untuk Kementerian/Lembaga dan Institusi Lainnya; dan
  2. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk Pemerintah Daerah, berdasarkan indeks kepatuhan Produk Dalam Negeri yang diterbitkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
(5)
Pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi dalam peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. untuk Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  2. untuk Instansi Lainnya, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri yang memiliki kewenangan pembinaan teknis Institusi Lainnya.
Pasal 82
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.
(1a)
Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan pada satuan kerja/unit kerja yang bersangkutan yang tidak memenuhi target persentase anggaran untuk penggunaan Produk Dalam Negeri dan/atau penggunaan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(2)
Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2a)
Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) berupa pengurangan terhadap nilai tunjangan kinerja atau terhadap tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, peradilan umum, atau peradilan tata usaha negara.
Bagian Keempat
Daftar Hitam Nasional
Pasal 83
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
PA/KPA menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dalam Daftar Hitam Nasional.
(2)
LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional.
Bagian Kelima
Pelayanan Hukum Bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 84
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa dalam menghadapi permasalahan hukum terkait Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan.
(3)
Pelaku Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Penyedia, Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola, dan Pelaku Usaha yang bertindak sebagai Agen Pengadaan.
Bagian Keenam
Penyelesaian Sengketa Kontrak
Pasal 85
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Penyelesaian sengketa Kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui:
  1. layanan penyelesaian sengketa Kontrak;
  2. arbitrase;
  3. Dewan Sengketa Konstruksi; atau
  4. penyelesaian melalui pengadilan.
(2)
Layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh LKPP.
(3)
Ketentuan mengenai Dewan Sengketa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 86
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dihapus.

Pasal 86A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam hal diperlukan penambahan ketentuan dan proses bisnis di luar Peraturan Presiden ini, Institusi Lainnya dapat mengatur lebih lanjut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini.

Pasal 87
(1)
LKPP mengembangkan sistem dan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan, dengan mempertimbangkan tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Hasil pengembangan sistem dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 88

Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:

  1. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020;
  2. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;
  3. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;
  4. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.
Pasal 89

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:

  1. Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  2. Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak.
Pasal 90
(1)
Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang industri pertahanan.
(2)
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum ada, Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. jenis dan uraian Barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
  2. pelaku pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
  3. perencanaan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
  4. strategi pemaketan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20A dan Pasal 20B;
  5. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
  6. persiapan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pelaksanaan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47;
  7. persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
  8. jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27;
  9. metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41;
  10. metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;
  11. metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalan Pasal 43;
  12. kualifikasi Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44;
  13. jadwal pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;
  14. Dokumen Pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
  15. pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 58;
  16. Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59;
  17. Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63;
  18. penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66;
  19. harga evaluasi akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67;
  20. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74;
  21. sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82;
  22. Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; dan
  23. layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85,
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga.
(2)
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan mekanisme pembayaran, Kepala LKPP berkoordinasi dengan:
  1. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk APBN; atau
  2. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk APBD.
Pasal 92

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 93

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

Pasal 94

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 22 Maret 2018

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

YASONNA H. LAOLY

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 Maret 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

JOKO WIDODO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 33

1 Berlaku pada tanggal 2 Februari 2021

2 Berlaku pada tanggal 30 April 2025.

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025:
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:

  1. Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan pengadaannya telah dilakukan sebelum Peraturan Presiden ini mulai berlaku, dapat dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini;
  2. Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak;
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang sedang dan akan dilaksanakan untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berdasarkan perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri dan/atau turunannya yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian dan/atau turunannya tersebut dan
  4. Barang dan jasa Produk industri yang dinyatakan oleh Pelaku Usaha sebagai Produk Dalam Negeri (self declare) sebelum Peraturan Presiden ini berlaku masih dapat digunakan dalam Pengadaan sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
Link to ESDM Regulation below in blue

Link to ESDM Regulation below in blue (click)

Contact us should you have any further queries

via Whatsapp (call or chat), or email contact@andzaribrahim.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart