KONSOLIDASI Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (trilingual, EN-ID-CH)

KONSOLIDASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018

KONSOLIDASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2018

TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Update: Mei 2025

SEBAGAIMANA DIUBAH OLEH:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 20211
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 20252

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

  1. bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah;
  2. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;
  3. bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Ini merupakan Konsiderans dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang telah mengalami perubahan.

Mengingat:

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601).

Ini merupakan Dasar Hukum dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang telah mengalami perubahan.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:

  1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa yang dibiayai oleh APBN/APBD/APB Desa yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
  2. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
  3. Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
  4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
  5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  6. 5a. Institusi Lainnya adalah institusi yang menggunakan APBN dan/atau APBD selain Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa.
  7. 5b. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.
  8. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  9. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
  10. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
  11. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
  12. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
  13. 10a. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
  14. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
  15. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
  16. Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
  17. Dihapus.
  18. Dihapus.
  19. Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
  20. Penyelenggara Swakelola adalah tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola.
  21. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil Negara dan Non-Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  22. 18a. Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
  23. 18b. Personel selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya adalah prajurit Tentara Nasional Indonesia/anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia/Aparatur Sipil Negara pada Kementerian/Lembaga yang dikecualikan memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
  24. 18c. Sertifikat Kompetensi adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari proses penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.
  25. 18d. Sertifikat Kompetensi PPK adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari proses penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sebagai PPK yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.
  26. Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.
  27. Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan Barang/jasa pemerintah.
  28. Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
  29. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.
  30. Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh Barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian Lembaga/Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat.
  31. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
  32. Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD.
  33. Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh Barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha.
  34. Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  35. Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan Barang/jasa berdasarkan Kontrak.
  36. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna Barang.
  37. 29a. Produk adalah Barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha.
  38. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
  39. Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu di berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.
  40. Jasa Lainnya adalah jasa nonkonsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
  41. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga Barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai.
  42. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
  43. Pembelian secara Elektronik dari Pelaku Usaha atau Pelaksana Swakelola yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian/memperoleh Barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.
  44. Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
  45. Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
  46. Pengadaan Barang/Jasa Internasional adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD termasuk yang sumber pendanaannya baik sebagian atau seluruhnya melalui pinjaman luar negeri/hibah luar negeri yang terbuka bagi Pelaku Usaha nasional dan Pelaku Usaha asing.
  47. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
  48. Pengadaan Langsung Barang/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  49. 40a. Pengadaan Langsung Pekerjaan Konstruksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Pekerjaan Konstruksi yang bernilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  50. Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  51. E-reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang.
  52. Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia.
  53. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia atau pelaksana Swakelola.
  54. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
  55. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
  56. 46a. Produk Dalam Negeri adalah Barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, menggunakan seluruh atau sebagian tenaga kerja warga negara Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan baku atau komponen yang seluruh atau sebagian berasal dari dalam negeri.
  57. 46b. Produk Ramah Lingkungan Hidup adalah Barang dan jasa termasuk teknologi yang telah menerapkan prinsip pelestarian, perlindungan, dan pengelolaan lingkungan hidup.
  58. Dihapus.
  59. Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
  60. Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya dalam jangka waktu tertentu.
  61. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis dan menciptakan good corporate governance tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial dalam keseluruhan siklus penggunaannya.
  62. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa dengan menggabungkan kebutuhan Barang/jasa untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien.
  63. Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam Kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
  64. Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP.
  65. Dihapus.
Pasal 2
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:

  1. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa yang menggunakan anggaran belanja yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD/APB Desa;
  2. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD/APB Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri; dan/atau
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
Pasal 3
(1)
Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
  1. Barang;
  2. Pekerjaan Konstruksi;
  3. Jasa Konsultansi; dan
  4. Jasa Lainnya.
(2)
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3)
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
  1. Swakelola; dan/atau
  2. Penyedia.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, PRINSIP, DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Tujuan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 4
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021

Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:

  1. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
  2. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
  3. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi;
  4. meningkatkan peran Pelaku Usaha nasional;
  5. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
  6. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
  7. mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan berusaha; dan
  8. meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 5
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:

  1. meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif;
  3. memperkuat kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
  4. mengembangkan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa;
  5. menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik;
  6. mendorong penggunaan Barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia;
  7. memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan usaha menengah;
  8. mendorong pelaksanaan Penelitian dan industri kreatif serta memanfaatkan hasil invensi dan inovasi/hasil Penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
  9. melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan.
Bagian Ketiga
Prinsip Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 6

Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut:

  1. efisien;
  2. efektif;
  3. transparan;
  4. terbuka;
  5. bersaing;
  6. adil; dan
  7. akuntabel.
Bagian Keempat
Etika Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 7
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
  1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
  3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
  4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
  5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
  6. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
  7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
  8. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:
  1. direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama;
  2. konsultan perencana/pengawas dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya bertindak sebagai pelaksana Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;
  3. konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;
  4. pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya;
  5. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau
  6. beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama yang memenuhi kriteria Pemilik Manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
BAB III
PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 8
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021

Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

  1. PA;
  2. KPA;
  3. PPK;
  4. Pejabat Pengadaan;
  5. Pokja Pemilihan;
  6. Agen Pengadaan;
  7. dihapus;
  8. Penyelenggara Swakelola; dan
  9. Penyedia.
Bagian Kedua
Pengguna Anggaran
Pasal 9
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
  2. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan;
  3. menetapkan perencanaan pengadaan;
  4. menetapkan dan mengumumkan RUP;
  5. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
  6. menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal;
  7. f1. menetapkan pengenaan Sanksi Daftar Hitam;
  8. f2. menyesuaikan prosedur/tata cara/tahapan, metode, jenis Kontrak, dan/atau bentuk Kontrak pada proses pengadaan dengan pertimbangan untuk mengisi kekosongan hukum dan/atau mengatasi stagnasi pemerintahan guna kemanfaatan dan kepentingan umum;
  9. menetapkan PPK;
  10. menetapkan Pejabat Pengadaan;
  11. dihapus;
  12. menetapkan Penyelenggara Swakelola;
  13. menetapkan tim teknis;
  14. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui sayembara/kontes;
  15. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal;
  16. menetapkan pemenang untuk metode pemilihan:
    1. Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
    2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f2 kepada KPA.
Bagian Ketiga
Kuasa Pengguna Anggaran
Pasal 10
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai pelimpahan dari PA.
(2)
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab sanggah banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi.
(3)
KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
  2. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(4)
KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
(5)
KPA pada Pengadaan Barang/Jasa dapat melaksanakan tugas PPK.
(6)
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki pengetahuan tentang pengadaan barang dan jasa serta PPK.
Bagian Keempat
Pejabat Pembuat Komitmen
Pasal 11
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
  3. menetapkan spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja;
  4. menetapkan rancangan Kontrak;
  5. menetapkan HPS;
  6. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  7. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  8. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  9. menginput e-Kontrak dan mengendalikan Kontrak;
  10. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
  11. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
  12. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan;
  13. menilai kinerja Penyedia;
  14. menetapkan tim pendukung;
  15. menetapkan tim ahli atau tenaga ahli, dan
  16. menetapkan surat penunjukan Penyedia Barang/jasa.
(2)
Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPM melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
  2. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(2a)
PPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memiliki Sertifikat Kompetensi PPM sesuai dengan tipologinya.
(3)
Dalam hal tidak ada penetapan PPM pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m.
(4)
PPTK yang melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPK.
(5)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyusun rencana aksi pemenuhan PPK ber-Sertifikat Kompetensi PPK sesuai tipologinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan rencana aksi pemenuhan PPK ber-Sertifikat Kompetensi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur bersama-sama oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan Kepala Lembaga.
Bagian Kelima
Pejabat Pengadaan
Pasal 12

Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d memiliki tugas:

  1. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
  2. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  3. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
  4. melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Bagian Keenam
Kelompok Kerja Pemilihan
Pasal 13
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas:
  1. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia kecuali Pengadaan Langsung dan E-purchasing dengan pembelian langsung;
  2. dihapus; dan
  3. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:
    1. Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
    2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai pagu anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang.
(3)
Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal.
(4)
Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim ahli atau tenaga ahli.
Bagian Ketujuh
Agen Pengadaan
Pasal 14
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan atau PPK.
(3)
Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedelapan
Pejabat/Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan
Pasal 15
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021

Dihapus.

Bagian Kesembilan
Penyelenggara Swakelola
Pasal 16
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas.
(2)
Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya.
(3)
Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran.
(4)
Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola.
(5)
Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
Bagian Kesepuluh
Penyedia
Pasal 17
(1)
Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas:
  1. pelaksanaan Kontrak;
  2. kualitas barang/jasa;
  3. ketepatan perhitungan jumlah atau volume;
  4. ketepatan waktu penyerahan; dan
  5. ketepatan tempat penyerahan.
BAB IV
PERENCANAAN PENGADAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan Pengadaan
Pasal 18
(1)
Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Perencanaan pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif.
(3)
Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
(4)
Perencanaan pengadaan terdiri atas:
  1. Perencanaan pengadaan melalui Swakelola; dan/atau
  2. Perencanaan pengadaan melalui Penyedia.
(5)
Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi:
  1. penetapan tipe Swakelola;
  2. penyusunan spesifikasi teknis/KAK; dan
  3. penyusunan perkiraan biaya/ Rencana Anggaran Biaya (RAB).
(6)
Tipe Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
  1. Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran;
  2. Tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
  3. Tipe III yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; atau
  4. Tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
(7)
Perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi:
  1. penyusunan spesifikasi teknis/KAK;
  2. penyusunan perkiraan biaya/RAB;
  3. pemaketan Pengadaan Barang/Jasa;
  4. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan
  5. penyusunan biaya pendukung.
(8)
Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP.
Bagian Kedua
Spesifikasi Teknis/Kerangka Acuan Kerja
Pasal 19
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
PPE dalam menyusun spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja Barang/jasa menggunakan:
  1. Produk Dalam Negeri;
  2. Produk bersertifikat Standar Nasional Indonesia;
  3. Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri; dan
  4. Produk Ramah Lingkungan Hidup.
(1a)
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja Barang/jasa menggunakan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menyesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri sebagaimana tercantum dalam daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
(2)
Dalam penyusunan spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja dimungkinkan penyebutan merek terhadap:
  1. komponen Barang/jasa;
  2. suku cadang;
  3. bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau
  4. Barang/jasa dalam katalog elektronik.
(3)
Pemenuhan penggunaan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang tersedia.
(4)
Produk Ramah Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menggunakan Barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup.
Bagian Ketiga
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 20
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada:
  1. keluaran atau hasil;
  2. volume Barang/jasa;
  3. ketersediaan Barang/jasa;
  4. kemampuan Pelaku Usaha; dan/atau
  5. ketersediaan anggaran belanja.
(2)
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang:
  1. menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;
  2. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dipisahkan;
  3. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh Usaha Kecil; dan/atau
  4. memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi.
(3)
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/jasa, PPK wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) nilai anggaran belanja Barang/jasa untuk menggunakan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
Pasal 20A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Strategi pemaketan untuk Pekerjaan Konstruksi dapat berupa penyediaan sumber daya oleh pemilik pekerjaan (supplied by owner).

Pasal 20B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Penyediaan sumber daya untuk Pekerjaan Konstruksi dapat disediakan oleh pemilik pekerjaan meliputi:
  1. bahan baku, material, dan Barang sudah terstandar;
  2. bahan baku, material, dan Barang untuk mendukung bangunan permanen;
  3. bahan baku, material, dan Barang untuk 1 (satu) paket atau beberapa paket Pekerjaan Konstruksi;
  4. peralatan untuk menunjang Pekerjaan Konstruksi; dan/atau
  5. Barang dan jasa dalam Pekerjaan Konstruksi yang ditangani oleh Penyedia jasa spesialis.
(2)
Penyediaan sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
  1. E-purchasing; dan/atau
  2. pemesanan berdasarkan Kontrak payung.
Bagian Keempat
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 21
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, dan/atau persiapan pemilihan Penyedia pada Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia.
(2)
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, dan/atau UKPBJ.
(3)
Kepala LKPP melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa secara nasional dan dapat menyerahkan tugas dan kewenangan kepada menteri kepala lembaga.
Bagian Kelima
Pengumuman Rencana Umum Pengadaan
Pasal 22
(1)
Pengumuman RUP Kementerian/ Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja.
(2)
Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3)
Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).
(4)
Pengumuman RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, surat kabar, dan/atau media lainnya.
(5)
Pengumuman RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) / Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
BAB V
PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Persiapan Swakelola
Pasal 23
(1)
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB.
(2)
Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA.
(3)
Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut:
  1. Tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/ KPA;
  2. Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
  3. Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan Ormas pelaksana Swakelola; atau
  4. Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
(4)
Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/ peralatan/ bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri.
(5)
Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I dan jumlah tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Tim Pelaksana.
(6)
Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam KAK kegiatan/ subkegiatan/ output.
(7)
Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK.
Pasal 24
(1)
Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola.
(2)
PA dapat mengusulkan standar biaya masukan/keluaran Swakelola kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau kepala daerah.
Bagian Kedua
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia
Pasal 25

Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh PPK meliputi kegiatan:

  1. menetapkan HPS;
  2. menetapkan rancangan kontrak;
  3. menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau
  4. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga.
Pasal 26
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2)
Nilai HPS bersifat tidak rahasia.
(3)
Rincian HPS bersifat rahasia.
(4)
Dihapus.
(5)
HPS digunakan sebagai:
  1. alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan;
  2. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya;
  3. penentuan besaran jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, dan jaminan sanggah banding;
  4. penentuan batasan persyaratan personel manajerial dan peralatan utama dalam Pekerjaan Konstruksi; dan
  5. penentuan penerbit jaminan.
(6)
HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara.
(7)
Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan pagu anggaran paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan Tender pekerjaan terintegrasi.
(8)
Dihapus.
Pasal 27
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Lainnya terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. harga satuan;
  3. gabungan lumsum dan harga satuan;
  4. Kontrak payung;
  5. biaya plus imbalan; dan
  6. Kontrak berbasis kinerja.
(2)
Jenis Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. harga satuan;
  3. gabungan lumsum dan harga satuan;
  4. putar kunci;
  5. biaya plus imbalan;
  6. modifikasi putar kunci;
  7. Kontrak payung; dan
  8. Kontrak berbasis kinerja.
(3)
Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. waktu penugasan;
  3. Kontrak payung; dan
  4. Kontrak berbasis kinerja.
(4)
Jenis Kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi terdiri atas:
  1. lumsum;
  2. putar kunci;
  3. modifikasi putar kunci; dan
  4. Kontrak berbasis kinerja.
(5)
Kontrak lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a merupakan Kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. risiko ditanggung oleh Penyedia;
  2. berorientasi kepada keluaran; dan
  3. pembayaran didasarkan pada tahapan Produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak.
(6)
Kontrak harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani;
  2. pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan
  3. nilai akhir Kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan.
(7)
Kontrak gabungan lumsum dan harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan lumsum dan harga satuan dalam 1 (saw) pekerjaan yang diperjanjikan.
(8)
Kontrak payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ayat (2) huruf g, dan ayat (3) huruf c dapat berupa Kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk:
  1. Barang/jasa yang dibutuhkan oleh beberapa PPK untuk Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya;
  2. Barang/jasa yang dibutuhkan secara berulang; dan/atau
  3. Barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengiriman/waktu pelaksanaan pada saat Kontrak ditandatangani.
(9)
Kontrak putar kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan ayat (4) huruf b merupakan suatu perjanjian mengenai pembangunan suatu proyek dalam hal Penyedia setuju untuk membangun proyek tersebut secara lengkap sampai selesai termasuk pemasangan semua perlengkapannya sehingga proyek tersebut siap dioperasikan atau dihuni.
(9a)
Kontrak modifikasi putar kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dan ayat (4) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit memuat:
  1. jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan
  2. pembayaran dapat dilakukan secara bertahap setelah Pekerjaan Konstruksi selesai termasuk pemasangan semua perlengkapan sehingga siap dioperasikan atau dimanfaatkan sesuai kesepakatan dalam Kontrak.
(10)
Kontrak biaya plus imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf e merupakan jenis Kontrak yang digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam rangka penanganan keadaan darurat dengan nilai Kontrak merupakan perhitungan dari biaya aktual ditambah imbalan dengan persentase tetap atas biaya aktual atau imbalan dengan jumlah tetap.
(10a)
Kontrak berbasis kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, ayat (2) huruf h, ayat (3) huruf d, dan ayat (4) huruf d merupakan Kontrak atas dicapainya suatu tingkat pelayanan tertentu.
(11)
Kontrak berdasarkan waktu penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan.
(12)
Kontrak tahun jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa:
  1. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan;
  2. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 1 (satu) tahun anggaran; atau
  3. pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan paling lama 3 (tiga) tahun anggaran.
Pasal 27A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
PPK dapat menggunakan selain jenis Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan.
(2)
PPK dalam menetapkan jenis Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan prinsip efisien, efektif dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Bentuk Kontrak terdiri atas:
  1. bukti pembelian/pembayaran;
  2. kuitansi;
  3. surat perintah kerja;
  4. surat perjanjian; dan
  5. surat/bukti pesanan.
(2)
Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(3)
Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(4)
Surat perintah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(5)
Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah), dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(6)
Surat/bukti pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing.
(6a)
Dalam hal Kontrak menggunakan Kontrak lumsum, bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan rincian dokumen pendukung kontrak.
(7)
Ketentuan mengenai bukti pendukung untuk masing-masing bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Pasal 29
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan.
(2)
Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi untuk nilai Kontrak antara Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  2. paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi dengan nilai Kontrak lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
  3. paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi dengan nilai kontrak lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
  4. paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari nilai Kontrak untuk non-Usaha Mikro dan Usaha Kecil dan Penyedia Jasa Konsultansi; atau
  5. paling tinggi 15% (lima belas persen) dari nilai Kontrak untuk Kontrak tahun jamak.
(3)
Pemberian uang muka dicantumkan pada rancangan Kontrak yang terdapat dalam Dokumen Pemilihan.
Pasal 30
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
  1. jaminan penawaran;
  2. jaminan sanggah banding;
  3. jaminan pelaksanaan;
  4. jaminan uang muka; dan
  5. jaminan pemeliharaan.
(2)
Jaminan penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pekerjaan terintegrasi.
(2a)
Jaminan sanggah banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pekerjaan terintegrasi.
(3)
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bank garansi atau surety bond.
(4)
Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat:
  1. tidak bersyarat;
  2. mudah dicairkan; dan
  3. harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima.
(5)
Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan jaminan penawaran, jaminan sanggah banding, jaminan pelaksanaan, dan jaminan pemeliharaan.
(6)
Jaminan dari bank umum, perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan.
(7)
Perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan perusahaan penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 31
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai HPS paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai HPS.
(3)
Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara terintegrasi, Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran.
Pasal 32
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai HPS.
(2)
Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran.
Pasal 33
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)
Jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal:
  1. Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia dikuasai oleh pengguna; atau
  2. dihapus.
(3)
Besaran nilai jaminan pelaksanaan sebagai berikut:
  1. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai HPS, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Kontrak; atau
  2. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai HPS.
(4)
Besaran nilai jaminan pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi sebagai berikut:
  1. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai pagu anggaran, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Kontrak; atau
  2. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai pagu anggaran, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai pagu anggaran.
(5)
Jaminan pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi.
Pasal 34
(1)
Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d diserahkan Penyedia kepada PPK senilai uang muka.
(2)
Nilai Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan sisa uang muka yang diterima.
Pasal 35
(1)
Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e diberlakukan untuk Pekerjaan Konstruksi atau Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan, dalam hal Penyedia menerima uang retensi pada serah terima pekerjaan pertama (Provisional Hand Over).
(2)
Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai.
(3)
Besaran nilai Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak.
Pasal 36
(1)
Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan barang hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.
(2)
Sertifikat Garansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh produsen.
Pasal 37
(1)
Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak dengan jenis Kontrak Harga Satuan atau Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan; dan
  2. tata cara penghitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kontrak.
(2)
Persyaratan dan tata cara penghitungan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan;
  2. penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada huruf a diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan;
  3. penyesuaian harga satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak;
  4. penyesuaian harga satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan, biaya tidak langsung (overhead cost), dan harga satuan timpang sebagaimana tercantum dalam penawaran;
  5. penyesuaian harga satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut;
  6. jenis pekerjaan baru dengan harga satuan baru sebagai akibat adanya adendum kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak adendum kontrak tersebut ditandatangani; dan
  7. indeks yang digunakan dalam hal pelaksanaan Kontrak terlambat disebabkan oleh kesalahan Penyedia adalah indeks terendah antara jadwal kontrak dan realisasi pekerjaan.
BAB VI
PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI SWAKELOLA
Bagian Kesatu
Pelaksanaan
Pasal 47
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. PA/ KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli;
  2. penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan
  3. dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
(2)
Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. PA/KPA dapat melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan
  2. PPK menandatangani Kontrak dengan ketua tim pelaksana Swakelola.
(3)
Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Ormas.
(4)
Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat.
(5)
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe III sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan Barang/jasa yang diperoleh melalui Penyedia.
(6)
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe I, tipe II, dan tipe III dapat dilakukan melalui E-purchasing.
(7)
Apabila dalam pelaksanaan Swakelola membutuhkan material/ bahan/alat, maka wajib menggunakan material/ bahan/alat yang merupakan Produk Dalam Negeri dan/atau Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
(8)
Pembelian material/ bahan/alat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan metode E-purchasing.
(9)
Pembelian material/ bahan/alat dengan metode E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (8), untuk Swakelola tipe III dan tipe IV dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesiapan pelaksanaan Swakelola.
(10)
Pembelian material/bahan/alat dengan metode E-purchasing pada Swakelola tipe III dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun setelah Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
Bagian Kedua
Pembayaran Swakelola
Pasal 48

Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Pasal 49
(1)
Tim Pelaksana melaporkan kemajuan pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan kepada PPK secara berkala.
(2)
Tim Pelaksana menyerahkan hasil pekerjaan Swakelola kepada PPK dengan Berita Acara Serah Terima.
(3)
Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Tim Pengawas secara berkala.
BAB VII
PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI PENYEDIA
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
Pasal 50
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/ Seleksi meliputi:
  1. pelaksanaan kualifikasi;
  2. pengumuman dan/atau undangan;
  3. pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pemilihan;
  4. pemberian penjelasan;
  5. penyampaian dokumen penawaran;
  6. evaluasi dokumen penawaran;
  7. penetapan dan pengumuman pemenang; dan
  8. sanggah.
(2)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan sanggah banding.
(3)
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai.
(4)
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender cepat dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. peserta telah terkualifikasi dalam sistem informasi kinerja Penyedia;
  2. peserta menyampaikan penawaran harga;
  3. evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan
  4. penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah.
(5)
Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Barang/jasa apabila tersedia dalam katalog elektronik.
(5a)
Pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam hal:
  1. tidak dapat memenuhi kebutuhan dari aspek volume, spesifikasi teknis, waktu, lokasi, dan/atau layanan; atau
  2. berdasarkan pertimbangan lebih efisien dan/atau efektif jika dilaksanakan dengan metode selain E-purchasing.
(5b)
Pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) dilakukan berdasarkan penilaian PPK.
(5c)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) dan ayat (5b) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(6)
Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai negosiasi teknis maupun harga.
(7)
Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:
  1. pembelian pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau
  2. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan surat perintah kerja.
(8)
Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan.
(9)
Untuk Barang/jasa yang Kontrak-nya harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah:
  1. penetapan pagu anggaran Kementerian/ Lembaga; atau
  2. persetujuan rencana kerja dan anggaran Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10)
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi sistem informasi RUP.
(11)
Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode E-reverse Auction.
Bagian Kedua
Tender/Seleksi Gagal
Pasal 51
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Prakualifikasi gagal dalam hal:
  1. setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau
  2. jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta.
(2)
Tender/Seleksi gagal dalam hal:
  1. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi;
  2. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;
  3. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran;
  4. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;
  5. seluruh peserta terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;
  6. seluruh peserta terindikasi melakukan persekongkolan/persaingan usaha tidak sehat;
  7. seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS;
  8. negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai;
  9. Pokja Pemilihan/PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme; dan/atau
  10. alokasi anggaran dalam dokumen anggaran yang telah disahkan tidak tersedia dalam daftar isian pelaksanaan anggaran/dokumen pelaksanaan anggaran tahun anggaran untuk pengadaan yang mendahului persetujuan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau rencana kerja dan anggaran Perangkat Daerah oleh dewan perwakilan rakyat daerah.
(3)
Tender cepat gagal dalam hal:
  1. tidak ada peserta atau hanya 1 (satu) peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;
  2. pemenang atau pemenang cadangan tidak ada yang menghadiri verifikasi data kualifikasi;
  3. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;
  4. seluruh peserta terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;
  5. seluruh peserta terindikasi melakukan persekongkolan/persaingan usaha tidak sehat; dan/atau
  6. Pokja Pemilihan/PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.
(4)
Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan.
(5)
Tender/ Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dan huruf j dinyatakan oleh PA/KPA.
(6)
Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan:
  1. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau
  2. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan seperti proses Penunjukan Langsung.
(7)
Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan:
  1. evaluasi ulang;
  2. a.1. penyampaian penawaran ulang; atau
  3. Tender/Seleksi ulang.
(8)
Evaluasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran.
(8a)
Penyampaian penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a1, dilakukan dalam hal Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d pada Tender dengan Prakualifikasi atau Seleksi Jasa Konsultansi badan usaha.
(9)
Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf i.
(10)
Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/ KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria:
  1. kebutuhan tidak dapat ditunda; dan
  2. tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/ Seleksi.
(11)
Tindak lanjut dari Tender cepat gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender cepat dan melakukan Tender cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1).
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Kontrak
Pasal 52
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pelaksanaan Kontrak terdiri atas:
  1. penetapan surat penunjukan Penyedia Barang/jasa;
  2. penandatanganan Kontrak;
  3. pemberian uang muka;
  4. pembayaran prestasi pekerjaan;
  5. perubahan Kontrak;
  6. penyesuaian harga;
  7. penghentian Kontrak atau berakhirnya Kontrak;
  8. pemutusan Kontrak;
  9. serah terima hasil pekerjaan; dan/atau
  10. penanganan Keadaan Kahar.
(2)
PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai APBN/APBD.
(3)
Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan membutuhkan material/ bahan/alat, maka wajib menggunakan material/bahan/alat yang merupakan Produk Dalam Negeri dan/atau Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri sesuai yang tercantum dalam dokumen penawaran.
Bagian Keempat
Pembayaran Prestasi Pekerjaan
Pasal 53
(1)
Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada Penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi, dan denda.
(2)
Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) digunakan sebagai Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi atau Jaminan Pemeliharaan Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan.
(3)
Dalam hal Penyedia menyerahkan sebagian pekerjaan kepada subkontraktor, permintaan pembayaran harus dilengkapi bukti pembayaran kepada subkontraktor sesuai dengan realisasi pekerjaannya.
(4)
Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk:
  1. pembayaran bulanan;
  2. pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan / termin; atau
  3. pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan.
(5)
Pembayaran dapat dilakukan sebelum prestasi pekerjaan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dilakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum barang/jasa diterima, setelah Penyedia menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan.
(6)
Pembayaran dapat dilakukan untuk peralatan dan/atau bahan yang belum terpasang yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang berada di lokasi pekerjaan dan telah dicantumkan dalam Kontrak.
(7)
Ketentuan mengenai pembayaran sebelum prestasi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Perubahan Kontrak
Pasal 54
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan Kontrak, yang meliputi:
  1. menambah atau mengurangi volume yang tercantum dalam Kontrak;
  2. menambah dan/atau mengurangi jenis kegiatan;
  3. mengubah spesifikasi teknis sesuai dengan kondisi lapangan; dan/atau
  4. mengubah jadwal pelaksanaan.
(2)
Dalam hal perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan penambahan nilai Kontrak, perubahan Kontrak dilaksanakan dengan ketentuan penambahan nilai Kontrak akhir tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam Kontrak awal.
(3)
Dalam hal perubahan Kontrak disebabkan adanya keadaan darurat, maka ketentuan penambahan nilai Kontrak akhir dapat melebihi 10% (sepuluh persen) berdasarkan persetujuan dari PA.
Bagian Keenam
Keadaan Kahar
Pasal 55
(1)
Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat dihentikan.
(2)
Dalam hal pelaksana dan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak.
(3)
Perpanjangan waktu untuk penyelesaian Kontrak disebabkan keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran.
(4)
Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam Kontrak.
Bagian Ketujuh
Penyelesaian Kontrak
Pasal 56
(1)
Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.
(2)
Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan.
(3)
Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran.
Bagian Kedelapan
Serah Terima Hasil Pekerjaan
Pasal 57
(1)
Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/jasa.
(2)
PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan.
(3)
PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima.
Pasal 58
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA.
(2)
Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
BAB VIII
PENGADAAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Penanganan Keadaan Darurat
Pasal 59
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Penanganan keadaan darurat dilakukan untuk keselamatan/perlindungan masyarakat atau warga negara Indonesia yang berada di dalam negeri dan/atau luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan harus dilakukan segera.
(2)
Keadaan darurat meliputi:
  1. bencana alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial;
  2. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan;
  3. kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik;
  4. bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri; dan/atau
  5. pemberian bantuan kemanusiaan kepada daerah di Indonesia atau negara lain yang terkena bencana.
(3)
Penetapan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.
(5)
Untuk penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menunjuk Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
(6)
Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi permanen, dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun waktu keadaan darurat.
(7)
Penanganan keadaan darurat yang hanya bisa diatasi dengan konstruksi permanen, penyelesaian pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat.
Bagian Kedua
Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri
Pasal 60
(1)
Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
(2)
Dalam hal ketentuan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di negara setempat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri setelah berkonsultasi dengan LKPP.
Bagian Ketiga
Pengecualian
Pasal 61
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini:
  1. Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum/badan layanan umum daerah;
  2. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan / atau
  4. Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
(1a)
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(2)
Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum/badan layanan umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2a)
Dalam hal badan layanan umum/badan layanan umum daerah belum memiliki peraturan Pengadaan Barang/Jasa tersendiri, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum/badan layanan umum daerah berpedoman pada Peraturan Presiden ini.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Keempat
Penelitian
Pasal 62
(1)
Penelitian dilakukan oleh:
  1. PA/ KPA pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penyelenggara penelitian; dan
  2. pelaksana penelitian.
(2)
Penyelenggara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kewenangan:
  1. menetapkan rencana strategis penelitian yang mengacu pada arah pengembangan penelitian nasional;
  2. menetapkan program penelitian tahunan yang mengacu pada rencana strategis penelitian dan/atau untuk mendukung perumusan dan penyusunan kebijakan pembangunan nasional; dan
  3. melakukan penjaminan mutu pelaksanaan penelitian.
(3)
Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
  1. Individu/kumpulan individu meliputi Pegawai Aparatur Sipil Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara;
  2. Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah;
  3. Perguruan Tinggi;
  4. Ormas; dan/atau
  5. Badan Usaha.
(4)
Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi atau penugasan.
(5)
Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui seleksi proposal penelitian.
(6)
Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh penyelenggara penelitian untuk penelitian yang bersifat khusus.
(7)
Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian.
(8)
Penelitian dapat dilakukan dengan kontrak penelitian selama 1 (satu) Tahun Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran.
(9)
Pembayaran pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kontrak penelitian.
(10)
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak penelitian.
(11)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.
Bagian Kelima
Pengadaan Barang/Jasa Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri
Pasal 63
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat dilaksanakan untuk:
  1. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
  2. Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
  3. Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); atau
  4. Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh lembaga penjamin kredit ekspor atau kreditor swasta asing.
(2)
Dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu dan memenuhi persyaratan, Pengadaan Barang/Jasa Internasional dilaksanakan untuk nilai kurang dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.
(2a)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan ketentuan mengenai:
  1. alih teknologi/pengetahuan;
  2. penggunaan tenaga ahli/tenaga teknis nasional; dan/atau
  3. penggunaan Barang/jasa lain dari dalam negeri.
(3)
Badan usaha asing yang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha nasional dalam bentuk konsorsium, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya.
(4)
Badan usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri meliputi namun tidak terbatas pada pembuatan suku cadang dan/atau pelaksanaan pelayanan purnajual.
(5)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional diumumkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan situs web komunitas internasional.
(6)
Dokumen Pemilihan melalui Pengadaan Barang/Jasa Internasional paling sedikit ditulis dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
(7)
Dalam hal terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dokumen yang ber-Bahasa Indonesia dijadikan acuan.
(8)
Pembayaran Kontrak melalui Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat menggunakan mata uang Rupiah dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri atau turunan perjanjian/dokumen lain yang berkaitan dengan perjanjian sebagai bagian dari persyaratan pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri serta ketentuan asal (country of origin) Barang dan jasa.
(2)
Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum disepakatinya perjanjian pinjaman luar negeri (advance procurement).
(3)
Dalam menyusun perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikonsultasikan kepada LKPP.
Bagian Keenam
Pengadaan Barang/Jasa Desa
Pasal 64A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa desa dilaksanakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa sesuai dengan kewenangan desa.
(2)
Kewenangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengutamakan Penyedia di desa setempat dan penggunaan material yang ada di desa.
Pasal 64B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa desa dilakukan melalui Swakelola dengan pemberdayaan masyarakat desa.
(2)
Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa desa tidak dapat dilaksanakan secara Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengadaan Barang/Jasa desa dilakukan melalui Penyedia dengan ketentuan:
  1. Penyedia merupakan Penyedia Barang/jasa di desa setempat;
  2. dalam hal Penyedia Barang/jasa di desa setempat tidak tersedia, maka dapat dilakukan melalui Penyedia Barang/jasa di desa sekitar dalam kabupaten/kota yang sama; atau
  3. dalam hal Penyedia Barang/jasa di desa sekitar tidak tersedia maka dapat dilakukan melalui Penyedia lainnya.
(3)
Pengadaan Barang/Jasa desa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui metode E-purchasing.
(5)
Dalam hal metode E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum dapat dilaksanakan, Pengadaan Barang/Jasa desa dapat dilakukan dengan metode pemilihan lainnya untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
Pasal 64C
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengadaan Barang/Jasa desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64A dan Pasal 64B diatur dengan peraturan bupati/wali kota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(2)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan mengenai tujuan, kebijakan, prinsip, etika, pelaku, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan pengadaan, sumber daya manusia dan kelembagaan, serta pembinaan dan pengawasan.
BAB IX
USAHA KECIL, PRODUK DALAM NEGERI, DAN PENGADAAN BERKELANJUTAN
Bagian Kesatu
Peran Serta Usaha Kecil dan Koperasi
Pasal 65
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya wajib menggunakan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
(2)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja Barang/jasa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya.
(3)
Paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) diperuntukkan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(4)
Nilai pagu anggaran pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(5)
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan Pemerintah Daerah memperluas peran serta Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dengan mencantumkan Barang/jasa produksi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dalam katalog elektronik.
(6)
Penyedia usaha non-Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi yang melaksanakan pekerjaan melakukan kerja sama usaha dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya, jika ada Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan.
(7)
Kerja sama dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan.
Bagian Kedua
Penggunaan Produk Dalam Negeri
Pasal 66
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya wajib menggunakan Produk Dalam Negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.
(2)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Produk industri dilakukan dengan ketentuan:
  1. menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) apabila terdapat Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai tingkat komponen dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40% (empat puluh persen);
  2. dalam hal Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai tingkat komponen dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40% (empat puluh persen) sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri paling sedikit 25% (dua puluh lima persen);
  3. dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri kurang dari 25% (dua puluh lima persen); atau
  4. dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri yang telah tercantum dalam sistem informasi industri nasional.
(3)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Produk non-industri, menggunakan Produk Dalam Negeri yang dinyatakan oleh Pelaku Usaha (self declare).
(4)
Dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, dapat menggunakan Produk impor.
(5)
Ketentuan mengenai pemenuhan kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan industri dalam negeri.
(6)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian menyediakan informasi terkait kemampuan industri dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7)
Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tersedia, maka penggunaan Produk impor dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari menteri/kepala lembaga/kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(8)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada industri tertentu di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(9)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jasa konstruksi berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian untuk menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada jasa konstruksi.
(10)
Nilai tingkat komponen dalam negeri dan bobot manfaat perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
(11)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, dan pemilihan Penyedia.
(12)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dicantumkan dalam RUP, spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja, dan/atau Dokumen Pemilihan.
Pasal 67
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Preferensi harga merupakan nilai penyesuaian harga terhadap harga penawaran dalam proses harga evaluasi akhir dalam Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan metode Tender atau E-purchasing dengan metode mini kompetisi:
  1. dengan nilai HPS paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
  2. dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk pekerjaan terintegrasi; atau
  3. dengan nilai pagu paket pengadaan paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk E-purchasing dengan metode mini kompetisi.
(3)
Preferensi harga diberikan pada Pengadaan Barang/Jasa Lainnya melalui metode Tender atau E-purchasing dengan metode mini kompetisi dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. preferensi harga Barang/Jasa Lainnya diberikan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen);
  2. preferensi diberikan terhadap Barang/Jasa Lainnya yang memiliki tingkat komponen dalam negeri paling rendah 25% (dua puluh lima persen);
  3. penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah hasil evaluasi akhir atau kombinasi nilai teknis dan nilai harga hasil evaluasi akhir; dan
  4. dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan nilai hasil evaluasi akhir terendah yang sama, penawaran dengan nilai tingkat komponen dalam negeri lebih besar ditetapkan sebagai pemenang.
(4)
Preferensi harga diberikan pada Pekerjaan Konstruksi melalui metode Tender dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diberikan pada penawaran dari peserta pemilihan terhadap komitmen untuk memenuhi ketentuan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. komitmen untuk memenuhi ketentuan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri hanya pada komponen Barang;
  3. preferensi harga diberikan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) terhadap komitmen tingkat komponen dalam negeri yang lebih besar atau sama dengan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri;
  4. penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah hasil evaluasi akhir atau kombinasi nilai teknis dan nilai harga hasil evaluasi akhir untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi; dan
  5. dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan nilai hasil evaluasi akhir terendah yang sama, penawaran dengan nilai tingkat komponen dalam negeri lebih besar ditetapkan sebagai pemenang.
(5)
Hasil evaluasi akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf d dihitung dengan rumus sebagai berikut:
$HEA = (1 - KP) \times HP$
dengan:
HEA merupakan hasil evaluasi akhir
KP merupakan koefisien preferensi
$KP = $ tingkat komponen dalam negeri x preferensi tertinggi
HP merupakan harga penawaran setelah koreksi aritmatik.
(6)
Untuk Pekerjaan Konstruksi pada Pengadaan Barang/Jasa Internasional, preferensi harga diberikan:
  1. sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) kepada badan usaha nasional di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing; dan
  2. tambahan 5% (lima persen) kepada badan usaha nasional yang melakukan konsorsium dengan badan usaha asing dengan persyaratan leadfirm merupakan badan usaha nasional.
Bagian Ketiga
Pengadaan Berkelanjutan
Pasal 68
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan.
(2)
Aspek berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/atau aspek institusional.
(2a)
Aspek lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. meliputi pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan, kualitas udara, kualitas tanah, kualitas air, dan menggunakan sumber daya alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  2. dituangkan dalam spesifikasi teknis dengan menggunakan Produk Ramah Lingkungan Hidup atau kriteria teknis yang mempertimbangkan aspek lingkungan.
(2b)
Aspek sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kepastian kondisi kerja yang adil, tidak mempekerjakan anak, pemberdayaan komunitas/usaha lokal, kesetaraan dan keberagaman, remunerasi/upah, serta jaminan kesehatan dan keselamatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2c)
Aspek ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penerapan/pencapaian value for money, pemberdayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi, dan pemberdayaan Produk Dalam Negeri.
(2d)
Aspek institusional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), etika bisnis, dan persaingan usaha yang sehat.
(2e)
Pemenuhan aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/atau aspek institusional sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), dan ayat (2d) dituangkan dalam dokumen pengadaan.
(3)
Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh:
  1. PA/KPA dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja dan rancangan Kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa; dan
  3. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen Pemilihan.
BAB X
PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik
Pasal 69
(1)
Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan secara elektronik menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung.
(2)
LKPP mengembangkan SPSE dan sistem pendukung.
Pasal 70
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Ruang lingkup sistem pengadaan secara elektronik terdiri atas:
  1. perencanaan pengadaan;
  2. persiapan pengadaan;
  3. pemilihan Penyedia;
  4. pelaksanaan Kontrak
  5. serah terima pekerjaan;
  6. pengelolaan Penyedia; dan
  7. katalog elektronik.
(2)
Sistem pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki interkoneksi dengan sistem informasi perencanaan, penganggaran, pembayaran, manajemen aset, dan sistem informasi lain yang terkait dengan sistem pengadaan secara elektronik.
(3)
Sistem pendukung sistem pengadaan secara elektronik meliputi:
  1. portal pengadaan nasional;
  2. pengelolaan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
  3. pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum;
  4. pengelolaan peran serta masyarakat;
  5. pengelolaan sumber daya pembelajaran; dan
  6. monitoring dan evaluasi.
Pasal 71
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dilaksanakan dengan memanfaatkan Lokapasar (E-marketplace).
(2)
Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Penyedia berupa katalog elektronik.
(3)
LKPP mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya, asosiasi/perkumpulan, dan/atau Pelaku Usaha.
Pasal 72
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Katalog elektronik merupakan platform elektronik yang memuat informasi Barang/jasa, harga, Penyedia atau pelaksana Swakelola, dan/atau informasi lainnya.
(2)
Pengelolaan katalog elektronik dilaksanakan oleh LKPP atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya.
(3)
Dalam pengelolaan katalog elektronik, Kementerian/Lembaga teknis dapat menilai dan memberikan rekomendasi penghentian dalam sistem transaksi E-purchasing terhadap Produk impor yang memiliki substitusi Produk Dalam Negeri.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Pasal 72A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dihapus.

Pasal 72B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Katalog elektronik dapat digunakan oleh instansi/institusi/Pelaku Usaha/Kelompok Masyarakat/orang perorangan di luar Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan katalog elektronik oleh instansi/institusi/Pelaku Usaha/Kelompok Masyarakat di luar Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedua
Layanan Pengadaan Secara Elektronik
Pasal 73
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik.
(2)
Fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pengelolaan seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa dan infrastrukturnya;
  2. pelaksanaan registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa; dan
  3. pengembangan sistem informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.
(3)
LKPP menetapkan standar layanan, kapasitas, dan keamanan informasi sistem pengadaan secara elektronik dan sistem pendukung.
(4)
LKPP melakukan pembinaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XI
SUMBER DAYA MANUSIA DAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 74
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
  1. sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa;
  2. sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa; dan
  3. sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(3)
Sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(4a)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib memiliki kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(5)
Ketentuan mengenai Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
  1. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa;
  2. Personel Lainnya; dan
  3. Aparatur Sipil Negara selain huruf a dan huruf b.
(2)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan.
(3)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA dalam perencanaan, pengelolaan Kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(3a)
Persyaratan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa memiliki kompetensi PPK diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
(4)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk Kementerian/Lembaga dalam hal:
  1. sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
  2. sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh pegawai Lembaga lainnya yang ditetapkan oleh Kepala LKPP.
(5)
Dalam hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(5a)
Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA dalam perencanaan, pengelolaan Kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(6)
Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki Sertifikat Kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
Dalam hal Personel Lainnya belum memiliki Sertifikat Kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki sertifikat Pengadaan Barang/Jasa tingkat dasar/level-1.
(8)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berkedudukan di UKPBJ.
(9)
Dihapus.
(10)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memprioritaskan dan mengoptimalkan penugasan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan.
(11)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan penghargaan dan pengakuan sebagai sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74B
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa menyusun rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
  1. pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
    1. Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; dan
    2. anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
  2. pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(3)
Dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh:
  1. Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa; dan/atau
  2. Agen Pengadaan.
(3a)
Kementerian/Lembaga yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74A ayat (5) menyusun rencana aksi pemenuhan Personel Lainnya.
(3b)
Dalam hal jumlah Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi pada Kementerian/Lembaga yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3a), maka:
  1. pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
    1. Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi; dan
    2. Anggota Pokja Pemilihan dilaksanakan oleh Personel Lainnya yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
  2. pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi, dilakukan oleh Personel Lainnya yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3a) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedua
Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 75
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk 1 (satu) UKPBJ yang memiliki tugas menyelenggarakan dukungan Pengadaan Barang/Jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(1a)
Kementerian/Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah atau luar negeri dapat membentuk satuan pelaksana di bawah UKPBJ sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1b)
Kementerian/Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas pokok di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) melaksanakan fungsi Pengadaan Barang/Jasa pada satuan pelaksana yang dibentuk oleh kementerian yang membidangi urusan luar negeri.
(2)
Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ memiliki fungsi:
  1. pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. pengelolaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik;
  3. pembinaan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa dan kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa;
  4. pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan
  5. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(3)
UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3a)
Kepala UKPBJ wajib memenuhi standar kompetensi jabatan yang mencakup kompetensi teknis di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(3b)
Tugas, fungsi, dan bentuk UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dalam peraturan tentang organisasi dan tata kerja Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(4)
Fungsi pengelolaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah.
(5)
Pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
  1. Kementerian/Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ; atau
  2. Lembaga yang berdasarkan rentang kendali membutuhkan lebih dari 1 (satu) UKPBJ.
(6)
UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melaksanakan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ untuk menuju pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan UKPBJ di Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kriteria pengecualian pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dan pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XII
PENGAWASAN, PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM
Bagian Kesatu
Pengawasan Internal
Pasal 76
(1)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah wajib melakukan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa melalui aparat pengawasan internal pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masing-masing.
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system.
(3)
Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sejak perencanaan, persiapan, pemilihan Penyedia, pelaksanaan Kontrak, dan serah terima pekerjaan.
(4)
Ruang lingkup pengawasan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
  1. pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya;
  2. kepatuhan terhadap peraturan;
  3. pencapaian TKDN;
  4. penggunaan produk dalam negeri;
  5. pencadangan dan peruntukan paket untuk usaha kecil; dan
  6. Pengadaan Berkelanjutan.
(5)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan bersama dengan kementerian teknis terkait dan/atau lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/ daerah dan pembangunan nasional.
(6)
Hasil pengawasan digunakan sebagai alat pengendalian pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Pasal 76A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan dan penggunaan anggaran dalam pelaksanaan program prioritas pemerintah, bantuan pemerintah, dan/atau bantuan Presiden berdasarkan arahan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (5) huruf a dan Pasal 41 ayat (5) huruf a, lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional melakukan pengawasan, menyampaikan rekomendasi perbaikan, dan/atau mengoordinasikan dan melaksanakan sinergi dengan APIP Kementerian/Lembaga.

Bagian Kedua
Pengaduan oleh Masyarakat
Pasal 77
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Masyarakat menyampaikan pengaduan kepada APIP disertai bukti yang faktual, kredibel, dan autentik.
(1a)
Dalam hal terdapat laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat kepada menteri/kepala lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota atau kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, penyelesaian dilakukan dengan mendahulukan proses administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan.
(2)
Aparat penegak hukum yang menerima pengaduan masyarakat berdasarkan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait proses Pengadaan Barang/Jasa wajib meneruskan pengaduan masyarakat kepada APIP untuk ditindaklanjuti sepanjang bukti awal yang disampaikan termasuk wilayah administrasi dan/atau perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya.
(4)
APIP melaporkan hasil tindak lanjut pengaduan kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(5)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah melaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal diyakini adanya indikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme yang merugikan keuangan negara.
(6)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
LKPP mengembangkan sistem pengaduan Pengadaan Barang/Jasa.
Bagian Ketiga
Sanksi
Pasal 78
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Dalam hal peserta pemilihan:
  1. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
  2. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;
  3. terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia;
  4. menawarkan Produk impor untuk Barang Produk Dalam Negeri dengan kategori self declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3); atau
  5. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan,
peserta pemilihan dikenai sanksi administratif.
(2)
Dalam hal pemenang pemilihan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi administratif.
(3)
Dalam hal Penyedia:
  1. tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan, atau dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/jasa;
  2. menyebabkan kegagalan bangunan;
  3. menyerahkan jaminan yang tidak dapat dicairkan;
  4. melakukan kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit;
  5. menyerahkan Barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil audit;
  6. terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak;
  7. menyerahkan Barang dengan nilai tingkat komponen dalam negeri lebih rendah dari nilai tingkat komponen dalam negeri yang tertuang dalam Kontrak;
  8. menyerahkan Barang impor untuk Barang yang seharusnya memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan yang tertuang dalam Kontrak; dan/atau
  9. menyerahkan Produk impor yang seharusnya Produk Dalam Negeri sesuai self declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3),
Penyedia dikenai sanksi administratif.
(4)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa:
  1. sanksi digugurkan dalam pemilihan;
  2. sanksi pencairan jaminan;
  3. Sanksi Daftar Hitam;
  4. sanksi ganti kerugian; dan/atau
  5. sanksi denda.
(4a)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan pada perorangan, badan usaha, dan/atau pengurus badan usaha.
(4b)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(5)
Dihapus.
Pasal 79
(1)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/ KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
(2)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/ KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/ Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
(3)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf c dan Pasal 78 ayat (5) huruf d, ditetapkan oleh PA/ KPA atas usulan PPK.
(4)
Pengenaan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf f ditetapkan oleh PPK dalam Kontrak sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
(5)
Nilai kontrak atau nilai bagian kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
(6)
Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku sejak ditetapkan.
Pasal 80
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Perbuatan atau tindakan Penyedia dalam proses pencantuman katalog berupa:
  1. tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam syarat dan ketentuan Penyedia;
  2. menayangkan Produk Dalam Negeri dengan sertifikat tingkat komponen dalam negeri yang tidak sesuai dengan daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
  3. menayangkan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai komitmen di bawah batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  4. menayangkan Produk impor sebagai Produk Dalam Negeri,
dikenakan sanksi administratif.
(2)
Perbuatan atau tindakan Penyedia dalam E-purchasing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) dan/atau tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam surat/bukti pesanan dikenakan sanksi administratif.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
  1. pemberian surat peringatan;
  2. penghentian dalam sistem transaksi E-purchasing; atau
  3. penurunan pencantuman Penyedia.
(4)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan pada perorangan, badan usaha, dan/atau pengurus badan usaha.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Pasal 80A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Perbuatan atau tindakan calon pelaksana Swakelola dalam proses pencantuman katalog berupa tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam syarat dan ketentuan pelaksana Swakelola dikenakan sanksi administratif.
(2)
Perbuatan atau tindakan calon pelaksana Swakelola dalam E-purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Kontrak Swakelola dikenakan sanksi administratif.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. penghentian dalam sistem transaksi E-purchasing; atau
  2. penurunan pencantuman calon pelaksana Swakelola.
(4)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembatalan sebagai Penyelenggara Swakelola dan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak.
Pasal 81
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c, UKPBJ dapat melaporkan secara pidana.

Pasal 81A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya diberikan penghargaan atau pengenaan sanksi dalam peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri sesuai dengan indeks kepatuhan Produk Dalam Negeri yang diterbitkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
(2)
Pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah merupakan bagian dari capaian atas pengelolaan anggaran pada aspek manfaat berupa kemanfaatan atas penggunaan anggaran terkait dengan peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri.
(3)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya yang tidak memenuhi target penggunaan Produk Dalam Negeri dikenakan sanksi administratif berupa pemberian teguran tertulis.
(4)
Pemberian teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
  1. menteri koordinator/menteri teknis yang memiliki kewenangan pembinaan untuk Kementerian/Lembaga dan Institusi Lainnya; dan
  2. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk Pemerintah Daerah, berdasarkan indeks kepatuhan Produk Dalam Negeri yang diterbitkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
(5)
Pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi dalam peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. untuk Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  2. untuk Instansi Lainnya, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri yang memiliki kewenangan pembinaan teknis Institusi Lainnya.
Pasal 82
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.
(1a)
Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan pada satuan kerja/unit kerja yang bersangkutan yang tidak memenuhi target persentase anggaran untuk penggunaan Produk Dalam Negeri dan/atau penggunaan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(2)
Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2a)
Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) berupa pengurangan terhadap nilai tunjangan kinerja atau terhadap tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, peradilan umum, atau peradilan tata usaha negara.
Bagian Keempat
Daftar Hitam Nasional
Pasal 83
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
PA/KPA menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dalam Daftar Hitam Nasional.
(2)
LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional.
Bagian Kelima
Pelayanan Hukum Bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 84
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa dalam menghadapi permasalahan hukum terkait Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan.
(3)
Pelaku Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Penyedia, Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola, dan Pelaku Usaha yang bertindak sebagai Agen Pengadaan.
Bagian Keenam
Penyelesaian Sengketa Kontrak
Pasal 85
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2021
(1)
Penyelesaian sengketa Kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui:
  1. layanan penyelesaian sengketa Kontrak;
  2. arbitrase;
  3. Dewan Sengketa Konstruksi; atau
  4. penyelesaian melalui pengadilan.
(2)
Layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh LKPP.
(3)
Ketentuan mengenai Dewan Sengketa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 86
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dihapus.

Pasal 86A
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025

Dalam hal diperlukan penambahan ketentuan dan proses bisnis di luar Peraturan Presiden ini, Institusi Lainnya dapat mengatur lebih lanjut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini.

Pasal 87
(1)
LKPP mengembangkan sistem dan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan, dengan mempertimbangkan tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Hasil pengembangan sistem dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 88

Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:

  1. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020;
  2. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;
  3. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;
  4. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.
Pasal 89

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:

  1. Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  2. Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak.
Pasal 90
(1)
Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang industri pertahanan.
(2)
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum ada, Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. jenis dan uraian Barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
  2. pelaku pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
  3. perencanaan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
  4. strategi pemaketan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20A dan Pasal 20B;
  5. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
  6. persiapan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pelaksanaan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47;
  7. persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
  8. jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27;
  9. metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41;
  10. metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;
  11. metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalan Pasal 43;
  12. kualifikasi Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44;
  13. jadwal pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;
  14. Dokumen Pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
  15. pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 58;
  16. Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59;
  17. Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63;
  18. penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66;
  19. harga evaluasi akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67;
  20. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74;
  21. sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82;
  22. Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; dan
  23. layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85,
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga.
(2)
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan mekanisme pembayaran, Kepala LKPP berkoordinasi dengan:
  1. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk APBN; atau
  2. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk APBD.
Pasal 92

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 93

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

Pasal 94

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 22 Maret 2018

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

YASONNA H. LAOLY

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 Maret 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

JOKO WIDODO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 33

1 Berlaku pada tanggal 2 Februari 2021

2 Berlaku pada tanggal 30 April 2025.

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025:
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:

  1. Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan pengadaannya telah dilakukan sebelum Peraturan Presiden ini mulai berlaku, dapat dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini;
  2. Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak;
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang sedang dan akan dilaksanakan untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berdasarkan perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri dan/atau turunannya yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian dan/atau turunannya tersebut dan
  4. Barang dan jasa Produk industri yang dinyatakan oleh Pelaku Usaha sebagai Produk Dalam Negeri (self declare) sebelum Peraturan Presiden ini berlaku masih dapat digunakan dalam Pengadaan sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
Trilingual Consolidation of Presidential Regulation No. 16 of 2018
English (Legal) Bahasa Indonesia 中文 (Chinese)
CONSOLIDATION KONSOLIDASI 合并
REGULATION OF THE PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
NUMBER 16 OF 2018
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2018
印度尼西亚共和国总统条例
2018年第16号
CONCERNING
GOVERNMENT PROCUREMENT OF GOODS/SERVICES
TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
关于
政府采购货物/服务
Update: May 2025 Update: Mei 2025 更新:2025年5月
AS AMENDED BY: SEBAGAIMANA DIUBAH OLEH: 修订依据:
REGULATION OF THE PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 12 OF 20211
REGULATION OF THE PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 46 OF 20252
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 20211
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 20252
印度尼西亚共和国总统条例2021年第12号1
印度尼西亚共和国总统条例2025年第46号2
BY THE GRACE OF GOD ALMIGHTY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 奉至仁至慈的上帝之名
THE PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 印度尼西亚共和国总统,
Considering
  1. that Government Procurement of Goods/Services plays a crucial role in the implementation of national development to enhance public services and foster national and regional economic development;
  2. that to realize Government Procurement of Goods/Services as referred to in letter a, it is necessary to regulate a procurement system that provides the greatest value for money and contributes to increasing the use of domestic products, enhancing the role of Micro, Small, and Medium Enterprises, and promoting sustainable development;
  3. that Presidential Regulation Number 54 of 2010 concerning Government Procurement of Goods/Services, as amended several times, most recently by Presidential Regulation Number 4 of 2015 concerning the Fourth Amendment to Presidential Regulation Number 54 of 2010 concerning Government Procurement of Goods/Services, still has shortcomings and has not accommodated the evolving needs of the Government for good procurement regulations;
  4. that based on the considerations as referred to in letters a, b, and c, it is necessary to enact a Presidential Regulation concerning Government Procurement of Goods/Services.

This is the Preamble from Presidential Regulation Number 16 of 2018 which has been amended.

  1. bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah;
  2. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;
  3. bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Ini merupakan Konsiderans dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang telah mengalami perubahan.

  1. 鉴于政府采购货物/服务在实施国家发展以改善公共服务和促进国家及地区经济发展方面发挥着重要作用;
  2. 鉴于为实现(a)项所述的政府采购货物/服务,有必要制定一套采购法规,以实现最大化的资金效益(value for money),并促进国内产品的使用,增强微型、小型和中型企业的作用以及可持续发展;
  3. 鉴于关于政府采购货物/服务的2010年第54号总统条例,经数次修订,最近一次修订为2015年第4号总统条例,该条例是对2010年第54号总统条例的第四次修订,但仍存在不足,未能满足政府对良好采购法规发展的需求;
  4. 鉴于根据(a)、(b)和(c)项所述的考虑,有必要颁布一项关于政府采购货物/服务的总统条例。

此为经修订的2018年第16号总统条例的考量部分。

In view of
  1. Article 4 paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia;
  2. Law Number 1 of 2004 concerning the State Treasury (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2004 Number 5, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 4355);
  3. Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2014 Number 292, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 5601).

This is the Legal Basis from Presidential Regulation Number 16 of 2018 which has been amended.

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601).

Ini merupakan Dasar Hukum dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang telah mengalami perubahan.

  1. 1945年印度尼西亚共和国宪法第4条第(1)款;
  2. 2004年关于国家财政的第1号法律(印度尼西亚共和国国家公报2004年第5号,印度尼西亚共和国国家公报增刊第4355号);
  3. 2014年关于政府行政管理的第30号法律(印度尼西亚共和国国家公报2014年第292号,印度尼西亚共和国国家公报增刊第5601号)。

此为经修订的2018年第16号总统条例的法律依据。

HAS DECIDED:
TO DECREE:
PRESIDENTIAL REGULATION CONCERNING GOVERNMENT PROCUREMENT OF GOODS/SERVICES. PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH. 关于政府采购货物/服务的总统条例。
CHAPTER I
GENERAL PROVISIONS
Article 1
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 12 OF 2021
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 46 OF 2025
In this Presidential Regulation, the following terms shall have the meanings ascribed to them: Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 在本总统条例中,所指的含义如下:
  1. Government Procurement of Goods/Services, hereinafter referred to as Procurement of Goods/Services, is the activity of procuring goods/services by Ministries/Institutions/Regional Apparatus/Other Institutions/Village Governments financed by the State Budget (APBN)/Regional Budget (APBD)/Village Budget (APB Desa), the process of which begins from the identification of needs to the handover of work results.
  2. State Ministry, hereinafter referred to as Ministry, is a government apparatus in charge of specific affairs in the government.
  3. Institution is a non-State Ministry organization and other budget-using agencies established to carry out specific tasks based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia or other laws and regulations.
  4. Regional Apparatus is an element assisting the regional head and the regional people's representative council in carrying out government affairs that fall under the authority of the region.
  5. Regional Government is the regional head as an element of the regional government administration who leads the implementation of government affairs that fall under the authority of the autonomous region.
  6. 5a. Other Institutions are institutions that use the State Budget and/or Regional Budget other than Ministries/Institutions/Regional Governments/Village Governments/state-owned enterprises/region-owned enterprises/village-owned enterprises.
  7. 5b. Village Government is the village head or another designated name assisted by village apparatus as an element of the village government administration.
  8. Government Goods/Services Procurement Policy Institution, hereinafter abbreviated as LKPP, is a government institution tasked with developing and formulating government goods/services procurement policies.
  9. Budget User, hereinafter abbreviated as PA, is the official holding the authority to use the budget of a State Ministry/Institution/Regional Apparatus.
  10. Budget User Authority for the Implementation of the State Budget, hereinafter abbreviated as KPA, is an official who obtains authority from the PA to carry out part of the authority and responsibility for using the budget at the relevant State Ministry/Institution.
  11. Budget User Authority for the Implementation of the Regional Budget, hereinafter abbreviated as KPA, is an official who is given the authority to carry out part of the budget user's authority in carrying out some of the tasks and functions of the Regional Apparatus.
  12. Commitment Making Officer, hereinafter abbreviated as PPK, is an official who is given the authority by the PA/KPA to make decisions and/or take actions that may result in the expenditure of the state budget/regional budget.
  13. 10a. Technical Activity Implementing Officer, hereinafter referred to as PPTK, is an official at the Regional Apparatus Work Unit (SKPD) who implements one or several activities of a program according to their field of duty.
  14. Goods/Services Procurement Work Unit, hereinafter abbreviated as UKPBJ, is a work unit in a Ministry/Institution/Regional Government that serves as a center of excellence for Goods/Services Procurement.
  15. Selection Working Group, hereinafter referred to as Pokja Pemilihan, is the human resources appointed by the head of the UKPBJ to manage the selection of Providers.
  16. Procurement Officer is an administrative officer/functional officer/personnel tasked with carrying out Direct Procurement, Direct Appointment, and/or E-purchasing.
  17. Deleted.
  18. Deleted.
  19. Procurement Agent is a UKPBJ or Business Actor that carries out part or all of the Goods/Services Procurement work entrusted by a Ministry/Institution/Regional Apparatus as the employer.
  20. Self-Management Organizer is the team that organizes activities through Self-Management.
  21. Government Goods/Services Procurement Human Resources are Civil Servants and Non-Civil Servants who work in the field of Government Goods/Services Procurement.
  22. 18a. Functional Officer for Goods/Services Procurement Management, hereinafter referred to as Goods/Services Procurement Manager, is a Civil Servant who is given full duties, responsibilities, authorities, and rights by the authorized official to carry out Goods/Services Procurement activities.
  23. 18b. Personnel other than the Functional Officer for Goods/Services Procurement Management, hereinafter referred to as Other Personnel, are soldiers of the Indonesian National Armed Forces/members of the Indonesian National Police/Civil Servants at Ministries/Institutions that are exempted from having a Goods/Services Procurement Manager, who are given full duties, responsibilities, authorities, and rights by the authorized official to carry out Goods/Services Procurement activities.
  24. 18c. Competency Certificate is a sign or written proof of the process of determining and recognizing the achievement of technical competence of the human resources managing the Goods/Services Procurement function, which is carried out systematically and objectively through competency tests or training according to the established competency standards.
  25. 18d. PPK Competency Certificate is a sign or written proof of the process of determining and recognizing the achievement of technical competence as a PPK, which is carried out systematically and objectively through competency tests or training according to the established competency standards.
  26. General Plan for Goods/Services Procurement, hereinafter abbreviated as RUP, is a list of planned Goods/Services Procurement to be carried out by a Ministry/Institution/Regional Apparatus.
  27. E-marketplace for Goods/Services Procurement is an electronic market provided to meet the needs of government Goods/Services.
  28. Electronic Procurement Service is an information technology management service to facilitate the implementation of Goods/Services Procurement electronically.
  29. Government Internal Supervisory Apparatus, hereinafter abbreviated as APIP, is the apparatus that conducts supervision through audits, reviews, monitoring, evaluations, and other supervisory activities on the implementation of government duties and functions.
  30. Procurement of Goods/Services through Self-Management, hereinafter referred to as Self-Management (Swakelola), is a way of obtaining Goods/Services that are carried out by the Ministry/Institution/Regional Apparatus itself, another Ministry/Institution/Regional Apparatus, community organizations, or community groups.
  31. Community Organization, hereinafter referred to as Ormas, is an organization founded and formed by the community voluntarily based on common aspirations, will, needs, interests, activities, and goals to participate in development for the achievement of the goals of the Unitary State of the Republic of Indonesia based on Pancasila.
  32. Community Group is a group of people who carry out Goods/Services Procurement with budget support from the APBN/APBD.
  33. Procurement of Goods/Services through a Provider is a way of obtaining Goods/Services provided by a Business Actor.
  34. Business Actor is a business entity or individual who conducts business and/or activities in a certain field.
  35. Government Goods/Services Provider, hereinafter referred to as Provider, is a Business Actor who provides Goods/Services based on a Contract.
  36. Goods are any object, whether tangible or intangible, movable or immovable, that can be traded, used, or utilized by the user of the Goods.
  37. 29a. Product is a Good made or a service produced by a Business Actor.
  38. Construction Work is all or part of the activities which include the construction, operation, maintenance, demolition, and reconstruction of a building.
  39. Consultancy Services are professional services that require specific expertise in various fields of science that prioritize intellectual work.
  40. Other Services are non-consultancy services or services that require special equipment, methodology, and/or skills in a management system that is widely known in the business world to complete a job.
  41. Owner's Estimate, hereinafter abbreviated as HPS, is the estimated price of Goods/Services determined by the PPK which has taken into account indirect costs, profits, and Value Added Tax.
  42. Research is an activity carried out according to scientific principles and methods systematically to obtain information, data, and descriptions related to understanding and proving the truth or falsehood of an assumption and/or hypothesis in the field of science and technology and drawing scientific conclusions for the benefit of the advancement of science and/or technology.
  43. Electronic Purchasing from a Business Actor or Self-Management Implementer, hereinafter referred to as E-purchasing, is the procedure for purchasing/obtaining Goods/Services through an electronic catalog system.
  44. Tender is a selection method to obtain a Provider of Goods/Construction Works/Other Services.
  45. Selection is a selection method to obtain a Provider of Consultancy Services.
  46. International Goods/Services Procurement is the Procurement of Goods/Services financed by the APBN/APBD including those whose funding sources are partly or wholly through foreign loans/foreign grants that are open to national and foreign Business Actors.
  47. Direct Appointment is a selection method to obtain a Provider of Goods/Construction Works/Consultancy Services/Other Services under certain circumstances.
  48. Direct Procurement of Goods/Other Services is a selection method to obtain a Provider of Goods/Other Services with a value of at most Rp200,000,000.00 (two hundred million rupiah).
  49. 40a. Direct Procurement of Construction Works is a selection method to obtain a Provider of Construction Works with a value of at most Rp400,000,000.00 (four hundred million rupiah).
  50. Direct Procurement of Consultancy Services is a selection method to obtain a Provider of Consultancy Services with a value of at most Rp100,000,000.00 (one hundred million rupiah).
  51. E-reverse Auction is a method of repeated price bidding.
  52. Selection Document is a document established by the Pokja Pemilihan/Procurement Officer/Procurement Agent which contains information and provisions that must be adhered to by the parties in the selection of a Provider.
  53. Goods/Services Procurement Contract, hereinafter referred to as Contract, is a written agreement between the PA/KPA/PPK and the Provider or the Self-Management implementer.
  54. Micro Enterprise is a productive business owned by an individual and/or individual business entity that meets the criteria for a Micro Enterprise as referred to in the Government Regulation concerning the ease, protection, and empowerment of cooperatives and micro, small, and medium enterprises.
  55. Small Enterprise is a productive economic enterprise that stands alone, carried out by an individual or a business entity that is not a subsidiary or branch of a company owned, controlled, or part of, either directly or indirectly, a Medium or large enterprise that meets the criteria for a Small Enterprise as referred to in the Government Regulation concerning the ease, protection, and empowerment of cooperatives and micro, small, and medium enterprises.
  56. 46a. Domestic Product is Goods and services, including design and engineering, which are produced or performed by companies that invest and produce in Indonesia, using all or part of the Indonesian workforce, and the process uses raw materials or components that are wholly or partly from within the country.
  57. 46b. Environmentally Friendly Product is Goods and services including technology that has applied the principles of conservation, protection, and management of the environment.
  58. Deleted.
  59. Guarantee Letter, hereinafter referred to as Guarantee, is a written guarantee issued by a Commercial Bank/Guarantee Company/Insurance Company/special financial institution engaged in financing, guaranteeing, and insurance to encourage Indonesian exports in accordance with the provisions of laws and regulations in the field of Indonesian export financing institutions.
  60. Blacklist Sanction is a sanction given to a selection participant/Provider in the form of a prohibition from participating in Goods/Services Procurement in all Ministries/Institutions/Regional Apparatus/Other Institutions for a certain period of time.
  61. Sustainable Procurement is the Procurement of Goods/Services that aims to achieve value for money that is economically beneficial and creates good corporate governance not only for the Ministry/Institution/Regional Apparatus/Other Institution/Village Government as its user but also for the community, and significantly reduces the negative impact on the environment and society throughout its entire use cycle.
  62. Consolidation of Goods/Services Procurement is a Goods/Services Procurement strategy by combining Goods/Services needs to obtain effective and efficient results.
  63. Force Majeure is a situation that occurs beyond the will of the parties to the Contract and could not have been foreseen, so that the obligations specified in the Contract cannot be fulfilled.
  64. Head of the Institution is the Head of LKPP.
  65. Deleted.
  1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa yang dibiayai oleh APBN/APBD/APB Desa yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
  2. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
  3. Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
  4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
  5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  6. 5a. Institusi Lainnya adalah institusi yang menggunakan APBN dan/atau APBD selain Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa.
  7. 5b. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.
  8. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  9. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
  10. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
  11. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
  12. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
  13. 10a. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
  14. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
  15. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
  16. Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
  17. Dihapus.
  18. Dihapus.
  19. Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
  20. Penyelenggara Swakelola adalah tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola.
  21. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil Negara dan Non-Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  22. 18a. Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
  23. 18b. Personel selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya adalah prajurit Tentara Nasional Indonesia/anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia/Aparatur Sipil Negara pada Kementerian/Lembaga yang dikecualikan memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
  24. 18c. Sertifikat Kompetensi adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari proses penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.
  25. 18d. Sertifikat Kompetensi PPK adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari proses penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sebagai PPK yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.
  26. Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.
  27. Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan Barang/jasa pemerintah.
  28. Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
  29. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.
  30. Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh Barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian Lembaga/Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat.
  31. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
  32. Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD.
  33. Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh Barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha.
  34. Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  35. Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan Barang/jasa berdasarkan Kontrak.
  36. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna Barang.
  37. 29a. Produk adalah Barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha.
  38. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
  39. Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu di berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.
  40. Jasa Lainnya adalah jasa nonkonsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
  41. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga Barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai.
  42. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
  43. Pembelian secara Elektronik dari Pelaku Usaha atau Pelaksana Swakelola yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian/memperoleh Barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.
  44. Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
  45. Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
  46. Pengadaan Barang/Jasa Internasional adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD termasuk yang sumber pendanaannya baik sebagian atau seluruhnya melalui pinjaman luar negeri/hibah luar negeri yang terbuka bagi Pelaku Usaha nasional dan Pelaku Usaha asing.
  47. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
  48. Pengadaan Langsung Barang/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  49. 40a. Pengadaan Langsung Pekerjaan Konstruksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Pekerjaan Konstruksi yang bernilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  50. Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  51. E-reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang.
  52. Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia.
  53. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia atau pelaksana Swakelola.
  54. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
  55. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
  56. 46a. Produk Dalam Negeri adalah Barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, menggunakan seluruh atau sebagian tenaga kerja warga negara Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan baku atau komponen yang seluruh atau sebagian berasal dari dalam negeri.
  57. 46b. Produk Ramah Lingkungan Hidup adalah Barang dan jasa termasuk teknologi yang telah menerapkan prinsip pelestarian, perlindungan, dan pengelolaan lingkungan hidup.
  58. Dihapus.
  59. Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
  60. Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya dalam jangka waktu tertentu.
  61. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis dan menciptakan good corporate governance tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial dalam keseluruhan siklus penggunaannya.
  62. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa dengan menggabungkan kebutuhan Barang/jasa untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien.
  63. Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam Kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
  64. Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP.
  65. Dihapus.
  1. 政府采购货物/服务,以下简称货物/服务采购,是指由部/机构/地方政府单位/其他机构/村政府使用国家预算(APBN)/地方预算(APBD)/村预算(APB Desa)资金进行的货物/服务采购活动,其过程从需求识别开始直至工作成果交付。
  2. 国家部委,以下简称部委,是政府中负责特定事务的政府机构。
  3. 机构是指为执行基于1945年印度尼西亚共和国宪法或其他法律法规的特定任务而设立的非国家部委组织和其他预算使用单位。
  4. 地方政府单位是协助地方首长和地方人民代表委员会履行属于地方权限的政府事务的要素。
  5. 地方政府是作为地方政府管理要素的地方首长,领导执行属于自治地方权限的政府事务。
  6. 5a. 其他机构是指除部/机构/地方政府/村政府/国有企业/地方所有企业/村所有企业之外,使用国家预算和/或地方预算的机构。
  7. 5b. 村政府是村长或以其他名称称呼的负责人,由村级设备作为村政府管理要素协助工作。
  8. 政府采购货物/服务政策机构,以下简称LKPP,是负责制定和规划政府采购货物/服务政策的政府机构。
  9. 预算使用者,以下简称PA,是拥有国家部委/机构/地方政府单位预算使用权限的官员。
  10. 国家预算执行中的预算使用者授权人,以下简称KPA,是从PA处获得授权,以在相关国家部委/机构执行部分预算使用权限和责任的官员。
  11. 地方预算执行中的预算使用者授权人,以下简称KPA,是被授权执行部分预算使用者权限以执行地方政府单位部分任务和职能的官员。
  12. 承诺制定官员,以下简称PPK,是由PA/KPA授权作出可能导致国家预算/地方预算支出决定的和/或采取行动的官员。
  13. 10a. 技术活动执行官员,以下简称PPTK,是地方政府单位工作单位(SKPD)中根据其职责范围执行一个或多个项目活动的官员。
  14. 货物/服务采购工作单位,以下简称UKPBJ,是部/机构/地方政府中成为货物/服务采购卓越中心的单位。
  15. 遴选工作组,以下简称Pokja Pemilihan,是由UKPBJ负责人指定的人力资源,负责管理供应商的遴选。
  16. 采购官员是负责执行直接采购、直接指定和/或电子采购的行政官员/职能官员/人员。
  17. 已删除。
  18. 已删除。
  19. 采购代理是UKPBJ或商业行为者,执行由部/机构/地方政府单位作为委托方委托的部分或全部货物/服务采购工作。
  20. 自行管理组织者是负责通过自行管理方式组织活动的团队。
  21. 政府采购货物/服务人力资源是在政府采购货物/服务领域工作的公务员和非公务员。
  22. 18a. 货物/服务采购管理职能官员,以下简称货物/服务采购管理者,是被授权官员赋予全面职责、责任、权力和权利以执行货物/服务采购活动的公务员。
  23. 18b. 除货物/服务采购管理职能官员以外的人员,以下简称其他人员,是指印尼国民军士兵/印尼国家警察成员/在豁免拥有货物/服务采购管理者的部/机构中的公务员,被授权官员赋予全面职责、责任、权力和权利以执行货物/服务采购活动。
  24. 18c. 能力证书是对货物/服务采购职能管理资源技术能力达标的确定和承认过程的书面证明,该过程通过符合既定能力标准的能力测试或培训系统化、客观地进行。
  25. 18d. PPK能力证书是对作为PPK技术能力达标的确定和承认过程的书面证明,该过程通过符合既定能力标准的能力测试或培训系统化、客观地进行。
  26. 货物/服务采购总计划,以下简称RUP,是由部/机构/地方政府单位将要执行的货物/服务采购计划清单。
  27. 货物/服务采购电子市场(E-marketplace)是为满足政府货物/服务需求而提供的电子市场。
  28. 电子采购服务是为促进电子化货物/服务采购而提供的信息技术管理服务。
  29. 政府内部监督机构,以下简称APIP,是通过审计、审查、监督、评估和其他监督活动对政府职责和职能的执行进行监督的机构。
  30. 通过自行管理的货物/服务采购,以下简称自行管理(Swakelola),是指由部/机构/地方政府单位、其他部/机构/地方政府单位、社区组织或社区团体自行完成工作以获取货物/服务的方式。
  31. 社区组织,以下简称Ormas,是由社区基于共同的愿望、意愿、需求、利益、活动和目标自愿建立和形成的组织,以参与发展,实现基于潘查希拉的印度尼西亚统一共和国的目标。
  32. 社区团体是利用APBN/APBD预算支持执行货物/服务采购的社区团体。
  33. 通过供应商的货物/服务采购是获取由商业行为者提供的货物/服务的方式。
  34. 商业行为者是在特定领域从事业务和/或活动的商业实体或个人。
  35. 政府采购货物/服务供应商,以下简称供应商,是根据合同提供货物/服务的商业行为者。
  36. 货物是任何有形或无形、可移动或不可移动的物体,可供货物使用者交易、使用或利用。
  37. 29a. 产品是由商业行为者制造的货物或提供的服务。
  38. 建筑工程是包括建筑物的建造、运营、维护、拆除和重建的全部或部分活动。
  39. 咨询服务是需要特定领域专业知识的专业服务,优先考虑智力劳动。
  40. 其他服务是非咨询服务或需要特殊设备、方法和/或在商业界广为人知的管理体系中完成工作的技能的服务。
  41. 业主估价,以下简称HPS,是由PPK确定的货物/服务估价,已计入间接成本、利润和增值税。
  42. 研究是根据科学规则和方法系统地进行的活动,以获取与理解和证明科学技术领域中某一假设和/或假说的真伪相关的信息、数据和说明,并为科学和/或技术的进步得出科学结论。
  43. 从商业行为者或自行管理执行者处进行的电子采购,以下简称电子采购,是通过电子目录系统购买/获取货物/服务的程序。
  44. 招标是获取货物/建筑工程/其他服务供应商的遴选方法。
  45. 遴选是获取咨询服务供应商的遴选方法。
  46. 国际货物/服务采购是由APBN/APBD资助的货物/服务采购,包括其资金来源部分或全部通过对外贷款/外国赠款,并向国内和外国商业行为者开放。
  47. 直接指定是在特定情况下获取货物/建筑工程/咨询服务/其他服务供应商的遴选方法。
  48. 直接采购货物/其他服务是获取价值最高为200,000,000.00印尼盾(两亿印尼盾)的货物/其他服务供应商的遴选方法。
  49. 40a. 直接采购建筑工程是获取价值最高为400,000,000.00印尼盾(四亿印尼盾)的建筑工程供应商的遴选方法。
  50. 直接采购咨询服务是获取价值最高为100,000,000.00印尼盾(一亿印尼盾)的咨询服务供应商的遴选方法。
  51. 电子反向拍卖是重复报价的方法。
  52. 遴选文件是由遴选工作组/采购官员/采购代理制定的文件,其中包含各方在选择供应商时必须遵守的信息和规定。
  53. 货物/服务采购合同,以下简称合同,是PA/KPA/PPK与供应商或自行管理执行者之间的书面协议。
  54. 微型企业是由个人和/或个人商业实体拥有的生产性企业,符合政府条例中关于合作社和微型、小型和中型企业便利、保护和赋权的微型企业标准。
  55. 小型企业是独立的生产性经济企业,由个人或商业实体经营,不属于由中型或大型企业直接或间接拥有、控制或成为其一部分的子公司或分公司,并符合政府条例中关于合作社和微型、小型和中型企业便利、保护和赋权的小型企业标准。
  56. 46a. 国内产品是指在印度尼西亚投资和生产的公司生产或执行的货物和服务,包括设计和工程,使用全部或部分印度尼西亚籍劳动力,并且其过程使用全部或部分来自国内的原材料或部件。
  57. 46b. 环保产品是指已应用环境保护、保护和管理原则的货物和服务,包括技术。
  58. 已删除。
  59. 担保证明,以下简称担保,是由商业银行/担保公司/保险公司/从事融资、担保和保险业务的特殊金融机构出具的书面担保,以鼓励印度尼西亚出口,符合出口融资机构领域的法律法规规定。
  60. 黑名单制裁是给予遴选参与者/供应商的制裁,形式为在一定期限内禁止其参与所有部/机构/地方政府单位/其他机构的货物/服务采购。
  61. 可持续采购是指旨在实现经济上有利并创造良好公司治理的货物/服务采购,不仅为作为用户的部/机构/地方政府单位/其他机构/村政府,也为社会,并在其整个使用周期内显著减少对环境和社会的负面影响。
  62. 货物/服务采购整合是通过合并货物/服务需求以获得有效和高效成果的货物/服务采购策略。
  63. 不可抗力是指合同各方意愿之外发生且无法预见的状况,导致合同中规定的义务无法履行。
  64. 机构负责人是LKPP的负责人。
  65. 已删除。
Article 2
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 46 OF 2025
The scope of application of this Presidential Regulation includes:
  1. Procurement of Goods/Services within Ministries/Institutions/Regional Apparatus/Other Institutions/Village Governments using budgets sourced partly or wholly from APBN/APBD/APB Desa;
  2. Procurement of Goods/Services using budgets from APBN/APBD/APB Desa as referred to in letter a, including Procurement of Goods/Services sourced partly or wholly from domestic loans and/or domestic grants; and/or
  3. Procurement of Goods/Services using budgets from APBN/APBD as referred to in letter a, including Procurement of Goods/Services financed partly or wholly by foreign loans or foreign grants.
Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:
  1. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya/Pemerintah Desa yang menggunakan anggaran belanja yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD/APB Desa;
  2. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD/APB Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri; dan/atau
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
本总统条例的适用范围包括:
  1. 在部/机构/地方政府单位/其他机构/村政府范围内,使用部分或全部来源于国家预算(APBN)/地方预算(APBD)/村预算(APB Desa)的预算进行的货物/服务采购;
  2. 使用a项所述的APBN/APBD/APB Desa预算的货物/服务采购,包括部分或全部资金来源于国内贷款和/或国内赠款的货物/服务采购;和/或
  3. 使用a项所述的APBN/APBD预算的货物/服务采购,包括部分或全部由国外贷款或国外赠款资助的货物/服务采购。
Article 3
(1) The Procurement of Goods/Services in this Presidential Regulation includes:
  1. Goods;
  2. Construction Works;
  3. Consultancy Services; and
  4. Other Services.
(2) The Procurement of Goods/Services as referred to in paragraph (1) can be carried out in an integrated manner.
(3) The Procurement of Goods/Services as referred to in paragraph (1) shall be carried out by:
  1. Self-Management; and/or
  2. Provider.
(1) Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
  1. Barang;
  2. Pekerjaan Konstruksi;
  3. Jasa Konsultansi; dan
  4. Jasa Lainnya.
(2) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
  1. Swakelola; dan/atau
  2. Penyedia.
(1) 本总统条例中的货物/服务采购包括:
  1. 货物;
  2. 建筑工程;
  3. 咨询服务;以及
  4. 其他服务。
(2) 第(1)款所述的货物/服务采购可以综合方式进行。
(3) 第(1)款所述的货物/服务采购应通过以下方式进行:
  1. 自行管理;和/或
  2. 供应商。
CHAPTER II
OBJECTIVES, POLICIES, PRINCIPLES, AND ETHICS OF GOODS/SERVICES PROCUREMENT
Part One
Objectives of Goods/Services Procurement
Article 4
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 12 OF 2021
The Procurement of Goods/Services aims to:
  1. produce the right goods/services for every amount of money spent, measured from the aspects of quality, quantity, time, cost, location, and Provider;
  2. increase the use of domestic products;
  3. increase the participation of Micro Enterprises, Small Enterprises, and Cooperatives;
  4. increase the role of national Business Actors;
  5. support the implementation of research and the utilization of goods/services resulting from research;
  6. increase the participation of the creative industry;
  7. realize economic equality and provide expanded business opportunities; and
  8. enhance Sustainable Procurement.
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
  1. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
  2. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
  3. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi;
  4. meningkatkan peran Pelaku Usaha nasional;
  5. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
  6. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
  7. mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan berusaha; dan
  8. meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan.
货物/服务采购的目标是:
  1. 从质量、数量、时间、成本、地点和供应商等方面衡量,为每一笔支出的资金产出正确的货物/服务;
  2. 增加国内产品的使用;
  3. 增加微型企业、小型企业和合作社的参与;
  4. 增强国家商业行为者的作用;
  5. 支持研究的实施和研究成果货物/服务的利用;
  6. 增加创意产业的参与;
  7. 实现经济平等并提供扩大的商业机会;以及
  8. 加强可持续采购。
Part Two
Goods/Services Procurement Policies
Article 5
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 46 OF 2025
Goods/Services Procurement policies include:
  1. improving the quality of Goods/Services Procurement planning;
  2. implementing more transparent, open, and competitive Goods/Services Procurement;
  3. strengthening the institutional capacity and Human Resources of Goods/Services Procurement;
  4. developing an E-marketplace for Goods/Services Procurement;
  5. using information and communication technology, as well as electronic transactions;
  6. encouraging the use of domestic Goods/Services and Indonesian National Standards;
  7. providing opportunities for Micro, Small, and Medium Enterprises;
  8. encouraging the implementation of Research and creative industries and utilizing the results of inventions and innovations/results of Research, development, assessment, and application of science and technology; and
  9. implementing Sustainable Procurement.
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
  1. meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif;
  3. memperkuat kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
  4. mengembangkan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa;
  5. menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik;
  6. mendorong penggunaan Barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia;
  7. memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan usaha menengah;
  8. mendorong pelaksanaan Penelitian dan industri kreatif serta memanfaatkan hasil invensi dan inovasi/hasil Penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
  9. melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan.
货物/服务采购政策包括:
  1. 提高货物/服务采购规划的质量;
  2. 实施更透明、公开和有竞争力的货物/服务采购;
  3. 加强货物/服务采购的机构能力和人力资源;
  4. 发展货物/服务采购的电子市场;
  5. 使用信息和通信技术以及电子交易;
  6. 鼓励使用国内货物/服务和印度尼西亚国家标准;
  7. 为微型、小型和中型企业提供机会;
  8. 鼓励实施研究和创意产业,并利用发明和创新/研究、开发、评估和应用科学技术的结果;以及
  9. 实施可持续采购。
Part Three
Principles of Goods/Services Procurement
Article 6
Goods/Services Procurement applies the following principles:
  1. efficient;
  2. effective;
  3. transparent;
  4. open;
  5. competitive;
  6. fair; and
  7. accountable.
Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut:
  1. efisien;
  2. efektif;
  3. transparan;
  4. terbuka;
  5. bersaing;
  6. adil; dan
  7. akuntabel.
货物/服务采购适用以下原则:
  1. 高效;
  2. 有效;
  3. 透明;
  4. 公开;
  5. 竞争;
  6. 公平;以及
  7. 问责。
Part Four
Ethics of Goods/Services Procurement
Article 7
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 46 OF 2025
(1) All parties involved in Goods/Services Procurement shall adhere to the following ethics:
  1. perform tasks in an orderly manner, accompanied by a sense of responsibility to achieve the targets, smoothness, and accuracy of the Goods/Services Procurement objectives;
  2. work professionally, independently, and maintain the confidentiality of information which by its nature must be kept confidential to prevent irregularities in Goods/Services Procurement;
  3. not influence each other, either directly or indirectly, which results in unhealthy business competition;
  4. accept and be responsible for all decisions made in accordance with the written agreement of the related parties;
  5. avoid and prevent conflicts of interest of related parties, either directly or indirectly, which result in unhealthy business competition in Goods/Services Procurement;
  6. avoid and prevent waste and leakage of state finances;
  7. avoid and prevent abuse of authority and/or collusion; and
  8. not accept, not offer, or not promise to give or receive gifts, rewards, commissions, rebates, and anything else from or to anyone who is known or reasonably suspected to be related to Goods/Services Procurement.
(2) Conflict of interest of related parties as referred to in paragraph (1) letter e, occurs when:
  1. directors, board of commissioners, or key personnel in a business entity, concurrently serve as directors, board of commissioners, or key personnel in another business entity participating in the same Tender/Selection;
  2. planning/supervising consultants in the Procurement of Goods/Construction Works/Other Services act as the implementer of the Procurement of Goods/Construction Works/Other Services they planned/supervised, except in the implementation of integrated work procurement;
  3. construction management consultants act as planning consultants;
  4. cooperative managers/managers concurrently serve as PPK/Pokja Pemilihan/Procurement Officer in the implementation of Goods/Services Procurement at Ministries/Institutions/Regional Apparatus/Other Institutions;
  5. PPK/Pokja Pemilihan/Procurement Officer, either directly or indirectly, controls or runs a Provider's business entity; and/or
  6. several business entities participating in the same Tender/Selection that meet the criteria of Beneficial Owners in accordance with the provisions of laws and regulations regarding the Application of the Principle of Recognizing Beneficial Owners of Corporations in the context of Preventing and Eradicating Money Laundering and Terrorism Financing.
(1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
  1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
  3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
  4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
  5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
  6. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
  7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
  8. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:
  1. direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama;
  2. konsultan perencana/pengawas dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya bertindak sebagai pelaksana Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;
  3. konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;
  4. pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Institusi Lainnya;
  5. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau
  6. beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama yang memenuhi kriteria Pemilik Manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
(1) 参与货物/服务采购的所有各方应遵守以下道德规范:
  1. 有序执行任务,并负有责任感,以实现货物/服务采购的目标、顺利和准确性;
  2. 专业、独立地工作,并对根据其性质必须保密的信息保密,以防止货物/服务采购中的违规行为;
  3. 不直接或间接相互影响,导致不健康的商业竞争;
  4. 根据相关方的书面协议,接受并对所有已作出的决定负责;
  5. 避免和防止相关方直接或间接的利益冲突,导致货物/服务采购中的不健康商业竞争;
  6. 避免和防止国家财政的浪费和泄露;
  7. 避免和防止滥用职权和/或串通;以及
  8. 不接受、不提供或不承诺给予或接受任何已知或合理怀疑与货物/服务采购有关的人士的礼物、报酬、佣金、回扣等任何东西。
(2) 第(1)款e项所指的相关方利益冲突,发生在以下情况:
  1. 某一商业实体的董事、监事会成员或核心人员,同时担任参与同一招标/遴选的另一商业实体的董事、监事会成员或核心人员;
  2. 货物/建筑工程/其他服务采购中的规划/监督顾问,担任其所规划/监督的货物/建筑工程/其他服务采购的执行人,除非在综合工程采购的实施中;
  3. 建筑管理顾问担任规划顾问;
  4. 合作社的管理者/经理兼任部/机构/地方政府单位/其他机构货物/服务采购实施中的PPK/遴选工作组/采购官员;
  5. PPK/遴选工作组/采购官员直接或间接控制或经营供应商的商业实体;和/或
  6. 参与同一招标/遴选的若干商业实体,符合关于在预防和打击洗钱和恐怖主义融资框架内应用识别公司受益所有人原则的法律法规规定的受益所有人标准。
CHAPTER III
ACTORS IN GOODS/SERVICES PROCUREMENT
Part One
Actors in Goods/Services Procurement
Article 8
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 12 OF 2021
The actors in Goods/Services Procurement consist of:
  1. PA;
  2. KPA;
  3. PPK;
  4. Procurement Officer;
  5. Pokja Pemilihan;
  6. Procurement Agent;
  7. deleted;
  8. Self-Management Organizer; and
  9. Provider.
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
  1. PA;
  2. KPA;
  3. PPK;
  4. Pejabat Pengadaan;
  5. Pokja Pemilihan;
  6. Agen Pengadaan;
  7. dihapus;
  8. Penyelenggara Swakelola; dan
  9. Penyedia.
货物/服务采购的参与者包括:
  1. PA;
  2. KPA;
  3. PPK;
  4. 采购官员;
  5. 遴选工作组;
  6. 采购代理;
  7. 已删除;
  8. 自行管理组织者;以及
  9. 供应商。
CHAPTER XV
CLOSING PROVISIONS
Article 91
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025
(1) Further provisions concerning:
  1. types and descriptions of Goods/services as referred to in Article 3;
  2. procurement actors as referred to in Article 8;
  3. procurement planning as referred to in Article 18;
  4. packaging strategy as referred to in Articles 20A and 20B;
  5. Consolidation of Goods/Services Procurement as referred to in Article 21;
  6. preparation for Self-Management as referred to in Article 23, and implementation of Self-Management as referred to in Article 47;
  7. preparation for Goods/Services Procurement through Providers as referred to in Article 25;
  8. types of Goods/Services Procurement Contracts as referred to in Article 27;
  9. methods for selecting Providers of Goods/Construction Works/Other Services as referred to in Article 38, and Consultancy Services as referred to in Article 41;
  10. methods for evaluating bids from Providers of Goods/Construction Works/Other Services as referred to in Article 39, and Consultancy Services as referred to in Article 42;
  11. methods for submitting bid documents in the selection of Providers of Goods/Construction Works/Other Services as referred to in Article 40, and Consultancy Services as referred to in Article 43;
  12. qualification of Providers as referred to in Article 44;
  13. schedule for Provider selection as referred to in Article 45;
  14. Provider Selection Documents as referred to in Article 46;
  15. implementation of Goods/Services Procurement through Providers as referred to in Articles 50 to 58;
  16. Procurement of Goods/Services in handling emergencies as referred to in Article 59;
  17. International Goods/Services Procurement as referred to in Article 63;
  18. use of Domestic Products in Goods/Services Procurement as referred to in Article 66;
  19. final evaluation price as referred to in Article 67;
  20. Human Resources for Goods/Services Procurement as referred to in Article 74;
  21. sanctions as referred to in Articles 78 to 82;
  22. National Blacklist as referred to in Article 83; and
  23. contract dispute resolution services as referred to in Article 85,
shall be stipulated by a Regulation of the Head of the Institution.

(2) In the event that the provisions as referred to in paragraph (1) are related to payment mechanisms, the Head of LKPP shall coordinate with:
  1. the minister who organizes government affairs in the field of state finance for the APBN; or
  2. the minister who organizes government affairs in the field of home affairs for the APBD.
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. jenis dan uraian Barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
  2. pelaku pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
  3. perencanaan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
  4. strategi pemaketan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20A dan Pasal 20B;
  5. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
  6. persiapan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pelaksanaan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47;
  7. persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
  8. jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27;
  9. metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41;
  10. metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;
  11. metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalan Pasal 43;
  12. kualifikasi Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44;
  13. jadwal pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;
  14. Dokumen Pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
  15. pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 58;
  16. Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59;
  17. Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63;
  18. penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66;
  19. harga evaluasi akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67;
  20. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74;
  21. sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82;
  22. Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; dan
  23. layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85,
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga.

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan mekanisme pembayaran, Kepala LKPP berkoordinasi dengan:
  1. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk APBN; atau
  2. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk APBD.
(1) 关于以下事项的进一步规定:
  1. 第3条所述的货物/服务的种类和说明;
  2. 第8条所述的采购参与者;
  3. 第18条所述的采购规划;
  4. 第20A条和第20B条所述的包装策略;
  5. 第21条所述的货物/服务采购整合;
  6. 第23条所述的自行管理准备工作,以及第47条所述的自行管理实施;
  7. 第25条所述的通过供应商进行的货物/服务采购准备工作;
  8. 第27条所述的货物/服务采购合同类型;
  9. 第38条所述的货物/建筑工程/其他服务供应商选择方法,以及第41条所述的咨询服务;
  10. 第39条所述的货物/建筑工程/其他服务供应商投标评估方法,以及第42条所述的咨询服务;
  11. 第40条所述的货物/建筑工程/其他服务供应商选择中提交投标文件的办法,以及第43条所述的咨询服务;
  12. 第44条所述的供应商资格;
  13. 第45条所述的供应商选择时间表;
  14. 第46条所述的供应商选择文件;
  15. 第50至58条所述的通过供应商实施的货物/服务采购;
  16. 第59条所述的紧急情况下货物/服务的采购;
  17. 第63条所述的国际货物/服务采购;
  18. 第66条所述的在货物/服务采购中使用国内产品;
  19. 第67条所述的最终评估价格;
  20. 第74条所述的货物/服务采购人力资源;
  21. 第78至82条所述的制裁;
  22. 第83条所述的国家黑名单;以及
  23. 第85条所述的合同争议解决服务,
应由机构负责人条例规定。

(2) 若第(1)款所述规定与支付机制有关,LKPP负责人应与:
  1. 负责国家财政事务的部长就APBN进行协调;或
  2. 负责内政事务的部长就APBD进行协调。
Article 92
Presidential Regulation Number 54 of 2010 concerning Government Procurement of Goods/Services as amended several times, most recently by Presidential Regulation Number 4 of 2015 concerning the Fourth Amendment to Presidential Regulation Number 54 of 2010 concerning Government Procurement of Goods/Services, is revoked and declared no longer valid. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2010年第54号总统条例关于政府采购货物/服务,经数次修订,最近一次修订为2015年第4号总统条例,即对2010年第54号总统条例的第四次修订,现予废止并宣布无效。
Article 93
At the time this Presidential Regulation comes into force, all implementing regulations of Presidential Regulation Number 54 of 2010 concerning Government Procurement of Goods/Services as amended several times, most recently by Presidential Regulation Number 4 of 2015 concerning the Fourth Amendment to Presidential Regulation Number 54 of 2010 concerning Government Procurement of Goods/Services, are declared to remain in effect as long as they are not contradictory to and/or have not been replaced by provisions in this Presidential Regulation. Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. 在本总统条例生效时,所有关于2010年第54号总统条例(关于政府采购货物/服务)的实施条例,经数次修订,最近一次为2015年第4号总统条例(对2010年第54号总统条例的第四次修订),只要不与本总统条例的规定相抵触和/或尚未被本总统条例的规定所取代,则宣布继续有效。
Article 94
This Presidential Regulation shall come into force on the date of its promulgation. For public cognizance, it is ordered that this Presidential Regulation be promulgated by its placement in the State Gazette of the Republic of Indonesia. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 本总统条例自颁布之日起生效。为使公众知晓,兹命令将本总统条例公布于印度尼西亚共和国国家公报。

Promulgated in Jakarta,
On March 22, 2018

MINISTER OF LAW AND HUMAN RIGHTS
OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,

Sgd.

YASONNA H. LAOLY

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 22 Maret 2018

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

YASONNA H. LAOLY

于雅加达颁布
日期:2018年3月22日

印度尼西亚共和国
法律与人权部长,

(签名)

亚松纳·H·劳利

Enacted in Jakarta,
On March 16, 2018

PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,

Sgd.

JOKO WIDODO

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 Maret 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

JOKO WIDODO

于雅加达制定
日期:2018年3月16日

印度尼西亚共和国总统,

(签名)

佐科·维多多

STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA OF 2018 NUMBER 33
1 Effective February 2, 2021
2 Effective April 30, 2025.
1 Berlaku pada tanggal 2 Februari 2021
2 Berlaku pada tanggal 30 April 2025.
1 2021年2月2日生效
2 2025年4月30日生效。
PRESIDENTIAL REGULATION NUMBER 46 OF 2025:
At the time this Presidential Regulation comes into force:
  1. Procurement of Goods/Services for which the preparation and implementation have been carried out before this Presidential Regulation comes into force, may be continued in accordance with the provisions stipulated in this Presidential Regulation;
  2. Contracts signed based on Presidential Regulation Number 16 of 2018 concerning Government Procurement of Goods/Services as amended by Presidential Regulation Number 12 of 2021 concerning the Amendment to Presidential Regulation Number 16 of 2018 concerning Government Procurement of Goods/Services, shall remain valid until the expiration of the Contract;
  3. Procurement of Goods/Services that is being and will be carried out for activities financed by foreign loans or foreign grants based on foreign loan agreements or foreign grant agreements and/or their derivatives established before the enactment of this Presidential Regulation, shall be carried out based on the provisions stipulated in said agreements and/or their derivatives; and
  4. Industrial Product Goods and services declared by Business Actors as Domestic Products (self-declare) before this Presidential Regulation comes into force may still be used in Procurement for a maximum of 2 (two) years from the date this Presidential Regulation comes into force.
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2025:
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
  1. Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan pengadaannya telah dilakukan sebelum Peraturan Presiden ini mulai berlaku, dapat dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini;
  2. Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak;
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang sedang dan akan dilaksanakan untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berdasarkan perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri dan/atau turunannya yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian dan/atau turunannya tersebut dan
  4. Barang dan jasa Produk industri yang dinyatakan oleh Pelaku Usaha sebagai Produk Dalam Negeri (self declare) sebelum Peraturan Presiden ini berlaku masih dapat digunakan dalam Pengadaan sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
2025年第46号总统条例:
在本总统条例生效时:
  1. 在本总统条例生效前已进行准备和实施的货物/服务采购,可根据本总统条例的规定继续进行;
  2. 根据2018年第16号总统条例(关于政府采购货物/服务)及其经2021年第12号总统条例修订的规定签署的合同,在合同期满前仍然有效;
  3. 在本总统条例生效前,根据国外贷款协议或国外赠款协议及其衍生文件确定,由国外贷款或国外赠款资助的活动正在进行和将要进行的货物/服务采购,应根据上述协议和/或其衍生文件的规定进行;并且
  4. 在本总统条例生效前由商业行为者声明为国内产品(自行声明)的工业产品货物和服务,自本总统条例生效之日起最多可继续在采购中使用2(两)年。
Link to ESDM Regulation below in blue

Link to ESDM Regulation below in blue (click)

Contact us should you have any further queries

via Whatsapp (call or chat), or email contact@andzaribrahim.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart