Ringkasan Eksekutif (Hukum Islam)
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), istri yang menggugat cerai tetap dilindungi hak-haknya, terutama jika perceraian disebabkan oleh kesalahan suami. Hak-hak ini mencakup jaminan finansial selama masa tunggu (iddah), kompensasi (mut'ah), serta hak terkait harta bersama dan anak.
Hak-Hak Pokok Istri (Hukum Islam)
Nafkah Iddah
Nafkah yang wajib diberikan suami selama masa iddah (tunggu) istri, kecuali istri nusyuz.
Dasar Hukum: KHI Pasal 149(a).
Mut'ah
Pemberian atau hadiah penghibur dari mantan suami. Untuk cerai gugat, hakim dapat mewajibkannya jika perceraian karena kesalahan suami.
Dasar Hukum: KHI Pasal 158.
Harta Bersama
Aset yang diperoleh selama perkawinan harus dibagi dua.
Dasar Hukum: KHI Pasal 97.
Hak Asuh Anak (Hadhanah)
Pemeliharaan anak di bawah 12 tahun adalah hak ibunya. Kepentingan anak adalah yang utama.
Dasar Hukum: KHI Pasal 105.
Studi Kasus (Hukum Islam)
Jika Suami Selingkuh atau Tidak Menafkahi
Jika istri dapat membuktikan kesalahan suami (seperti selingkuh atau tidak menafkahi), maka posisi istri dalam menuntut hak-haknya menjadi sangat kuat. Hakim akan mempertimbangkan kesalahan suami sebagai dasar untuk mewajibkan pembayaran:
- Nafkah Iddah & Mut'ah: Hak istri menjadi penuh dan nilai mut'ah dapat ditetapkan secara layak sebagai kompensasi.
- Nafkah Madhiyah: Istri dapat menuntut nafkah lampau yang tidak dipenuhi suami.
- Hak Asuh Anak: Kesalahan suami dapat memperkuat posisi ibu untuk mendapatkan hak asuh anak.
Dasar Hukum Utama (Hukum Islam)
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Merupakan rujukan utama bagi Pengadilan Agama yang mengatur secara rinci tentang Nafkah Iddah, Mut'ah, Hadhanah, dan Harta Bersama.