MEMORANDUM HUKUM DIGITAL

Analisis Komprehensif atas Implikasi Yuridis Peraturan Menteri Investasi No. 5 Tahun 2025

I. Ringkasan Eksekutif & Permasalahan Hukum

Memorandum ini menyajikan analisis yuridis komprehensif terhadap Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Nomor 5 Tahun 2025 (“Permen 5/2025”). Peraturan ini merupakan kodifikasi dan pedoman teknis utama yang mengoperasionalkan sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Online Single Submission (OSS). Analisis kami menemukan bahwa Permen 5/2025 secara fundamental mengubah lanskap kepatuhan bagi pelaku usaha dengan menggeser beban dari pemenuhan syarat *ex-ante* menjadi pengawasan kepatuhan standar secara *ex-post*. Permasalahan hukum utama yang dikaji meliputi perubahan status, kekuatan hukum, dan implikasi dari setiap jenis perizinan; persyaratan yuridis yang bersifat imperatif terkait struktur permodalan dan nilai investasi; identifikasi titik-titik kritis (*critical legal points*) dalam alur proses perizinan; serta implikasi yuridis dari kodifikasi regulasi terhadap kepastian hukum.

II. Analisis Doktrinal Perizinan Berbasis Risiko

Permen 5/2025 tidak hanya mengubah nomenklatur perizinan, tetapi juga substansi dan kekuatan hukumnya. Kekuatan mengikat dan hak yang timbul dari setiap izin kini bergantung sepenuhnya pada tingkat risiko yang ditetapkan oleh pemerintah.

A. Risiko Rendah

Perizinan yang dibutuhkan hanyalah Nomor Induk Berusaha (NIB). Secara hukum, NIB untuk kategori ini bersifat *konstitutif* dan *final*, berfungsi sebagai lisensi tunggal (*single license*) yang memberikan hak untuk segera memulai kegiatan persiapan, operasional, dan komersial. Ini adalah implementasi penuh dari prinsip penyederhanaan, di mana NIB sekaligus menjadi identitas, legalitas, Angka Pengenal Impor (API), dan hak akses kepabeanan.

B. Risiko Menengah (Rendah dan Tinggi)

C. Risiko Tinggi

Memerlukan NIB dan Izin. NIB di sini hanya berfungsi sebagai tiket masuk untuk mengurus Izin. Izin itu sendiri merupakan persetujuan negara yang bersifat *konstitutif* dan *diskresioner* (berdasarkan pemenuhan syarat), yang menjadi satu-satunya dasar hukum untuk memulai operasi komersial. Ini adalah rezim perizinan penuh di mana negara melakukan verifikasi substantif yang ketat.

III. Kajian Imperatif: Ketentuan Investasi & Permodalan

Ketentuan modal adalah garda terdepan dalam penyaringan investasi dan bersifat imperatif. Kegagalan memenuhi aspek ini akan menghentikan proses validasi di Sistem OSS.

IV. Alur Proses Perizinan & Titik Kritis (Interaktif)

Proses perizinan, meskipun terintegrasi, memiliki beberapa titik kritis. Salah satu yang paling fundamental adalah Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagai prasyarat absolut sebelum NIB dapat diproses untuk kegiatan yang membutuhkan lahan. SLA 20 hari kerja untuk KKPR menjadi jaminan hukum penting bagi investor.

V. Analisis Komparatif Regulasi (Ius Constitutum)

Aspek Hukum Rezim Sebelumnya (Per. BKPM 2021) Rezim Baru (Permen 5/2025)
Prinsip Regulasi Fragmentasi Norma: Aturan terpecah dalam tiga peraturan, menciptakan potensi konflik norma dan ketidakpastian. Kodifikasi dan Harmonisasi: Seluruh norma diintegrasikan, memberikan kepastian hukum (*lex certa*) melalui sumber rujukan tunggal.
Pengawasan Reaktif dan Insidental: Cenderung dilakukan berdasarkan temuan atau laporan sporadis. Proaktif dan Berbasis Data: Terstruktur dan dipicu oleh analisis data Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang disampaikan secara digital.

VI. Kesimpulan & Rekomendasi Yuridis

Permen 5/2025 menciptakan kerangka hukum yang lebih terstruktur dan transparan. Namun, simplifikasi di tahap awal diimbangi dengan kompleksitas dan ketatnya kepatuhan di tahap pasca-NIB. Keberhasilan implementasi akan bergantung pada konsistensi penerapan dan keandalan sistem OSS.

Rekomendasi