Analisis Komprehensif Developer Syariah

Berdasarkan Hukum Positif Indonesia

Bagian 1: Dekonstruksi Konsep "Developer Syariah"

Untuk menganalisis, kita harus membedah paradoks utamanya: "Developer Syariah" adalah sebuah konsep bisnis yang beroperasi dalam kerangka hukum non-syariah.

A. Sebagai Konsep Bisnis (Identitas Pasar)

Ini adalah **model pemasaran** dan **filosofi operasional**. Tujuannya adalah untuk menarik segmen pasar Muslim yang 'unbankable' atau menghindari KPR konvensional. Fondasinya adalah `Aqidah` (keyakinan) dan `Fiqh Muamalah` (hukum dagang Islam).

B. Sebagai Konsep Hukum (Legalitas Formal)

Di mata Hukum Positif Indonesia, **TIDAK ADA** badan hukum "Developer Syariah". Mereka adalah **Perseroan Terbatas (PT) biasa** yang tunduk 100% pada:

  • UU No. 40/2007 (Perseroan Terbatas)
  • UU No. 1/2011 (Perumahan & Pemukiman)
  • UU No. 8/1999 (Perlindungan Konsumen)
  • PP No. 12/2021 (Pelaksana UU Cipta Kerja)

Kesimpulan: Label "Syariah" tidak memberikan imunitas atau dispensasi hukum apapun.

Bagian 2: Elaborasi Filosofi & Akad Syariah

Model ini berdiri di atas dua pilar: (1) Filosofi "Tujuh Tanpa" yang menolak sistem konvensional, dan (2) Akad spesifik yang diakui DSN-MUI.

Filosofi "Tujuh Tanpa" & Implikasi Cash Flow-nya

Meskipun menarik secara ideologis, filosofi ini menciptakan risiko arus kas (cash flow) yang sangat tinggi bagi developer.

🚫 Tanpa Bank

Implikasi: Tidak ada KPR, modal murni dari investor atau putaran uang konsumen. Sangat rentan macet.

🚫 Tanpa Riba

Implikasi: Harga 'fixed' di awal. Jika biaya konstruksi naik (inflasi), developer tidak bisa menaikkan harga. Risiko rugi.

🚫 Tanpa Denda

Implikasi: Tidak ada 'shock therapy' bagi konsumen yang menunggak. Arus kas masuk (cicilan) menjadi tidak pasti.

🚫 Tanpa Sita

Implikasi: Penanganan gagal bayar menjadi rumit dan lama (musyawarah). Aset developer 'terkunci' pada konsumen wanprestasi.

(Lainnya: Tanpa BI Checking, Tanpa Asuransi, Tanpa Akad Ganda)

Akad (Kontrak) Kunci yang Digunakan

Jenis Akad Mekanisme Penggunaan
Istishna' (Jual Beli Pesanan) Konsumen memesan rumah (objek belum ada) dengan spesifikasi jelas. Developer membangun dan menyerahkan. (Ref: Fatwa DSN-MUI No: 06/DSN-MUI/IV/2000). Ini adalah akad untuk unit **INDEN (Pre-Project)**. Ini adalah sumber utama konflik hukum.
Murabahah (Jual Beli + Margin) Developer (sebagai penjual) menyatakan harga perolehan (modal) dan margin keuntungan (ribh). Konsumen setuju membeli dengan total harga tersebut. Umumnya untuk unit **READY STOCK** atau skema cicilan harga tetap pada unit yang sudah ada.

Bagian 3: Realitas Pasar vs. Model "Tanpa Bank"

Filosofi "Tanpa Bank" (KPR) adalah antitesis langsung dari struktur pasar properti Indonesia yang 80-90% didanai oleh perbankan.

Struktur Pembiayaan Properti Residensial (Data BI)

Data Laporan Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia (Triwulan II 2024) menunjukkan bahwa 80.05% konsumen menggunakan KPR. Model "Tanpa KPR" beroperasi di ceruk pasar yang sangat kecil (19.95%).

Ini membuktikan bahwa model "Tanpa Bank" memotong dirinya dari 80% sumber pendanaan konsumen, menempatkan tekanan ekstrem pada modal developer sendiri.

Bagian 4: Koridor Hukum Wajib (Berlaku untuk SEMUA)

Hukum Positif tidak peduli model bisnis Anda. Setiap developer wajib melewati alur perizinan berbasis risiko (OSS-RBA) pasca-UU Cipta Kerja.

Alur Perizinan Legalitas Proyek

1. Perizinan Dasar (NIB & KBLI)

Developer mendaftar sebagai PT di sistem Online Single Submission (OSS). KBLI 68111 (Real Estat).

2. Perizinan Lokasi (PKKPR)

Mengurus Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Memastikan lahan proyek sesuai RTRW.

3. Perizinan Lingkungan & Teknis

Mengurus AMDAL atau UKL-UPL (Izin Lingkungan) dan standar teknis lainnya (Persetujuan Drainase, Lalin, dll).

4. Perizinan Konstruksi (PBG)

Mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (pengganti IMB). **Ini adalah izin KUNCI sebelum boleh membangun ATAU menjual.**

Bagian 5: BENTURAN KRITIS (Fiqh vs. Hukum Positif)

Di sinilah letak 'bom waktu' hukum. Praktik `Akad Istishna'` (jual-beli inden) yang sah secara Fiqh, seringkali ilegal secara Hukum Positif (PP 12/2021).

Perang Norma: Jual Beli Inden (Pre-Project Selling)

Developer Syariah yang menjual unit "gambar" (inden) berpegang pada Fiqh, namun mengabaikan syarat imperatif dari Hukum Positif yang melindungi konsumen.

Parameter Fiqh (Akad Istishna') Hukum Positif (PP 12/2021)
Objek Jual Beli Barang pesanan (rumah) yang **belum wujud**, namun spesifikasinya jelas. Rumah fisik yang sudah memiliki **izin** dan **progres pembangunan**.
Status Legalitas **SAH**, selama spesifikasi (luas, bahan, harga) jelas dan disepakati (Rukun & Syarat Jual Beli terpenuhi). **DILARANG**, kecuali 4 syarat kumulatif dalam PP 12/2021 terpenuhi.
Fokus Perlindungan Mencegah `Gharar` (ketidakpastian) dalam akad. Fokus pada kejelasan kontrak. Mencegah kerugian konsumen. Fokus pada **kepastian legalitas & fisik objek**.
Konsekuensi Pelanggaran Akad bisa menjadi `Fasid` (rusak) atau batal demi hukum syariah. Sanksi Administratif, Perdata (batal demi hukum), hingga **PIDANA** (Penipuan).

Bagian 6: Elaborasi 4 Syarat Wajib PP 12/2021

Developer (syariah/konvensional) DILARANG menandatangani PPJB/Akad Jual Beli unit inden sebelum 4 syarat ini terpenuhi secara kumulatif:

1

Kesesuaian Tata Ruang (PKKPR)

Harus sudah mengantongi PKKPR. Memastikan lokasi tersebut sah secara tata ruang (RTRW) untuk dibangun perumahan.

2

Status Tanah (Clear & Clean)

Kritis: Sertifikat tanah (SHM/HGB Induk) harus sudah **atas nama PT Developer**. Bukan atas nama pribadi pemilik, bukan girik, bukan masih PPJB.

3

Izin Konstruksi (PBG)

Harus sudah mengantongi **Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)** Induk atau PBG unit. Tanpa ini, menjual adalah ilegal.

4

Jaminan Pembangunan

Wajib ada progres fisik **keterbangunan minimal 20%** ATAU memiliki **Jaminan Pembangunan dari Bank**.

Nuansa Kritis pada Syarat (4)

Karena DPS menganut prinsip "Tanpa Bank", mereka **tidak bisa** menerbitkan Jaminan Pembangunan dari Bank. Artinya, DPS secara hukum **WAJIB membangun 20% proyek dengan modal sendiri** sebelum boleh menjual. Banyak yang melanggar poin ini karena ketiadaan modal.

Bagian 7: Analisis Risiko Fatal (Red Flag Zone)

Melanggar PP 12/2021 bukan sekadar sanksi administratif. Ini membuka 3 risiko hukum fatal bagi developer DAN konsumen.

Risiko 1: Cacat Legalitas Objek (Status Tanah)

Ini adalah kegagalan paling umum (pelanggaran syarat 2). Developer nekat menjual unit di atas tanah yang legalitasnya masih bermasalah, memicu sengketa di kemudian hari.

Risiko 2 & 3: Konsekuensi Hukum & Yurisprudensi

🔴 RISIKO PIDANA (Pasal 378 KUHP)

Jika developer sejak awal tahu tanah/izin bermasalah (melanggar PP 12/2021) namun tetap gencar promosi dan menerima uang, ini bukan wanprestasi (perdata). Ini adalah **PENIPUAN** (pidana) dengan **itikad buruk** (bad faith). (Ref: Yurisprudensi MA 4/Yur/Pid/2018).

🔴 RISIKO PAILIT (UU 37/2004)

Karena 'cash flow' yang rapuh (Tanpa Denda, Tanpa Bank), jika developer gagal membangun dan gagal bayar ke 2 konsumen atau lebih, mereka bisa diajukan **PAILIT**. Aset disita kurator, konsumen (kreditur) kehilangan seluruh uangnya. (Contoh: Kasus K. Kurma, dkk).

🟡 RISIKO YURISDIKSI (SEMA 10/2020)

Ini adalah jebakan prosedural. Jika akad Anda (PPJB) bernama "Akad Istishna" atau "Akad Murabahah", sengketa adalah wewenang absolut **Pengadilan Agama (PA)**, bukan Pengadilan Negeri (PN). Salah gugat di PN, gugatan Anda akan ditolak (NO - Niet Ontvankelijke Verklaard).

Bagian 8: Kesimpulan & Checklist Wajib Konsumen

Pasar akan mengalami seleksi alam. DPS yang mampu memadukan Fiqh dengan Hukum Positif akan bertahan. Yang spekulatif akan gugur.

Proyeksi Pasar Developer

Hukum Positif (PP 12/2021) akan memisahkan pasar developer (syariah/konvensional) menjadi dua kutub yang jelas:

Checklist Kritis Konsumen Cerdas

Ideologi penting, namun legalitas adalah harga mati. Sebelum menyerahkan DP (uang muka) sepeserpun, konsumen WAJIB memverifikasi 2 hal ini:

  • 1. TANYAKAN SERTIFIKAT TANAH (Syarat 2)

    Minta lihat bukti! Pastikan SHM/HGB Induk sudah "clear & clean" dan atas nama **PT DEVELOPER**, bukan atas nama perorangan atau masih dalam proses PPJB dengan pemilik lama.

  • 2. TANYAKAN PBG (Syarat 3)

    Minta lihat bukti **Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)** Induk atau PBG unit yang sudah terbit. Jangan percaya jika masih "sedang diurus". Tanpa PBG, developer dilarang menjual.

Jika developer tidak bisa menunjukkan 2 hal ini, SEBAIKNYA JANGAN BERTRANSAKSI.