Analisis Dampak Larangan Polisi Aktif di Jabatan Sipil
Pasal 28 (3) UU Polri (Batang Tubuh):
"Anggota Polri... dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun."
Penjelasan Pasal 28 (3):
"...jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut... 'atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri'."
*Frasa ini menciptakan celah hukum (loophole) yang melegitimasi 'penugasan' polisi aktif di jabatan sipil.
Amar Putusan:
"Mengabulkan permohonan... Frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri'... bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat." [1]
Implikasi Norma:
Norma kembali murni ke Batang Tubuh Pasal 28 (3). Polisi aktif WAJIB MUNDUR/PENSIUN untuk menjabat di luar kepolisian.
Putusan ini didasari oleh 4 pilar pertimbangan hukum (Ratio Decidendi) utama untuk memulihkan tatanan hukum negara.
Penjelasan Pasal 28(3) terbukti mengaburkan substansi dan bertentangan dengan Batang Tubuhnya. Ini melanggar Asas Kepastian Hukum yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. [3, 1, 2]
Penjelasan (elucidation) tidak boleh menambah, mengurangi, atau mengubah norma di Batang Tubuh. Frasa yang dibatalkan terbukti 'menciptakan norma baru' yang melanggar Asas UU P3. [2]
Praktik penugasan polisi aktif di jabatan sipil strategis (KPK, BNN, Kementerian) [2], dinilai telah menciptakan "Dwifungsi Polri" baru, mengkhianati semangat Reformasi, dan merusak supremasi sipil. [4, 5, 6, 2]
Putusan ini menyejajarkan UU Polri dengan UU TNI (Pasal 47). UU TNI secara tegas, ketat, dan limitatif mengatur jabatan sipil (hanya 10 lembaga) yang boleh diisi prajurit aktif. [2]
Putusan ini berdampak langsung pada setiap anggota Polri aktif yang sedang menduduki jabatan sipil. Berikut adalah alur konsekuensi hukumnya.
PUTUSAN MK 114/2025
Seluruh penugasan Anda KEHILANGAN DASAR HUKUM. [3]
ANDA WAJIB MEMILIH 2 OPSI
(Tidak bisa rangkap jabatan)
Segera Mengajukan Pengunduran Diri atau Pensiun Dini dari Dinas Kepolisian.
Status: Menjadi ASN Murni
Segera Melepaskan Jabatan Sipil yang sedang diduduki.
Status: Ditarik Kembali ke Mabes Polri
Terjadi penarikan besar-besaran Pati/Pamen kembali ke Mabes. Ini berpotensi menciptakan surplus perwira tanpa jabatan ("Pati non-job") dan memperlambat alur promosi. Namun, ini juga mendorong Polri fokus pada tugas pokoknya (Pasal 13 UU Polri). [4, 5, 12]
Timbul kekosongan jabatan sipil strategis (K/L, BUMN, dll). Ini memaksa regenerasi internal ASN dan memperkuat sistem meritokrasi birokrasi, melepaskan ketergantungan pada "penugasan" eksternal. [7, 8, 9, 10]
Putusan ini secara de jure mengakhiri praktik "Dwifungsi Polri" yang menggerogoti tatanan negara. Ini memurnikan kembali prinsip supremasi sipil sesuai amanat Reformasi 1998. [2, 4, 6]
Putusan ini tidak bulat, terdapat 2 Hakim Konstitusi yang memberikan pendapat berbeda (Dissenting Opinion). [[6]]
Ahli Pemohon membandingkan UU Polri yang kabur dengan UU TNI yang sangat ketat (hanya 10 lembaga terkait pertahanan). [2]
Pemerintah merujuk UU ASN (Pasal 19 & 20) [7, 8, 9, 10] yang memungkinkan Polri mengisi jabatan ASN dan sebaliknya. MK secara implisit menolak ini, menegaskan UU Polri (Lex Specialis) harus dipatuhi lebih dulu (harus pensiun). [2]
Ahli Pemerintah berdalil Polri adalah "fungsi pemerintahan"[2] sehingga wajar mengisi jabatan sipil. Berbeda dengan TNI yang murni "fungsi pertahanan". Dalil ini tidak dipertimbangkan oleh mayoritas hakim. [2]