Summary of OJK Regulation Number 5 of 2024 on Determination of the Status of Supervision and Problem Handling of Commercial Banks

Summary of OJK Regulation Number 5 of 2024 on Determination of the Status of Supervision and Problem Handling of Commercial Banks 

 Ringkasan Peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Bank Umum 

Summary of OJK Regulation Number 5 of 2024 on Determination of the Status of Supervision and Problem Handling of Commercial Banks

 

The Financial Services Authority (OJK) of Indonesia issued a new regulation in 2024 to address the supervision status and problem handling of commercial banks in the country.  The regulation is based on several laws that govern the banking sector and the prevention and handling of financial system crisis.  The regulation aims to enhance the resilience and stability of the banking sector and to protect the interests of depositors and the public.

 

The regulation defines a “Systemic Bank” as one whose failure could impact other banks or the financial sector due to its size, transaction complexity, or interconnectedness.   A “Capital Surcharge” is additional capital required for Systemic Banks to mitigate the negative impact on financial stability in case of failure.  The surcharge ranges from 1.0% to 3.5% of risk-weighted assets, depending on the bank’s systemic importance score and classification in one of five buckets.  The OJK determines the systemic importance score and the bucket classification of each Systemic Bank based on several indicators, such as size, substitutability, interconnectedness, and complexity.  The OJK also reviews and updates the score and the classification annually or as needed.

 

 

The regulation requires all banks to submit a “Recovery Plan” to address potential financial problems that may threaten their viability or solvency.  The Recovery Plan must be approved by shareholders at the General Meeting of Shareholders (RUPS) and the Board of Commissioners.  The Recovery Plan must include an executive summary, bank overview, recovery options, and disclosure plans.  Recovery options must be based on indicators such as capital, liquidity, profitability, and asset quality, with specific trigger levels for implementation.  The Recovery Plan must also consider the impact of the recovery options on the bank’s stakeholders, the financial system, and the economy.  The OJK evaluates and provides feedback on the Recovery Plan and may require banks to revise or improve it.

 

 

 

The regulation also establishes the criteria for determining the supervision status of banks, which are classified into four categories: normal, intensive, special, and restructuring or resolution.  The criteria include the bank’s financial condition, risk profile, compliance, and governance.  The OJK assigns the supervision status of each bank based on its assessment and may change it as needed.  The OJK also has the authority to request data, block accounts, and order banks to take specific actions as part of its supervisory role.

 

 

Banks that fail to meet certain criteria, such as a minimum capital adequacy ratio of less than 8%, may be designated as “Banks in Restructuring” or “Banks in Resolution” by the OJK.  The OJK may also designate a bank as such if it poses a systemic risk to the financial system or if it is unable to implement its Recovery Plan effectively.   Banks in Restructuring or Resolution are subject to the intervention and resolution measures stipulated in Law Number 9 of 2016 on Prevention and Handling of Financial System Crisis.   These measures include the establishment of a “Crisis Management Protocol” (CMP), the appointment of a “Crisis Management Team” (CMT), and the implementation of a “Resolution Plan”.

 

 

 

The regulation also introduces the concept of “Intermediary Banks”, which are banks established by the Deposit Insurance Corporation (LPS) to facilitate the resolution process by accepting the transfer of assets and/or liabilities from troubled banks.  Intermediary Banks are exempt from certain capital requirements for up to two years from the start of their business activities.  The regulation also outlines the process for terminating Intermediary Banks and Originating Banks, including the revocation of business licenses and liquidation.

 

The regulation also specifies the reporting and documentation obligations of banks to the OJK.   Banks must submit various reports and documents to the OJK through the OJK reporting system or, if unavailable, through the OJK’s correspondence system.  The reports and documents include the Recovery Plan, the systemic importance score and bucket classification, the supervision status, the CMP, the CMT, the Resolution Plan, and the Intermediary Bank status.  The OJK may also request additional information from banks as needed.

 

The regulation came into effect on March 25, 2024, and was promulgated on March 27, 2024. The regulation applies to all commercial banks, both conventional and sharia, operating in Indonesia.  The regulation also repeals and replaces the previous OJK Regulation Number 14 of 2017 on the same subject.

Ringkasan Peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Bank Umum

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia mengeluarkan peraturan baru pada tahun 2024 untuk mengatur status pengawasan dan penanganan permasalahan bank umum di Indonesia.  Peraturan ini didasarkan pada beberapa undang-undang yang mengatur sektor perbankan serta pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.  Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan stabilitas sektor perbankan dan untuk melindungi kepentingan nasabah dan masyarakat. 

Peraturan ini mendefinisikan “Bank Sistemik” sebagai bank yang kegagalannya dapat berdampak pada bank-bank lain atau sektor keuangan karena ukuran, kompleksitas transaksi, atau keterkaitannya.  “Capital Surcharge” adalah modal tambahan yang dibutuhkan oleh Bank Sistemik untuk memitigasi dampak negatif terhadap stabilitas keuangan jika terjadi kegagalan.  Biaya tambahan berkisar antara 1,0% hingga 3,5% dari aset tertimbang menurut risiko, tergantung pada nilai kepentingan sistemik bank dan klasifikasi dalam salah satu dari lima kelompok.  OJK menentukan skor kepentingan sistemik dan klasifikasi bucket masing-masing Bank Sistemik berdasarkan beberapa indikator, seperti ukuran, kemampuan substitusi, keterkaitan, dan kompleksitas.  OJK juga meninjau dan memperbarui skor dan klasifikasi tersebut setiap tahun atau sesuai kebutuhan. 

Peraturan ini mewajibkan semua bank untuk menyerahkan “Rencana Aksi” untuk mengatasi potensi masalah keuangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup atau solvabilitas bank.  Rencana Aksi harus disetujui oleh para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Dewan Komisaris.  Rencana Aksi harus mencakup ringkasan eksekutif, gambaran umum bank, opsi-opsi pemulihan, dan rencana pengungkapan.  Opsi-opsi pemulihan harus didasarkan pada indikator-indikator seperti permodalan, likuiditas, profitabilitas, dan kualitas aset, dengan tingkat pemicu yang spesifik untuk pelaksanaannya.  Rencana Aksi juga harus mempertimbangkan dampak dari opsi-opsi pemulihan terhadap para pemangku kepentingan bank, sistem keuangan dan perekonomian.  OJK mengevaluasi dan memberikan umpan balik terhadap Rencana Aksi dan dapat meminta bank untuk merevisi atau memperbaikinya. 

Peraturan ini juga menetapkan kriteria untuk menentukan status pengawasan bank, yang diklasifikasikan ke dalam empat kategori: normal, intensif, khusus, dan restrukturisasi atau resolusi.  Kriteria tersebut mencakup kondisi keuangan, profil risiko, kepatuhan, dan tata kelola bank.  OJK menetapkan status pengawasan setiap bank berdasarkan penilaiannya dan dapat mengubahnya sesuai kebutuhan.  OJK juga memiliki wewenang untuk meminta data, memblokir rekening, dan memerintahkan bank untuk mengambil tindakan tertentu sebagai bagian dari peran pengawasannya. 

Bank yang gagal memenuhi kriteria tertentu, seperti rasio kecukupan modal minimum kurang dari 8%, dapat ditetapkan sebagai “Bank Dalam Penyehatan” atau “Bank Dalam Penyehatan” oleh OJK.  OJK juga dapat menetapkan bank sebagai bank dalam status tersebut apabila bank tersebut memiliki risiko sistemik terhadap sistem keuangan atau apabila bank tersebut tidak dapat melaksanakan Rencana Aksi (Recovery Plan) secara efektif.  Bank Dalam Penyehatan atau Bank Dalam Penyehatan tunduk pada langkah-langkah intervensi dan resolusi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.  Langkah-langkah tersebut meliputi pembentukan “Crisis Management Protocol” (CMP), penunjukan “Crisis Management Team” (CMT), dan implementasi “Resolution Plan”. 

Peraturan ini juga memperkenalkan konsep “Bank Perantara”, yaitu bank yang didirikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk memfasilitasi proses resolusi dengan menerima pengalihan aset dan/atau kewajiban dari bank bermasalah.  Bank Perantara dikecualikan dari persyaratan modal tertentu hingga dua tahun sejak dimulainya kegiatan usahanya.  Peraturan ini juga menguraikan proses pengakhiran Bank Perantara dan Bank Asal, termasuk pencabutan izin usaha dan likuidasi. 

Peraturan ini juga mengatur tentang kewajiban pelaporan dan dokumentasi bank kepada OJK.  Bank harus menyampaikan berbagai laporan dan dokumen kepada OJK melalui sistem pelaporan OJK atau, jika tidak tersedia, melalui korespondensi OJK 

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 2024, dan diundangkan pada tanggal 27 Maret 2024.  Peraturan ini berlaku untuk semua bank umum, baik konvensional maupun syariah, yang beroperasi di Indonesia.  Peraturan ini juga mencabut dan menggantikan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2017 tentang hal yang sama.

General Advice to Banks:

 

Banks should closely review and understand the new regulation to ensure compliance with the requirements for Systemic Banks, including the calculation and maintenance of Capital Surcharges.  Banks should also monitor their systemic importance score and bucket classification, which may change over time and affect their capital requirements.

Banks must develop and maintain a comprehensive Recovery Plan, which should be periodically reviewed and updated as necessary.  Banks should also ensure that their Recovery Plan is approved by their shareholders and Board of Commissioners and submitted to the OJK for evaluation and feedback.   Banks should also prepare for the implementation of their Recovery Plan in case of financial distress and communicate their recovery options and disclosure plans to their stakeholders.

Banks should monitor their financial indicators closely to avoid being designated as “Banks in Restructuring” or “Banks in Resolution.”  Banks should also comply with the minimum capital adequacy ratio and other prudential standards set by the OJK.  Banks should also be aware of the potential intervention and resolution measures that may be applied by the OJK and the LPS in case of failure or systemic risk.

Banks should ensure timely submission of all required reports and documents to the OJK through the designated reporting systems.  Banks should also provide accurate and complete information to the OJK and cooperate with its supervisory and regulatory functions.  Banks should also respond promptly to any requests or orders from the OJK and the LPS regarding their supervision status and problem handling.

Banks should prepare for potential supervisory actions by the OJK and be ready to implement any required changes to their operations or management.  Banks should also seek guidance and clarification from the OJK on any issues or concerns related to the regulation and its implementation.   Banks should also consult with their legal and financial advisors on the implications and risks of the regulation for their business.

 

Banks should be aware of the administrative sanctions that may be imposed for non-compliance with the regulation and take proactive steps to avoid such penalties.  The sanctions include written reprimands, fines, and restrictions on business activities.  The OJK may also impose other sanctions in accordance with the applicable laws and regulations.

Saran Umum untuk Bank:
Bank harus mengkaji dan memahami peraturan baru ini secara seksama untuk memastikan kepatuhan terhadap persyaratan untuk Bank Sistemik, termasuk perhitungan dan pemeliharaan Capital Surcharge. Bank juga harus memantau nilai kepentingan sistemik dan klasifikasi bucket mereka, yang dapat berubah dari waktu ke waktu dan mempengaruhi persyaratan modal mereka.
Bank harus mengembangkan dan memelihara Rencana Aksi (Recovery Plan) yang komprehensif, yang harus ditinjau secara berkala dan diperbaharui jika diperlukan. Bank juga harus memastikan bahwa Rencana Aksi (Recovery Plan) telah disetujui oleh pemegang saham dan Dewan Komisaris serta disampaikan kepada OJK untuk dievaluasi dan diberikan masukan. Bank juga harus mempersiapkan pelaksanaan Rencana Aksi apabila terjadi kesulitan keuangan dan mengkomunikasikan opsi-opsi pemulihan dan rencana pengungkapan kepada para pemangku kepentingan.
Bank harus memantau indikator keuangannya secara ketat untuk menghindari penetapan sebagai “Bank Dalam Penyehatan” atau “Bank Dalam Penyehatan”. Bank juga harus mematuhi rasio kecukupan modal minimum dan standar kehati-hatian lainnya yang ditetapkan oleh OJK. Bank juga harus menyadari potensi intervensi dan langkah-langkah resolusi yang mungkin diterapkan oleh OJK dan LPS jika terjadi kegagalan atau risiko sistemik.
Bank harus memastikan penyerahan semua laporan dan dokumen yang diperlukan secara tepat waktu kepada OJK melalui sistem pelaporan yang telah ditentukan. Bank juga harus memberikan informasi yang akurat dan lengkap kepada OJK dan bekerja sama dengan fungsi pengawasan dan pengaturannya. Bank juga harus segera menanggapi setiap permintaan atau perintah dari OJK dan LPS mengenai status pengawasan dan penanganan masalah.
Bank harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan tindakan pengawasan dari OJK dan siap untuk melakukan perubahan yang diperlukan dalam operasional atau manajemen. Bank juga harus meminta arahan dan klarifikasi dari OJK mengenai masalah atau kekhawatiran yang berkaitan dengan peraturan dan implementasinya. Bank juga harus berkonsultasi dengan penasihat hukum dan keuangan mengenai implikasi dan risiko dari peraturan tersebut terhadap bisnis mereka.
Bank harus mengetahui sanksi administratif yang dapat dikenakan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk menghindari sanksi tersebut. Sanksi tersebut meliputi teguran tertulis, denda, dan pembatasan kegiatan usaha. OJK juga dapat mengenakan sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bilingual Regulation

Contact us should you have any further queries

via Whatsapp (call or chat), or email contact@andzaribrahim.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart